ULAMA SEJATI



Oleh: Zakariya al-Bantany

Kata Ulama (العُلَمَاءُ) merupakan bentuk plural atau jama' dari kata Alim (العَالِمُ) disebutkan sebanyak dua kali di dalam Al-Quran. Ulama pertama terdapat dalam QS. Fathir: 28; sedangkan yang berikutnya terdapat dalam QS. asy-Syu’ara: 197.



Ulama itu ada dua jenis:

Pertama: Ulama Hanif/Ulama Rabbani (Ulama yang lurus/Ulama hakiki/Ulama sejati) yakni Ulama yang berada di jalan yang lurus yaitu tetap berada di jalan Islam dan loyalitasnya hanya untuk Allah dan Rasul-Nya semata serta hanya untuk Islam semata.

Kedua: Ulama suu' (Ulama yang jahat). Yaitu Ulama yang keluar dari jalan Islam dan loyalitasnya kepada selain Allah dan Rasul-Nya. Dengan ciri-cirinya: Pertama, menyembunyikan kebenaran (QS. Al-Baqarah [2]: 146). Kedua, menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang murah (QS. Ali Imran [3]: 187). Ketiga, mengingkari kebenaran yang diyakini (QS. Al-Baqarah [2]: 89). Keempat,  mendistorsi ayat-ayat Allah untuk kepentingan diri sendiri (QS. An-Nisa [4]: 46). Kelima, memanipulasi kebenaran demi mendapatkan keuntungan duniawi yang sedikit (QS. Al-Baqarah [2]: 79).

Sebenarnya masih banyak ciri-ciri lain dari Ulama suu' tersebut seperti, mencampuradukkan antara yang haq dan bathil; suka menyalahi janji; tidak takut kepada Allah; menyuruh orang berbuat baik tapi melupakan diri sendiri; berhati keras; suka menyuruh berbuat munkar dan melarang berbuat baik; terlalu materialistik; gila tahta, harta dan wanita; dan ciri negatif lainnya yang menunjukkan mereka adalah Ulama suu' yang tak pantas diteladani dan wajib ditinggalkan.


Jadi, yang wajib kita ikuti dan wajib pula kita teladani adalah Ulama hanif tersebut semata. Dimana Ulama hanif itu cirinya disebutkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:


إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ


“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah Ulama.” (QS. Fathir: 28).




Oleh karena itulah, ketahuilah sesungguhnya kedudukan Ulama itu lebih tinggi dan lebih mulia daripada sekedar jabatan Presiden dan Wakil Presiden apatah lagi sekedar jabatan menteri dan jabatan direktur BUMN.

Jabatan Presiden dan Wakil Presiden dalam sistem demokrasi hanya untuk menjalankan hukum-hukum kufur jahiliyah sekuler demokrasi bukan untuk menjalankan hukum-hukum Allah (Al-Quran dan As-Sunnah).

Karena itulah, Ulama hanif itu adalah Ulama sejati yaitu mereka para 'Alim yang loyalitasnya hanya untuk Allah dan Rasul-Nya serta hanya untuk menjalankan hukum-hukum Allah (Al-Quran dan As-Sunnah) bukan justru loyalitasnya untuk Presiden dan Wakil Presiden bukan pula hanya sekedar untuk jabatan menteri dan direktur BUMN serta bukan pula loyalitasnya untuk menjalankan hukum-hukum kufur jahilyah sekuler demokrasi tersebut dan bukan pula demi mengabdi dan menyenangkan para kafir penjajah terlaknat.

Karena Ulama pada hakikatnya adalah Pewaris Para Nabi. Rasulullah Saw bersabda:


الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ


“Ulama adalah pewaris para Nabi.” (HR At-Tirmidzi dari Abu Ad-Darda radhiallahu ‘anhu)




Dan Ulama sejati itu adalah Ulama yang tidak cinta dunia dan tidak cinta jabatan serta tidak pula menjilat penguasa dan para kafir penjajah.

Ulama sejati adalah yang sangat cinta dan sangat takut kepada Allah semata bukan takut kepada penguasa dan para kafir penjajah bukan pula takut tidak mendapatkan jabatan dan dunia.

Allah SWT berfirman:


( إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ )


“Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para Ulama, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS Surat Fathir: 28)




Maka, sebagai pelaku dalam ayat ini adalah: Para ulama adalah orang yang paling khawatir dan paling takut kepada Allah. Lafdzul jalalah (Allah) sebagai obyek yang didahulukan. Adapun faedah dan fungsi didahulukannya peletakan obyek ini adalah: untuk pembatasan kerja subyek. Maksudnya yang takut kepada Allah Ta’ala tak lain hanyalah para Ulama. Karena kalau subyeknya yang didahulukan pastilah pengertiannya akan berbeda, dan menjadi "Sesungguhnya para Ulama kepada Allah," Permaknaan seperti ini tidak dibenarkan, karena artinya ada di antara para Ulama yang tidak takut kepada Allah.

Atas dasar inilah Syaikhul Islam berkomentar tentang ayat: “Hal ini menunjukkan bahwa setiap yang takut kepada Allah maka dialah orang yang Alim, dan ini adalah haq. Dan bukan berarti setiap yang alim akan takut kepada Allah” (Dari kitab “Majmu Al Fatawa”,  7/539. Lihat “Tafsir Al Baidhawi”, 4/418, Fathul Qadir, 4/494).

Dari penjelasan di atas maka ayat yang mulia ini memberikan faedah: Sesungguhnya para Ulama itu pemilik rasa takut kepada Allah, dan sesungguhnya siapa saja yang tidak takut kepada Allah berarti dia bukanlah seorang alim.

Ibnu Katsir Rahimahullah berkata: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah dan benar-benar takut adalah para Ulama yang mereka paham betul tentang hakekat Allah Ta’ala, karena ketika pengetahuan kepada Yang Maha Agung dan Maha Kuasa sudah sempurna dan bekal ilmu tentang-Nya sudah memadai maka perasaan takut kepada-Nya akan semakin besar..”

Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radliyallahu Anhu tentang firman Allah Ta’ala:


 إنما يخشى الله من عباده العلماء


Dia berkata, "Mereka yang takut kepada Allah adalah mereka yang mengetahui sesungguhnya Allah Kuasa atas segala sesuatu." Said bin Jubair berkata, "Yang dinamakan takut adalah yang menghalangi anda dengan perbuatan maksiat kepada Allah Azza wa Jalla." Al-Hasan Al-Bashri berkata, "Orang Alim adalah yang takut kepada yang Maha Pemurah terkait perkara yang Ghaib, menyukai apa yang disukai oleh Allah, dan menjahui apa-apa yang mendatangkan kemurkaan Allah. Lalu beliau membaca Ayat:


 إنما يخشى الله من عباده العلماء إن الله عزيز غفور


“Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para Ulama, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”

Dari Abdullah bin Mas’ud Radliyallahu Anhu dia berkata, "Bukanlah yang dikatakan orang berilmu itu orang yang banyak hafal hadits, akan tetapi yang dinamakan orang berilmu itu orang yang rasa takutnya amat besar."

Sufyan Ats-Tsauri meriwayatkan dari Abu Hayyan At-Taimi dari seorang lelaki dia berkata, "Seorang yang alim tentang Allah adalah orang yang Alim tentang perintah Allah. Orang yang Alim tentang perintah Allah bukanlah orang yang alim tentang Allah. Adapun  orang yang Alim tentang Allah dan tentang perintah Allah, dialah orang yang takut kepada Allah Ta’ala dan mengetahui koridor agama serta hal-hal yang difardlukan oleh agama. Adapun orang yang Alim tentang Allah bukanlah orang yang Alim tentang perintah Allah, apabila dia takut kepada Allah Ta’ala dan tidak mengetahui ajaran agama serta hal-hal yang difardlukan oleh agama. Begitupun orang yang Alim tentang perintah Allah bukanlah orang yang alim tentang Allah, jika dia adalah orang yang mengetahui batasan-batasan dan hal-hal yang difardhukan oleh agama akan tetapi sama sekali tidak takut kepada Allah ‘Azza wa Jalla." [Dikutip dengan ringkas dari “Tafsir Ibnu Katsir, 4/729]


Jadi, inilah Ulama sejati yang wajib kita teladani dan wajib pula kita menimba ilmu kepadanya serta berkhidmah kepadanya yaitu merekalah Ulama Waratsatul Anbiyaa' yakni Ulama hanif wa rabbani yang sangat takut kepada Allah SWT semata dan ketaatannya pun hanya untuk Allah dan Rasul-Nya serta untuk Islam semata demi izzul Islam wal Muslimin dan demi tegaknya kalimat Allah yang agung di seluruh penjuru alam.

Wallahu a'lam bish shawab. []




#IjtimaUlama
#IkutUlama
#KhilafahWajib
#2019TumbangkanDemokrasi
#2019TegakkanKhilafah
#ReturnTheKhilafah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hukum Memisahkan Tamu Pria dan Wanita Dalam Walimah

MEMBANGUN KELUARGA IDEOLOGIS

PENCABUTAN STATUS BHP HTI BANYAK CACATNYA