Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2016

KHILAFAH ITU SUDAH FINAL

Assalamualaikum... Ulama mana yang tidak mengenal khilafah? Ulama ahlu sunah mana yang tidak mewajibkan khilafah? Imam madzhab mana yang menolak khilafah? Imam kontemporer mana yang tidak penting menuliskan kitab-kitab tentang wajibnya khilafah? Saya katakan " Final " Seluruh ulama sepakat bahwa system pemerintahan islam adalah Khilafah.. Al-Imam al-Quthubi, menyebutnya orang yang nolak khilafah adalah orang yang TULI dari SYARIAH. Beliau berkata: " Tak ada perbedaan pendapat mengenai kewajiban hal itu "mengangkat khalifah" di antara umat dan para imam mazhab, kecuali apa yang diriwayatkan dari al-Asham, yang dia itu memang "asham" atau (tuli) dari syariah. Demikian pula setiap orang yang berkata dengan perkataannya serta mengikuti dia dalam pendapat dan mazhabnya. (Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, I/264) Ini di perkuat oleh perkataan Al-Imam an-Nawawi : " Mereka para Sahabat telah bersepakat bahwa wajib at

JIKA HT MASUK KE PARLEMEN, BISAKAH KHILAFAH TEGAK ?

Salah satu kritikan yang ditujukan ke HT adalah karena HT tidak berjuang lewat parlemen. Padahal jika dikaji-kaji, itulah metode perjuangan yang konstitusional, syah, dan tiak akan berlawanan dengan negara (menurut mereka). Pendapat begini adalah pendapat dari orang yang berfikirnya cuma tingkat 1 doang. Dia hanya melihat fakta terindera saja : 1. Ada parlemen tempat membuat undang-undang. 2. Siapa saja bisa menjadi calon anggota parlemen. 3. Maka jika ingin membuat undang-undang untuk apa saja, termasuk menegakkan Khilafah di Indonesia, ya masuklah ke parlemen dan buat undang-undang itu. Simpel. Namun jika tingkat berfikir kita naikkan, umpamanya dengan mengkaji dengan mendalam dan memahami apa itu parlemen dalam sistem Demokrasi, ternyata tidak se simpel itu permasalahannya. Marilah kita coba masuk ke parlemen. Kita uji apa yang membuat pandangan simpel itu ternyata hanya ilusi yang memerangkap. Untuk masuk parlemen, maka HT haruslah mencalonkan anggotanya un

ALASANKU BERJUANG BERSAMA HIZBUT TAHRIR

1. Alhamdulillah, MTU Jakarta berjalan dengan sukses. Semoga semakin banyak Ulama, tokoh dan kaum Muslim pada umumnya yang mendukung dan bergabung bersama Hizbut Tahrir 2. Bagi Anda yang masih ragu untuk mendukung atau bergabung bersama Hizbut Tahrir, tulisan berikut bisa menjadi sedikit pendorong untuk segera bertindak 3. Tulisan ini sudah pernah di publish, sudah banyak dibagikan hingga mendekati 1K, namun sama pihak Facebook ternyata didelete | Setelah saya lihat, ada beberapa tulisan yang sudah sangat lama ditulis dan sudah sangat banyak dishare juga didelete oleh Facebook 4. Pada umumnya yang melaporkan mengatakan gambar mengandung tindakan asusila (porno), kekerasan dan lain-lain | Padahal sama sekali tidak demikian 5. Itulah tanda dari kekalahan opini 6. Baik, saya share salah satu tulisan yang hilang … 7. Alasanku Berjuang Bersama Hizbut Tahrir 8. Saya adalah seorang Muslim | Hizbut Tahrir dengan pertolongan Allah, mengakomodir dan memberikan peluan

ANDA TIDAK SEHARUSNYA BERDIAM DIRI SEMENTARA KESEMPATAN BERJUANG BERSAMA HIZBUT TAHRIR MASIH TERBUKA

Soal: Jika menegakkan Khilafah hukumnya fardhu kifayah, apakah tidak cukup hanya dengan kelompok-kelompok yang sudah ada? Apakah kaum Muslim masih berdosa jika tidak ikut berjuang menegakkan Khilafah saat sudah ada yang mengerjakannya? Jawab: Hukum mengangkat Khalifah (kepala negara), termasuk mendirikan Khilafah, tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama kaum Muslim, yaitu fardhu. Hanya saja, apakah fardhu ‘ain atau fardhu kifayah, memang ada perbedaan pendapat. Al-‘Allamah al-Mardawi, dari mazhab Hanbali, dalam Bab Qital Ahl al-Baghy, menyatakan, “Mengangkat Imam (kepala negara) hukumnya fardhu kifayah. ” Dalam kitab al-Furu’, dia menegaskan, “Hukumnya fardhu kifayah menurut pendapat yang paling tepat.” Pada bagian yang lain, dia menegaskan kembali, bahwa mengangkat Imam hukumnya fardhu kifayah menurut mazhab yang sahih.[1] Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Imam an-Nawawi, Zakaria al-Anshari, al-Khathib as-Syarbini, az-Zujaji, al-Bujairimi dan al-Jamal