METODE SHAHIH MENEGAKKAN KHILAFAH BAG 2
METODE SHAHIH MENEGAKKAN KHILAFAH
Imam Al-Qurthubi menyatakan, “Tidak
ada perbedaan pendapat mengenai kewajiban tersebut (mengangkat khalifah) di
kalangan umat dan para imam mazhab; kecuali pendapat yang diriwayatkan dari
al-’Asham—yang tuli (‘asham) terhadap syariah—dan siapa saja yang berkata
dengan pendapatnya serta mengikuti pendapat dan mazhabnya” (Al-Qurthubi, Tafsîr
al-Qurthubi, 1/264).
Permasalahan berikutnya adalah
bagaimana metode (thariqah/manhaj) penegakan Khilafah? Metode (thariqah/manhaj)
haruslah digali dari Rasulullah saw. Setiap perjuangan yang menyimpang dari
metode Rasulullah saw. hanya akan berakhir dengan kegagalan.
Siapapun yang melakukan penelaahan
mendalam terhadap sirah Nabi Muhammad saw. akan menemukan bahwa beliau menempuh
tiga tahapan dalam mewujudkan pemerintahan Islam di Madinah.
1. Tahap Pertama: Kaderisasi
(Tatsqif).
Sejak beliau mendapatkan wahyu,
beliau diperintahkan untuk menyampaikannya kepada masyarakat. Misalnya, ketika
Allah SWT menurunkan QS al-Muddatsir ayat 1-2, bersegeralah sang Nabi terakhir
itu mengajak masyarakat untuk memeluk Islam. Beliau menyampaikan Islam kepada
istrinya, Khadijah ra. Kemudian, disampaikan pula kepada sepupunya Ali bin Abi
Thalib ra., maulanya Zaid, sahabat beliau Abu Bakar ash-Shiddiq ra., dan
masyarakat secara umum.
Beliau bukan sekadar mengajak mereka
masuk Islam, melainkan ditindaklanjuti dengan membinanya. Beliau membina kaum
Mukmin di rumah Arqam bin Abi al-Arqam (Dar al-Arqam). Di rumah Arqam
itulah Rasulullah saw. menempa para Sahabat, mengajarkan Islam kepada mereka,
membacakan al-Quran kepada mereka, menjelaskannya, memerintahkan mereka untuk
menghapal dan memahami al-Quran. Setiap kali ada yang masuk Islam, langsung
digabungkan ke Darul Arqam.
Di sinilah Nabi saw. melakukan dua
hal. Pertama: pembinaan akidah dan syariah hingga terbentuk para kader
berkepribadian Islam. Kedua: pengorganisasian Sahabat sehingga membentuk
kelompok dakwah yang secara solid dan berjamaah bergerak di tengah masyarakat.
Bukan hanya Nabi saw. seorang diri yang melakukan pembinaan, para Sahabat lain
pun mencari dan membina orang yang baru masuk Islam. Sebagai contoh, beliau
pernah meminta Khubbab bin al-Arts untuk mengajarkan al-Quran kepada Zaenab
binti al-Khaththab dan suaminya, Said, di rumahnya.
Bila dilihat dari kacamata modern
apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw ini merupakan pembinaan intensif (tatsqif
murakkaz). Pembinaan intensif ini dilakukan untuk membentuk kader yang
berkepribadian Islam dan siap berjuang.
Secara praktis pembinaan intensif
ini diawali dengan melakukan kontak individual. Dulu, Abu Bakar Shiddiq ra.
mengontak keluarga dan kawan-kawannya, di antaranya Utsman bin Affan. Lalu
disampaikan Islam kepadanya. Begitu juga setiap orang harus melakukan kontak
individual untuk menyampaikan dakwah. Setiap aktivis dakwah sejatinya mempunyai
daftar nama mulai dari kerabat, kawan dan tetangga untuk dikontak dan
disampaikan Islam kepada mereka. Materi yang disampaikan tentu bergantung pada
kontakan; bisa akidah, syariah, akhlak atau perkembangan terkini dilihat dari
kacamata Islam.
Sebagaimana Nabi saw., tidak cukup
sebatas orang tersebut menerima Islam sebagai pedoman hidupnya. Orang tersebut
perlu dibina hingga menjadi pengemban dakwah. Umumnya, pengkaderan demikian
efektif dijalankan dalam bentuk halqah. Di dalam halqah dilakukan
pembinaan dengan kurikulum yang jelas, buku-buku kajian tertentu yang
ditetapkan, serta metode talaqqi sehingga kesinambungan gagasan terjaga.
Di sinilah setiap kader ditempa pemahaman Islam, kepribadian Islamnya, ibadah,
ketaatan, kedisiplinan, pengorbanan, kejamaahan, dll. Lahirlah kader yang mujahid
(pejuang) sekaligus muta’abbid (ahli ibadah), mufakkir (pemikir)
sekaligus siyasi (politisi).
Selain itu, Nabi saw. pernah
menyampaikan Islam dengan cara mengumpulkan masyarakat di Bukit Shafa, juga
mengundang makan bersama; dalam konteks sekarang ini merupakan pembinaan umum (tatsqif
jama’i). Kalau dulu di Bukit Safa atau di kebun kurma, maka saat ini tatsqif
jama’i dilakukan dengan seminar, kajian di masjid, kuliah zuhur, pesantren
Ramadhan, training, pengajian perkantoran, dll. Harapannya, dari aktivitas
tersebut dapat terjaring orang-orang yang bertekad kuat menjadi kader dakwah
dan masuk dalam pembinaan intensif.
2. Tahap Kedua: Membangun Kesadaran
Umat (Tafa’ul Ma’al Ummah).
Tidak semua anggota masyarakat dapat
dan mau menjadi kader dakwah. Karenanya, perlu ada penumbuhan kesadaran
kolektif umat bagi kalangan tersebut. Pegiatnya adalah para kader dakwah yang
terorganisir rapi yang terbina dalam pembinaan intensif tersebut. Untuk
menumbuhkan kesadaran itu perlu ditempuh beberapa hal secara bersamaan, yaitu:
1. Pergolakan Pemikiran (ash-Shira’
al-Fikri). Rasulullah saw. senantiasa melakukan pergolakan pemikiran
terhadap gagasan/ide/pandangan yang sifatnya tetap. Ini umumnya merupakan
pemahaman (mafahim), tolok ukur (maqayis) atau keyakinan (qana’at).
Misalnya, beliau menyuarakan secara lantang realitas tuhan kaum kafir seperti
ayat Allah SWT (yang artinya): Sesungguhnya kalian dan apa (berhala) yang
kalian sembah adalah umpan neraka Jahanam (QS al-Anbiya’ [21]: 98). Beliau
juga menentang sikap hidup kafir Quraisy yang merasa aib bila memiliki bayi
perempuan hingga harus membunuhnya.
Untuk saat ini, segala
gagasan/ide/pandangan yang merupakan akidah kufur harus ditentang dan dijelaskan
kebatilannya. Misalnya, sekularisme, pluralisme dan liberalisme merupakan ide
yang harus di tentang. Begitu juga gagasan cabang yang lahir darinya
seperti demokrasi, hak asasi manusia, kesetaraan gender, dll. Caranya, dengan
menjelaskan kebatilan dan bahaya hal-hal tersebut bagi Islam dan umatnya dalam
berbagai kesempatan. Bila hal ini dilakukan terus-menerus masyarakat akan dapat
memahami mana ide-ide kufur yang berada di tengah umat Islam. Mereka tidak mau
diatur oleh sistem tersebut. Sebaliknya, mereka menuntut penerapan Islam.
2. Perjuangan Politik (al-kifah
as-siyasi). Aktivitas al-kifah as-siyasi merupakan aktivitas yang
ditujukan untuk menyikapi realitas politik kekinian, yang terjadi pada saat
tertentu. Pada zaman Rasulullah saw. pernah ada suatu realitas: mengurangi
timbangan sudah menjadi kebiasaan. Untuk menyikapi hal tersebut, Allah SWT
menurunkan QS al-Muthafifin yang diserukan oleh Rasulullah saw. di
tengah masyarakat. Pada saat kaum kafir meminta agar Nabi saw. menunjukkan
mukjizat seperti para nabi terdahulu dan meminta agar Nabi saw. berdoa hingga
harga yang melambung tinggi menjadi turun, dijawab dengan telak dalam QS
al-A’raf [7] ayat 188. Begitu juga kebiasaan mereka menjerumuskan budak wanita
dalam pelacuran (semacam trafficking sekarang) disikapi oleh Nabi saw.
dengan menyampaikan QS an-Nur [24] ayat 33. Masih banyak peristiwa lain.
Saat ini, setiap kejadian/peristiwa
politik kekinian yang bertentangan dengan Islam dan merugikan umat Islam perlu
dilakukan kifah siyasi. Misalnya, kelompok Islam harus melakukan
aktivitas kifah siyasi pada saat pemerintah menaikkan harga BBM, tarif
dasar listrik, mensahkan RUU Kelistrikan, RUU Migas, RUU Sumberdaya Air, RUU
Penanaman Modal, dll. Begitu juga saat terjadi peristiwa politik internasional
seperti tragedi Mavi Marmara oleh Israel baru-baru ini. Langkahnya dengan
membuat tulisan, buletin, pers rilis, delegasi ke DPR, mendatangi menteri,
mendatangi Presiden, dll. Lalu dijelaskan bahaya dan kerugian yang akan
diderita rakyat serta pertentangannya dengan syariah Islam kepada masyarakat di
berbagai forum. Bahkan bila diperlukan dapat dilakukan dengan demontrasi damai
(masirah). Dengan ini semua, masyarakat sedikit demi sedikit akan
tersadarkan.
3. Membongkar rencana jahat kaum
kafir (kasyf al-khuthath). Rasulullah saw. sering menyampaikan wahyu
terkait rencana jahat kaum kafir. Sebagai contoh, membongkar rencana tokoh
Quraisy (seperti Abu Jahal, Abu Sufyan, Umayyah ibn Khalaf dan Walid bin
Mughirah) yang berdiskusi di pusat kajian strategis mereka, Darun Nadwah,
dengan memberikan cap negatif pada diri Rasulullah saw.; membongkar
persekong-kolan kaum kafir dengan kaum munafik. Allah SWT membongkar rencana
jahat ini dalam QS al-Mudatstsir [74] ayat 18-26.
Meneladani hal ini, dalam upaya
penegakkan Khilafah, penting untuk membongkar makar negara kafir imperialis dan
anteknya. Misalnya, rencana jahat AS di Irak, Afganistan, Pakistan dan
Bangladesh perlu dijelaskan kepada masyarakat dalam khuthbah, kuliah subuh,
pengajian ibu-ibu, dll. Masyarakat juga perlu dipahamkan tentang hakikat
kunjungan Obama ke Indonesia yang hanya ingin lebih mencengkeramkan kakinya di
negeri Muslim terbesar ini serta menghalangi bersatunya umat Islam dalam
Khilafah; disamping untuk kepentingan minyak, gas, ekonomi, pangkalan militer,
dan pembentukan lobi Yahudi-AS di Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan
berbagai seminar, workshop, tablig akbar, dll; juga dengan mengirim
delegasi ke ormas, LSM, partai politik, pesantren, DPR, Kementrian Luar Negeri,
dll.
4. Penting juga untuk melakukan
advokasi bagi kepentingan umat (tabanni mashalih ummah). Caranya, dengan
melakukan advokasi bagi kepentingan umat. Misalnya, ketika ada pihak yang ingin
melakukan yudisial review UU Penodaan Agama, maka perlu dilakukan
perlawanan dengan menjadi pihak terkait dalam sidang di Mahkamah Konstitusi.
Ketika terjadi malpraktik maka dapat dilakukan upaya pembelaan terhadap korban.
Dilakukanlah advokasi terhadap pihak terkait, termasuk penguasa. Disampaikan
solusi menurut Islam. Hal ini dilakukan sedemikian rupa sampai hasil yang
diinginkan.
Jika semua aktivitas itu dilakukan
secara intensif dan masif maka insya Allah dengan izin Allah SWT taraf berpikir
umat akan makin meningkat. Pembelaan dan dukungan terhadap syariah dan Khilafah
beserta para pejuangnya akan menggelontor. Sebab, di mata umat makin tampak
siapa sebenarnya yang berjuang untuk membebaskan mereka dari penjajahan.
3. Tahap Tiga: Istilam al-Hukmi
dengan Dukungan Ahlun Nushrah.
Pada saat kehendak dominan
masyarakat menghendaki syariah dan Khilafah, maka masyarakat bersama dengan
kelompok pejuang syariah dan Khilafah akan menuntut penguasa agar menegakkan
Khilafah atau mundur seraya menyerahkan kepemimpinan kepada mereka. Umat tidak
percaya lagi kepada penguasa maupun wakil mereka. Terjadilah kevakuman
kekuasaan. Mereka yang terdiri dari tokoh-tokoh berbagai daerah dari berbagai
kalangan dan organisasi membentuk semacam ahlul halli wal ‘aqdi untuk
membaiat khalifah. Bila penguasa secara sukarela menyerahkan kekuasaan atas
dasar kesadaran bahwa mereka sudah delegitimasi, tidak lagi dipercaya oleh
rakyat, apalagi mereka berubah menjadi mendukung tuntutan masyarakat itu, maka
ketika itu terjadilah penyerahan kekuasaan dari rakyat kepada penguasa baru (istilam
al-hukmi). Mereka hanya tinggal mengumumkan ke publik, “Kami mundur dari
kekuasaan ini karena sudah tidak lagi dipercaya rakyat sebagai pemilik
kekuasaan tersebut.”
Namun sebaliknya, bila mereka tak
mau melepaskan kekuasaan kufurnya, lalu menghadapi rakyat sebagai pemilik
kekuasaan dengan kekerasan maka di sinilah pentingnya dukungan pemilik kekuatan
(ahlul quwwah, ahlun nushrah) terhadap dakwah. Oleh sebab itu, sejak
awal perlu adanya dukungan ahlun nushrah.
Mereka yang masuk ke dalam ahlun
nushrah adalah setiap pemilik kekuatan, termasuk militer. Dengan adanya
dukungan ahlun nushrah penyerahan kekuasaan akan terjadi dengan damai.
Begitulah yang dialami oleh Nabi saw. saat menegakkan pemerintahan di Madinah.
Cara untuk meraih dukungan ahlun
nushrah tidak lain dengan mendatangi dan mendakwahi mereka. Mereka adalah
putra umat Islam. Tengoklah apa yang dilakukan Rasulullah saw. Selain aktif
mendakwahi kabilah-kabilah di Makkah, beliau juga mendakwahi kabilah-kabilah di
luar Makkah yang datang tiap tahun ke Mekah, baik yang datang untuk berdagang
maupun yang hendak melakukan ibadah di sekitar Ka’bah. Beliau berdakwah di
jalan-jalan, Pasar ‘Ukadz dan Mina. Di antara mereka ada sekelompok orang dari
Madinah yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka para pemilik kekuatan
di sana. Merekalah yang kelak menjadi ahlun nushrah bagi Nabi saw.
Ketika istilam al-hukmi telah
terjadi, maka di tengah penguasa yang telah kehilangan legitimasinya, khalifah
dengan dukungan rakyat mengumumkan tegaknya Khilafah. Penyelesaian peralihan
kekuasaan dilakukan dalam tempo sesingkat-singkatnya sesuai dengan realitas
politik waktu itu. Dengan teknik seperti ini penegakkan Khilafah akan berjalan
secara alami. Wallahu a’lam. []
Komentar
Posting Komentar