KRITIK ISLAM TERHADAP UUD 1945
Kritik terhadap
UUD 45 yang sekarang dalam pembahasan secara intensif untuk amandemen, dibuat
semata untuk menunjukkan bahwa undang-undang dasar yang selama ini telah
diterima begitu saja (taken for granted) bahkan selama lebih dari 30
tahun cenderung dikeramatkan, sesungguhnya mengandung kelemahan bahkan
kesalahan yang sangat mendasar bila
dilihat dari kacamata Islam. Kesalahan mendasar ini wajar terjadi mengingat
memang sejak dari awal undang-undang dasar ini memang tidak dibuat dalam
kerangka sistem Islam.
Setelah sekian
puluh tahun berlalu semenjak diundangkan, kelemahan dan kesalahan mendasar dari
Undang Undang Dasar itu semakin terlihat dan ternyata memberikan pengaruh buruk
yang sangat nyata di tengah masyarakat. Undang-undang yang dibuat semestinya
untuk menata kehidupan bermasyarakat dan bernegara agar tercipta masyarakat
yang adil, damai dan sejahtera, yang terjadi justru sebaliknya. Berbagai
krisis, baik di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya dan pendidikan terus
menerus terjadi dan datang silih berganti, bahkan bersamaan seperti yang
sekarang tengah berlangsung. Akhirnya, bukan masyarakat adil, damai dan
sejahtera yang terbentuk, melainkan masyarakat yang sarat dengan kesenjangan,
ketidak adilan dan ketidaknyamanan serta ketidakamanan.
Untuk itu
diperlukan perombakan bahkan pergantian,
bukan sekadar amandemen atau perbaikan karena istilah amandemen mengandung arti
sebagai suatu perubahan yang bersifat modifikatif tanpa meninggalkan bangunan
dasarnya, dari Undang Undang Dasar 45 itu agar bisa didapat sebuah undang
undang baru yang sesuai dengan prinsip
religiusitas bangsa Indonesia yang mayoritas muslim. Berangkat dari pemikiran
itulah maka Hizbut Tahrir Indonesia mengajukan dua naskah, yakni Kritik Undang
Undang Dasar 45 yang berisi kritik dalam perspektif Islam terhadap UUD 45, dan
Rancangan Undang Undang Dasar Islam.
Harapannya, semua itu bisa memberikan pencerahan kepada umat dan
selanjutnya terus diperjuangkan oleh seluruh komponen umat baik para ulama,
cendekiawan, polisi dan tentara, kaum profesional, buruh, tani, pemuda, pelajar
dan sebagainya, lebih khusus para anggota parlemen yang beragama Islam yang
bertanggungjawab atas setiap perundangan yang terlahir di negeri ini, sehingga
akhirnya dapat diujudkan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Insya Allah.
Wassalam
Pimpinan
Pusat
Hizbut
Tahrir Indonesia
Muhammad
Ismail Yusanto
HP:
0811-119697
Kata Pengantar ........................................................................................................... 1
Daftar Isi ....................................................................................................................... 2
Pendahuluan ............................................................................................................... 4
Kritik Islam Terhadap UUD 1945 ............................................................................ 8
Bab I Bentuk dan Kedaulatan ................................................................................. 8
Bab II Majelis Permusyawaratan ............................................................................. 8
Bab III Kekuasaan Pemerintahan Negara ................................................................. 9
Bab XIII Pendidikan ............................................................................................... 23
Bab IV Kesejahteraan Sosial .................................................................................. 24
Bab XV Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan .................. 24
PENDAHULUAN
Undang-undang Dasar sebuah negara merupakan sumber
hukum terpenting, dan menjadi landasan hukum utama bagi seluruh peraturan
perundang-undangan yang ada di bawahnya. Undang-undang Dasar juga menghimpun
seluruh mekanisme kerja sebuah negara, baik menyangkut hubungan antara
rakyatnya, antara penguasa dan rakyatnya, antara lembaga-lembaga negara, dan
antara institusi negara dengan negara lainnya.
Lebih dari itu Undang-undang Dasar merupakan penterjemahan secara umum
namun praktis dari sebuah ideologi atau pandangan hidup tertentu, yang menjadi
dasar/asas dari Undang-undang Dasar.
Oleh
karena itu, shahih tidaknya sebuah Undang-undang Dasar amat ditentukan oleh
shahih tidaknya ideologi atau pandangan hidup yang menjadi landasannya. Sama halnya dengan lurus tidaknya kehidupan
masyarakat, kehidupan penguasa, hubungan diantara keduanya, dan interaksi
negara tersebut dengan negara lain, amat ditentukan oleh shahih tidaknya muatan
dari Undang-undang Dasar.
Berdasarkan
hal ini, maka kami Hizbut Tahrir Indonesia menyampaikan kritik terhadap
Undang-undang Dasar 1945, sekaligus menyampaikan rancangan Undang-undang Dasar
Islam (Dustûr Islâm).
1.
Undang-undang Dasar 1945
adalah produk akal manusia, sedangkan Undang-undang Dasar Islam merujuk kepada
Wahyu Allah Swt dan tuntunan Sunnah Rasulullah saw.
Undang-undang Dasar 1945 disusun berdasarkan kondisi
masyarakat, kondisi politik dan keterbatasan akal para penyusunnya. Disamping
itu juga sarat dengan berbagai kepentingan yang muncul saat itu dari para
penyusunnya tersebut. Adanya
keterbatasan, kontradiksi antara peringkat hukum maupun antara butir-butirnya,
berbagai persepsi yang tak berkesudahan dan munculnya berbagai kepentingan saat
itu merupakan konsekwensi logis dari sebuah Undang-undang Dasar yang merujuk
pada pendapat-pendapat manusia yang tidak memiliki tolok ukur sama dalam benar
dan salah. Islam mengkritisi hal itu
dalam firman Allah Swt:
أَفَحُكْمَ
الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ
يُوقِنُونَ
“Apakah (sistem)
hukum Jahiliyah (yang bukan Islam) yang mereka kehendaki. Dan (sistem) hukum siapakah yang lebih baik
dari pada (sistem) hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS.
Al-Maidah [5]: 50)
Islam adalah sebuah
‘ideologi’ yang tidak memiliki cacat maupun kelemahan, karena berasal dari
Al-Khaliq (Sang Pencipta manusia dan seluruh alam semesta), yang memiliki
Pengetahuan tanpa batas, Keadilan tanpa cela, dan tidak membutuhkan sesuatu
apapun dari manusia maupun makhluk-makhluk-Nya.
Fakta seperti ini cukup menjadi alasan bagi kita bahwa
standardisasi/tolok ukur benar salah yang hakiki adalah benar salah menurut
‘ideologi’ Islam.
2.
Undang-undang Dasar 1945
berlandaskan ideologi sekular yang tidak jelas.
Undang-undang Dasar 1945 berlandaskan pada ideologi
Pancasila. Meskipun pada butir pertama
diletakkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, akan tetapi Pancasila tidak
menjelaskan peran agama di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini berakibat pada ketidakjelasan konsep
negara. Indonesia bukan negara agama, bukan pula negara sekular, tidak
termasuk negara Komunis, lalu termasuk
negara apa?
Ketidakjelasan
konsep ini berimplikasi sangat luas, sehingga berakibat pada ketidakjelasan
konsep-konsep lainnya. Seperti konsep
ekonomi, konsep politik dalam negeri, konsep politik luar negeri, konsep
pendidikan, konsep peradilan dan hukum, konsep pertahanan dan militer, konsep
kehidupan sosial kemasyarakatan dan sejenisnya. Apabila pada tataran konsep
masih belum jelas, maka pada tataran praktis akan muncul kesimpangsiuran dan
kerusakan fatal. Pada akhirnya negara
yang tidak memiliki ideologi atau lemah ideologinya pasti akan membebek
terhadap negara lain yang memiliki ideologi kuat.
3.
Undang-undang Dasar 1945 berlandaskan
pada kedaulatan di tangan rakyat. Sedangkan Islam menjadikan kedaulatan itu di
tangan Allah Swt.
Meletakkan kedaulatan ada
di tangan rakyat bertentangan dengan konsep Islam yang menjadikan kedaulatan
itu berada di tangan Syara’ (Allah Swt). Firman-Nya:
إِنِ
الْحُكْمُ إِلاَّ ِللهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ
“(Hak) Menetapkan
hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi
keputusan yang paling baik.” (TQS. Al
An’am [6]: 57)
أَلاَ لَهُ الْحُكْمُ وَهُوَ أَسْرَعُ الْحَاسِبِينَ
“Ketahuilah,
bahwa (hak menetapkan) hukum itu kepunyaan Allah. Dan Dialah Pembuat
perhitungan yang paling cepat.” (TQS.
Al-An’am [6]: 62)
Apabila wewenang menetapkan
hukum berada di tangan manusia, maka akan muncul kontradiksi, perubahan-perubahan
hukum, dan hancurnya pilar-pilar hukum. Yang haram menjadi halal. Yang halal
menjadi haram. Al-Quran menyebut produk-produk hukum buatan manusia itu sebagai
hukum thaghut. Al-Quran menyebut pula
para pembuat hukum dan perundang-undangan sebagai thaghut. Firman Allah Swt:
يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ
“Mereka hendak
bertahkim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari
thaghut itu.” (TQS. An-Nisa [4]: 60)
Al-Quran bahkan memberikan
sifat kepada mereka yang membuat-buat hukum –dengan menghalalkan yang haram dan
mengharamkan yang halal- sebagai orang-orang yang menjadikan tuhan-tuhan selain
Allah. Firman Allah Swt:
اتَّخَذُوا
أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللهِ
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka
sebagai tuhan selain Allah.” (TQS. At-Taubah [9]: 31)
Mendengar ayat tersebut Adi bin
Hatim berkata kepada Rasulullah saw:
“Sesungguhnya mereka tidaklah menyembah orang-orang alim dan
rahib-rahib itu, wahai Rasulullah.”
Maka Rasulullah saw menjawab:
“Tidak demikian, sesungguhnya orang-orang alim dan
rahib-rahib itu mengharamkan yang halal atas mereka dan menghalalkan yang haram
atas mereka. Lalu mereka mengikutinya.
Itulah bentuk penyembahan mereka kepada orang-orang alim dan rahib-rahib
mereka.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
Jadi, siapapun yang menetapkan suatu hukum dengan
memutuskan kehalalan dan keharaman sesuatu tanpa seijin atau tanpa merujuk
kepada Allah Swt, berarti ia telah melanggar batas yang ditetapkan Allah Swt,
sekaligus telah mengangkat dirinya sebagai tuhan. Dan orang yang mengikutinya
telah menjadikan ia sebagai tuhan selain Allah!
Dengan demikian, manusia sama sekali tidak memiliki hak membuat hukum.
Segala sesuatu yang akan diundang-undangkan, yang akan mengatur segala urusan
rakyat, mengatur hubungan rakyat dan penguasa, mengatur lembaga-lembaga tinggi
negara, dan mengatur hubungan institusi negara dengan negara lain harus diambil
(argumentasinya) dari Kitabullah (Al-Quran) dan Sunnah Rasul-Nya. Jika tidak, maka Al-Quran menggolongkannya ke
dalam kelompok orang-orang kafir, zhalim dan fasik.
وَمَنْ
لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
“Siapa saja yang
tidak memutuskan perkara hukum (yang berkait dengan politik, peradilan, sosial,
ekonomi,pendidikan, militer dll) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka
adalah orang-orang kafir.”(TQS. Al-Maidah [5]: 44).
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُولَئِكَ هُمُ
الظَّالِمُونَ
“Siapa saja yang
tidak memutuskan perkara hukum (yang berkait dengan politik, peradilan, sosial,
ekonomi,pendidikan, militer dll) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka
adalah orang-orang zhalim.”(TQS. Al-Maidah [5]: 45).
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْفَاسِقُونَ
“Siapa saja yang
tidak memutuskan perkara hukum (yang berkait dengan politik, peradilan, sosial,
ekonomi,pendidikan, militer dll) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka
adalah orang-orang fasik.”(TQS. Al-Maidah [5]: 47).
Naskah Lengkap UUD 1945 |
Dikoreksi Dengan Sistem Islam |
Argumentasi |
BAB I BENTUK DAN KEDAULATAN
|
||
Pasal
1 (1)
Negara
Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik.
|
Pasal 1
(1)
Negara
Islam memang berbentuk kesatuan, tetapi pemerintahannya berbentuk
kekhilafahan, karena pemerintahan republik hanya ada dalam sistem demokrasi, sementara demokrasi sendiri
tidak dikenal dalam Islam. Bentuk negara juga bukan federasi atau
semi-federasi (dengan adanya desentralisasi atau otonomi daerah), karena
desentralisasi hanya dibenarkan dalam konteks administrasinya saja.
|
Sabda
rasulullah saw. : « Adalah Bani Israil dahulu selalu urusan
pemerintahan mereka dipelihara oleh para Nabi. Setiap seorang Nabi meninggal, dia
digantikan oleh seorang Nabi lagi. Dan
sesungguhnya tidak ada lagi Nabi sesudahku (yang akan memegang urusan
pemerintahan kalian), yang ada hanyalah para khalifah… »
« Jika
dibaiat dua orang khalifah, maka bunuhlah yang kedua (jika tidak mau melepas
bai"atnya, atau klaimnya sebagai khalifah) »
|
Pasal
1 (2)
Kedaulatan
adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat
|
Pasal 1
(2)
Kedaulatan
hanya ada di tangan Syari‘at Allah
(Al-Quran dan Sunnah), sementara rakyat hanyalah
pemilik kekuasaan, yang kemudian memberikannya kepada khalifah. Kekuasaan
khalifah, dengan demikian, dibatasi oleh syariat. Sementara itu, keberadaan
MPR dengan seluruh kewenangannya di bidang legislasi, sebagaimana lazimnya
dalam sistem demokrasi, tidak dibenarkan. Yang dibenarkan adalah adanya
Majelis Umat dengan fungsi dan wewenang yang jauh berbeda dengan MPR. Majelis Umat memang berhak untuk
mencalonkan dan atau mengangkat khalifah, tapi tidak berhak untuk
menurunkannya, atau membatasi masa jabatannya.
Tugas
dan fungsi Majelis setelah itu, lebih pada penyaluran aspirasi umat dalam
hal-hal yang mubah/teknis—bukan dalam wilayah yang telah jelas hukumnya—dan
menyampaikan koreksi/kritik kepada penguasa dalam hal implementasi hukum atau
kebijakan pengurusan rakyat.
|
« Sesungguhnya
hak menetapkan hukum itu adalah pada Allah, Dia menerangkan yang sebenarnya
dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik. »(TQS. Al An’am
[6] :57)
|
BAB II MAJELIS PERMUSYAWARATAN
|
||
Pasal
2 (1)
Majelis
Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah
dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan
yang ditetapkan dengan undang-undang.
|
Pasal 2 (1)
Majelis umat terdiri dari sejumlah wakil rakyat dari
berbagai elemen yang ada di masyarakat tanpa membedakan aspek agama, jenis
kelamin, etnisititas, golongan, atau mazhab. Syaratnya, harus orang yang berakal sehat dan sudah balig.
Hanya saja, keanggotaan orang-orang non-Muslim terbatas pada hal pengaduan
kezaliman penguasa, atau buruknya penerapan syariat Islam.
|
Ditetapkan
berdasarkan sunnah fi’liyyah Rasulullah Saw. dan ijma shahabat.
|
Pasal
2 (2)
|
-
|
|
Pasal
2 (3)
|
-
|
|
Pasal
3
Majelis
Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar
haluan negara
|
Pasal
3
Majelis
Umat sama sekali tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan UUD dan GBHN,
karena yang berhak untuk itu hanyalah khalifah.
|
Ditetapkan
berdasarkan ijma shahabat
|
||
BAB III KEKUASAAN
PEMERINTAHAN NEGARA
|
||||
Pasal
4 (1)
Presiden
Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
|
Pasal
4 (1)
Kepala
Negara memegang kekuasaan pemerintahan tidak berdasarkan UUD yang tidak
berdasarkan al-Quran dan Sunnah. Ia berhak memegang kekuasaan pemerintahan
hanya jika UUD-nya bersumber dari al-Quran dan Sunnah.
|
« …
dan hendaknya kami tidak mencabut kekuasaan dari pemiliknya (penguasa)
kecuali setelah kalian menyaksikan kekufuran yang nyata. »(al hadits)
|
||
Pasal
4 (2)
Dalam
melakukan kewajib-annya, presiden dibantu oleh satu orang wakil presiden.
|
Kepala
Negara dalam melaksanakan tugas pemerintahannya dibantu oleh seorang
Mu’awin Tafwidl, sementara dalam tugas administrasi dibantu oleh Mu’awin
Tanfidz, seorang atau lebih. Kedua-duanya haruslah memenuhi syarat-syarat
tertentu, diantaranya adalah harus muslim dan pria dan tentunya kapabel.
|
Ditetapkan
berdasarkan sunnah fi’liyyah Rasulullah Saw. dan ijma shahabat
|
||
Pasal
5 (1)
Presiden
berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan perwakilan Rakyat.
|
Pasal
5 (1)
Kepala
negara (khalifah) bukan hanya berhak, tetapi satu-satunya pihak yang
berwenang dalam melegislasi hukum (baca: syariat Islam) yang digali dari
sumber-sumber hukum Islam, tanpa harus mengajukan apalagi meminta
persetujuan kepada Majelis Umat.
|
Ditetapkan
berdasarkan ijma shahabat.
|
||
Pasal
5 (2)
Presiden
menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana
mestinya.
|
-
|
|
||
Pasal
6 (1)
Presiden
ialah orang Indonesia asli.
|
Pasal
6 (1)
Kepala
negara (khalifah) tidak harus orang Indonesia asli, karena Islam tidak
membeda-bedakan orang dari segi etnisitas. Yang paling penting, kepala
negara harus seorang Muslim dan harus laki-laki, mampu mengemban tugas,
serta memenuhi sejumlah syarat lain sebagaimana ditetapkan di dalam
syarat-syarat kepala negara.
|
« Tidak
ada kelebihan orang Arab atas orang ‘Ajam (non-Arab), dan tidak ada
kelebihan orang ‘Ajam atas orang Arab. »(al hadits)
|
Pasal
6 (2)
Presiden
dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara
terbanyak.
|
Kepala
negara diangkat dengan bai’at in’iqad atau baiat pengangkatan oleh
kaum muslimin atau yang mewakili mereka, seperti ahlul ahli wal aqdi atau
Majelis Umat. Sementara itu Mu’awin khalifah, baik tafwidl atau
tanfidz diangkat oleh khalifah berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang
telah ditetapkan oleh hukum syara’ dan dengan sendirinya gugur jabatannya
apabila khalifah gugur dari jabatannya.
|
Hal ini
ditetapkan berdasarkan ijma shahabat, di antaranya ketika Rasulullah saw.
wafat para sahabat untuk melakukan pemilihan. Tidak langsung mengangkat Abu
Bakar atau Umar sebagai kepala negara menggantikan Rasulullah saw.
|
Pasal
7
Presiden
dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat
dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
|
Pasal
7
Jabatan
kepala negara (khalifah) tidak dibatasi oleh waktu, tetapi oleh syariat.
Artinya, selama kepala negara menjalankan syariat Islam, ia berhak untuk
tetap memegang jabatannya itu, meskipun seumur hidupnya. Sebaliknya, kepala
negara tidak berhak, bahkan wajib dipecat, meskipun baru menjabat
kekhalifahan beberapa hari saja,
jika telah nyata-nyata melakukan pelanggaran berat terhadap syariat Islam,
sehingga terbukti melakukan—sebagaimana istilah Nabi saw.—kekufuran yang
nyata (kufran bawahan), seperti mencampakkan syariat Islam, dan
sebaliknya, memberlakukan hukum-hukum non-Islam.
|
« …
dan hendaknya kami tidak mencabut kekuasaan dari pemiliknya (penguasa)
kecuali setelah kalian menyaksikan kekufuran yang nyata. »(al hadits)
|
Pasal
8
Jika
presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam
masa jabatannya, ia diganti oleh wakil presiden sampai habis waktunya.
|
Pasal
8
Jika
kepala negara (khalifah) mangkat, berhenti (diberhentikan), atau tidak
mampu menjalankan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia tidak secara
otomatis diganti oleh wakil (mu'awwin)-nya. Bahkan mu’awin itu secara
otomatis gugur dari jabatannya. Dan selanjutnya segera dilakukan pemilihan
kepala negara (khalifah) yang baru.
|
Hal ini
ditetapkan berdasarkan ijma shahabat, di antaranya ketika Rasulullah saw.
wafat para sahabat berkumpul untuk melakukan pemilihan. Tidak langsung
mengangkat Abu Bakar atau Umar sebagai kepala negara menggantikan
Rasulullah saw.
|
Pasal
9
1. Sebelum memangku
jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau
berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut:
Sumpah
Presiden (Wakil Presiden):
“Demi
Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia
(Wakil Presiden Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,
memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan
peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan
Bangsa.”
Janji
Presiden (Wakil Presiden):
“Saya
berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik
Indonesia (Wakil Presiden Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan
seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala
undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti
kepada Nusa dan Bangsa.”
2.
Jika
Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat
mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama,
atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan Majelis
Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh Pimpinan Mahkamah Agung.
|
Pasal
9
Kepala
negara (khalifah) dibaiat oleh umat tidak dalam rangka memegang teguh UUD
dan menjalankan UU buatan manusia, tetapi untuk memegang teguh UUD dan
menjalankan UU yang memang bersumber dari al-Quran dan Sunnah.
|
Secara
umum kaum muslimin diminta untuk berpegang teguh kepada Sunnah rasul dan
para khulafaur rasyidin (al hadits).
Tatkala pembaiatan Utsman sebagai kepala negara oleh
Abdurrahman bin Auf (sebagai kepala pemilihan khalifah), Abdurrahman
berkata : « Maukah anda saya baiat atas kitabullah dan sunnah
rasul, serta berpegang teguh terhadap kebijakan (ijtihad) dua khalifah
sebelumnya, yakni Abu Bakar dan Umar? »
«Abdullah
bin Umar ketika membaiat Abdul Malik bin Marwan, seorang Khalifah dari
kalangan Bani Umayyah menulis surat sbb : Aku berikrar untuk
mendengarkan dan mentaati Abdul Malik bin Marwan sebagai amirul mukminin
atas dasar Kitabullah dan Sunnah rasul dalam hal yang aku mampu ».
|
Pasal
10
Presiden
memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan
Angkatan Udara
|
-
|
|
Pasal
11
Presiden
dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian
dengan negara lain.
|
Kebijakan
perang, perdamaian dan hubungan dengan negara lain sepenuhnya berada di
tangan kepala negara/khalifah tanpa perlu persetujuan dari pihak manapun,
termasuk Majlis Ummah. Hal ini dikarenakan hukum Syara’ telah meletakkan
kekuasaan atas hal-hal tersebut sepenuhnya di tangan khalifah.
Seluruh
hubungan internasional yang ditetapkan oleh khalifah tidaklah berdasarkan
asas manfaat, melainkan atas ketentuan hk. Syara’, yakni demi terlaksananya
aktivitas penyebaran Islam dengan dakwah dan jihad.
Selain
itu negara Islam pun diperbolehkan melakukan hubungan Internasional dengan
negara kafir harbi hukman demi kemaslahatan kaum muslimin – semisal
hubungan ekonomi dan alih teknologi – dengan tanpa mengabaikan ketentuan
syari’at, diantaranya hubungan tersebut tidak berlangsung permanen, akan
tetapi maks. 10 tahun.
|
Demikian
pula dari sunnah fi’liyyah Rasulullah saw. diketahui bahwa beliaulah
– sebagai kepala negara – sebagai satu-satunya pihak yang menyelenggarakan
hal-hal tersebut di atas – diantaranya dapat dilihat pada peristiwa
Perjanjian Hudaibiyyah --. Demikian pula ijma shahabat telah menetapkan hal
tersebut.
|
Pasal
12
Presiden
menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya
ditetapkan undang-undang.
|
Keadaan
bahaya ditetapkan oleh khalifah berdasarkan pandangan dan ijtihad khalifah
atas nash-nash syara dan realitas demi kemaslahatan umat, baik karena adanya
serangan, pengkhianatan, atau dugaan telah terjadi pengkhianatan.
|
Firman
Allah Ta’ala:
“Jika
kalian khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan maka
kembalikanlah (perjanjian tersebut) dengan cara yang jujur.”(TQS. Al Anfal
[8]:58)
|
Pasal 13
1. Presiden mengangkat
duta dan konsul
2.
Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR
3.
Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan pertimbangan DPR
|
Dalam
mengangkat duta dan konsul, serta menerima penempatan duta negara lain,
seorang kepala negara dapat saja meminta pertimbangan Majlis Ummah, akan
tetapi pendapat mereka dalam hal ini tidaklah mengikat. Pertimbangan dalam
mengangkat duta dan konsul adalah demi dakwah Islam dan kemaslahatan kaum
muslimin dengan memperhatikan status negara yang bersangkutan. Pada negara
kafir harbi fi’lan maka hubungan yang terjalin hanyalah jihad, tidak yang
lain. Dengan demikian khalifah harus menolak penempatan duta-duta mereka.
|
Firman
Allah Ta’ala:
“Dan
perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu.”(TQS. Al Baqarah
[2]:190)
|
Pasal 14
1.Presiden
memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah
Agung.
2
Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Pertimbangan Agung
|
Keputusan
seorang Qadli/hakim dalam pengadilan tidak dapat dibatalkan oleh siapapun,
termasuk oleh khalifah. Karena keputusan tersebut adalah hukum Allah yang
mengikat pihak-pihak yang terlibat di pengadilan.
|
Hal
ini dapat dilihat pada peristiwa yang melibatkan Usamah bin Zaid yang
meminta grasi atas hukum potong tangan bagi seorang wanita pencuri dari
kalangan bangsawan akan tetapi Rasulullah Saw. menolaknya dengan keras.
|
Pasal
15
Presiden
memberi gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan
undang-undang
|
-
|
-
|
Pasal
16
1. Susunan Dewan Pertimbangan Agung
ditetapkan dengan undang-undang.
2. Dewan ini berkewajiban memberi jawab atas
pertanyaan Presiden dan berhak memajukan usul kepada pemerintah.
Rumusan
yang baru:
Dewan
Pertimbangan Agung terdiri dari para anggota yang dipilih oleh Dewan
Perwakilan Rakyat atas dasar integritas pribadi, wawasan kebangsaan,
ketokohan dalam masyarakat serta sejarah pengabdiannya kepada negara dan
bangsa.
|
Khalifah
dapat melakukan konsultasi dalam berbagai urusan pemerintahan dengan pihak
manapun yang berkompeten dalam masalah-masalah tersebut – mujtahid atau
para pakar --. Tetapi keputusan tersebut tidak diambil berdasarkan suara
terbanyak – seperti sebuah dewan --melainkan atas pendapat yang diyakini
kebenarannya.
Setiap
warga negara berhak mengajukan usulan kepada khalifah selama dalam koridor
syar’iy.
|
Hal
ini terlihat dari sunnah fi’liyyah Rasulullah Saw. di antaranya yang
terjadi pada perang Badar dimana beliau cukup mengambil pendapat dari
Khubab bin Mundzir ra. tanpa melibatkan seluruh anggota pasukan Muslim.
|
Pasal
17
1.
Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
2.
Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
3.
Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
|
1. Kepala negara/khalifah dibantu oleh seorang
Mu’awin tafwid dalam urusan pemerintahan dan Mu’awin tanfidz dalam urusan
administrasi, bukan oleh sebuah kabinet yang berisi sejumlah menteri.
2.
Mu’awin diangkat dan diberhentikan oleh khalifah
3.
Mu’awin tafwidl adalah pembantu khalifah dalam urusan pemerintahan dan
tidak lebih dari satu orang hal ini dikarenakan Islam menganut asas
pemerintahan tunggal. Sementara itu dalam urusan administrasi khalifah
dibantu oleh M. tanfidz.
|
Nabi
saw. bersabda:
“Dua
pembantuku di langit; Jibril dan Mikail, dan dua pembantuku di bumi; Abu
Bakar dan Umar.”
Hal
ini juga diperkuat oleh ijma shahabat.
|
Pasal 18
1. Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas provinsi dan daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap
provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur
dengan undang-undang.
2. Pemerintahan
daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
3. Pemerintahan
daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
4. Gubernur,
Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah
provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.
5. Pemerintahan
daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang
oleh undang-undang ditentukan sebagai Pemerintah Pusat.
6. Pemerintah
daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain
untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
7. Susunan
dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam
undang-undang.
|
Negara
Khilafah terbagi atas sejumlah kewalian yang di bawah setiap kewalian
terbagi sejumlah keamilan. Setiap pemerintahan tingkat wali atau amil
menjalankan pemerintahan mereka sesuai dengan ijtihad dan pendapat mereka,
selain menjalankan segala hal yang telah diadopsi (tabanni) oleh
Khalifah.
Meski
menjalankan pemerintahan berdasarkan ijtihad dan pendapat mereka akan
tetapi berbagai kebijakan yang menyangkut urusan keuangan, peradilan dan
militer berada di tangan khalifah. Hal ini diambil sebagai upaya pencegahan
akan terjadinya dlarar, yakni terjadinya disintegrasi wilayah
kesatuan khilafah. Hal ini diambil berdasarkan hadits Nabi saw.
|
Sabda
Nabi Saw:
“Tidak
membahayakan dan tidak membuat bahaya.”
Serta
kaidah
“Sarana
yang dapat mengantarkan kepada perbuatan haram, maka sarana itu adalah haram.”
|
Pasal 18-A
1.
Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi,
kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur
dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
2.
Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber
daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan
dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
|
Secara
umum pemerintahan pada tingkat wali dan amil menjalankan pemerintahannya
berdasarkan ijtihad dan pendapat mereka, selain menjalankan perkara yang
telah ditabanniy oleh khalifah. Juga selain urusan keuangan, militer dan
peradilan.
Dan
pemerintah pusat tidak dibenarkan memberikan perlakuan yang berbeda atas
keberagaman wilayah kekuasan khilafah. Seluruh daerah dan warga negara
diperlakukan sama berdasarkan kesamaan mereka di hadapan syari’at.
Adapun
pengelolaan sumber daya alam yang merupakan milik umum seluruh kaum
muslimin, diserahkan kepada negara dan hasilnya –setelah dikurangi beaya
operasional-- diberikan sepenuhnya kepada masyarakat, baik langsung maupun
dalam bentuk subsidi, beaya pendidikan gratis, pelayanan kesehatan gratis,
dlsb.
|
Hal
ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:
“Maka
terapkanlah hukum di antara mereka dengan apa yang telah Allah turunkan dan
janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka”(TQS. Maidah [5]:49)
“Jika
engkau menetapkan hukum di antara mereka maka putuskanlah dengan
adil.”(TQS. Al Maidah [5]:42).
|
Pasal 18-B
1.
Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang
bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
2.
Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat
beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,
yang diatur dalam undang-undang.
|
Seluruh
daerah diperlakukan sama tanpa pengecualian berdasarkan hukum syara’.
Dengan dalil-dalil di atas
Adapun
hukum adat dan hak-hak tradisional tidak dijadikan sebagai rujukan apapun
karena negara dan kaum Muslimin hanya akan menjalankan hukum syari’at
Islam.
|
“Tidak
patut bagi mukmin laki-laki dan mukmin wanita jika Allah dan RasulNya telah
menetapkan suatu keputusan bagi mereka, ada bagi mereka pilihan (yang lain)
tentang urusan mereka.”(TQS. Al Ahzab [33]:36)
|
Pasal 19
1. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih
melalui pemilihan umum.
2. Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur
dengan undang-undang.
3. Dewan Perwakilan Rakyat bersidang
sedikitnya sekali dalam setahun
|
-
|
|
Pasal 20
1.
Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang
2.
Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan
Presidaen untuk mendapat persetujuan bersama
3.
Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama,
rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan
Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
4.
Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama
untuk menjadi undang-undang.
5.
Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut
tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan
undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah
menjadi undang-undang dan wajib diundangkan
|
Majlis
Ummah tidak memiliki wewenang membuat undang-undang. Wewenang itu ada pada
khalifah, yakni hak menyusun undang-undang dasar (dustur) dan
perundang-undangan (qawaniin).
|
Hal
ini ditetapkan berdasarkan ijma shahabat.
|
Pasal 20-A
1. Dewan Perwakilan
Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.
2. Dalam melaksanakan
fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang
Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket,
dan hak menyatakan pendapat.
3.
Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini,
setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan,
menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas.
4.
Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota
Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undang-undang.
|
Anggaran negara dan pengesahan undang-undang
(legislasi) sepenuhnya berada di tangan khalifah. Anggaran negara dan
undang-undang dapat disusun berdasarkan pendapat dan ijtihadnya sendiri,
ataupun atas bantuan orang lain yang berkompeten pada hal tersebut, yakni
para mujtahid atau pakar. Anggota
majelis melakukan muhasabah kepada kepala negara.
Anggota
Majlis Ummat sama kedudukannya di muka hukum dengan warga negara lain. Dia
tidak memiliki hak imunitas.
|
Perbuatan
Rasulullah saw.
|
Pasal
21
Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undang-undang
|
Pasal
21
Setiap
anggota Majelis Umat memiliki hak berbicara dan berpendapat tanpa mengalami
pencekalan apapun, sebatas apa yang telah dihalalkan oleh syara’.
Undang-undang dalam Daulah Khilafah Islamiyah merupakan implementasi dari
ayat-ayat Al Quran dan Sunnah Rasulullah SAW, sehingga Majelis Umat hanya
melakukan fungsi muhasabah (controlling) apakah Khalifah
(Amirul Mukminin) telah melaksanakan undang-undang seperti di atas atau
tidak.
|
Allah
SWT berfirman : “Wahai orang-orang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul, serta para pemimpin diantara kalian. Bila kalian berselisih dalam
satu perkara, maka kembalikanlah kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (Sunnah)
tersebut.” (QS. An Nisa’ [4]:
59).
|
Pasal
22
1.
Dalam
hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan
pemerintah sebagai pengganti undang-undang.
2.
Peraturan
pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam
persidangan yang berikut.
3.
Jika
tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.
Pasal
22A
Ketentuan
lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan
undang-undang.
Pasal
22B
Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya, yang
syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.
|
Pasal 22 – 22B
Peraturan pemerintah yang mencakup pengadopsian (tabanni)
hukum harus terikat dengan syari’at Islam. Sebab kalau menyimpang dari
hukum Allah, maka statusnya adalah kafir. Hal semacam ini pada hakekatnya
telah mengadopsi suatu hukum yang realitasnya difahami bertentangan dengan
syari’at Islam.
|
Firman
Allah SWT : “ Barang siapa yang tidak memberlakukan hukum dengan apa
yang diturunkan oleh Allah, maka mereka adalah orang-orang kafir.” (QS.
Al Maidah [5]: 44).
|
Pasal
23
1.
Anggaran
pendapatan dan belanja ditetapkan
tiap-tiap tahun dengan undang-undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak
menyetujui anggaran yang diusulkan pemerintah, maka pemerintah menjalankan
anggaran tahun yang lalu
2.
Segala
pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang.
3.
Macam
dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.
4.
Hal
keuangan negara selanjutnya diatur dengan undang-undang.
5.
Untuk
memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan
Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang.
Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
|
Pasal 23 (Hal Keuangan)
1.
Baitul mal adalah badan operasional yang menampung segala pos pemasukan
sekaligus juga menjalankan pengeluaran harta untuk kepentingan negara dan
umat yang penentuan kebijakannya di bawah tanggung jawab Khalifah. Sumber
pemasukan tetap baitul mal adalah harta fa’i, ghanimah, anfal,
kharaj, jizyah, pemasukan dari hak milik umum (sumber alam dan barang
tambang), pemasukan dari hak milik negara, usyur, seperlima harta rikaz,
serta harta zakat. Seluruh kekayaan ini dipungut secara tetap, baik pada
saat diperlukan ataupun tidak. Anggaran belanja negara Daulah Khilafah
Islamiyah memiliki penjatahan yang baku atas bagian yang telah ditentukan
oleh syari’at Islam. Perincian penjatahan anggaran, pengadaan (dana) untuk
masing-masing bagian serta bidang-bidang yang memperoleh dana didasarkan
kepada kebijakan dan ijtihad Khalifah sebagai wujud pelayanan
terhadap urusan rakyat. Perlu
ditegaskan di sini bahwa dalam Islam tidak ada pembuatan APBN tahunan yang
meminta persetujuan Majelis Umat.
2.
Sumber-sumber pendapatan baitul mal tersebut sudah cukup besar untuk
mengatur urusan rakyat dan melayani kepentingan mereka. Pajak (dharibah)
hanya dipungut secara temporer berdasarkan kadar kebutuhan belanja negara
yaitu ketika sumber pendapatan baitul mal seperti di atas tidak
mencukupi kebutuhan pengeluaran negara yang primer. Pajak hanya dipungut
dari kalangan kaum Muslim yang dikategorikan memiliki kelebihan harta/kaya
dan sama sekali tidak dipungut dari kalangan non-Muslim sebab tidak ada
pungutan terhadap harta mereka kecuali jizyah.
3.
Mata uang Daulah Khilafah Islamiyah adalah emas dan perak dan
memberlakukannya sesuai dengan ketentuan emas dan perak yang pernah
dilakukan di masa Rasulullah SAW dan para Khalifah sesudah beliau. Islam
telah mengaitkan beberapa hukum syara’ dengan satuan emas dan perak seperti
larangan menimbun emas dan perak (tanpa dibelanjakan), nilai tukar dalam
jual beli, penentuan nishab zakat, dan penentuan standar diyat
(denda). Standarisasi emas dan perak merupakan satu-satunya patokan yang
mampu mengatasi krisis mata uang (moneter) dan inflasi tak terkendali yang
melanda sebagian besar masyarakat dunia saat ini.
4.
Majelis Umat melakukan kontrol terhadap keuangan negara atas kesesuaiannya
dengan syari’at Islam yang mencakup sumber-sumber pendapatan dan
pengeluarannya serta kapan pemungutan pajak diwajibkan.
|
Perbuatan
nabi saw. dan hadits qauli-nya.
|
Pasal
24
1.
Kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan
kehakiman menurut undang-undang.
2.
Susunan
dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan undang-undang.
|
Pasal 24 (Kekuasaan
Kehakiman)
1.
Qadla’ (lembaga peradilan) adalah lembaga yang
bertugas untuk menyampaikan keputusan hukum yang bersifat mengikat. Lembaga
ini bertugas menyelesaikan perselisihan yang terjadi diantara sesama
individu anggota masyarakat atau mencegah hal-hal yang dapat merugikan hak
jama’ah (kelompok) atau mengatasi perselisihan yang terjadi antara warga
masyarakat dengan aparat pemerintahan, baik Khalifah, pejabat pemerintahan
atau pegawai negeri yang lain. Sumber hukum yang dijadikan sebagai pijakan Qadla’
adalah Al Quran, As Sunnah, Ijma’ Shahabat, dan Qiyas yang merupakan sumber
hukum syari’at Islam.
2.
Khalifah mengangkat qadli qudlat (amir qadla’) sedangkan qadli
qudlat memiliki wewenang mengangkat qadli-qadli, memperingatkan
dan memberhentikan mereka dari jabatannya, sesuai dengan peraturan
administratif yang berlaku. Para qadli tersebut terbagi dalam tiga
golongan yaitu (a) qadli biasa, berwewenang menyelesaikan
perselisihan (perkara) dalam urusan mu’amalat dan ‘uqubat
(sanksi) yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, (b) qadli muhtasib,
berwewenang menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran yang merugikan hak-hak
jama’ah/ masyarakat, dan (a) qadli mazalim, berwewenang
menyelesaikan perselisihan (perkara) yang terjadi antara warga masyarakat
dengan pemerintah/negara.
|
Allah
SWT telah berfirman :
“Dan
hendaknya engkau menghukumi (perkara yang terjadi) diantara mereka dengan
hukum (syari’at) yang telah diturunkan oleh Allah.” (QS. Al Maidah :
49).
|
Pasal
25
Syarat-syarat
untuk menjadi dan untuk diberhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan
undang-undang
|
Pasal
25
Syarat-syarat
bagi qadli biasa dan muhtasib adalah Muslim, baligh, merdeka,
berakal, adil dan ahli fiqih, bagi qadli mazalim ditambahkan
syarat laki-laki dan mujtahid sedangkan bagi qadli qudlat
hanya ditambahkan syarat laki-laki.
|
|
Pasal
25E
Negara
Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri
Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan
undang-undang.
|
Pasal
25E (Wilayah Negara)
Daulah
Khilafah Islamiyah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslimin di
dunia sebagai suatu kekuatan politik praktis untuk menerapkan dan memberlakukan
hukum-hukum Islam serta mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia sebagai
sebuah risalah dengan dakwah dan jihad. Wilayah Daulah Khilafah Islamiyah
mencakup seluruh wilayah di muka bumi yang di dalamnya diterapkan
hukum-hukum Islam dan keamanannya berada dalam kekuasaan kaum Muslimin
walaupun mayoritas penduduknya bukan Muslim. Batas wilayah daulah Islam
tidaklah statis, tapi dinamis. Artinya, setiap waktu bisa berubah seiring
dengan pemekaran wilayah yang dihasilkan dari proses dakwah dan jihad.
|
Dari Sulaiman bin Buraidah dari bapaknya : “Rasulullah
jika mengutus pemimpin pasukan atau sariyah, beliau berpesan secara khusus
untuk bertaqwa kepada Allah dan agar
bersama kaum muslimin dalam kebaikan, kemudian beliau bersabda :”
berperanglah dengan nama Allah di jalan Allah, perangilah orang yang kafir
kepada Allah, berperanglah dan janganlah berlebihan, jangan berkhianat, dan
jangan merusak dan jangan membunuh orang-orang tua. Jika kalian bertemu dengan musuh yaitu
orang musyrik maka serulah mereka kepada tiga opsi, mana saja mereka terima
maka terimalah dan cukupkan dari mereka, serulah mereka kepada Islam jika
mereka memenuhi ajakanmu maka terimalah dan cukupkan dari mereka, kemudian
serulah mereka untuk merubah (menggabungkan) negeri mereka kepada ke negeri
muhajirin dan beritahu mereka bahwa jika mereka melakukan itu maka bagi mereka seperti halnya bagi
orang muhajirin dan atas mereka sama dengan apa (yang diberlakukan) atas
orang muhajirin, jika mereka menolak menggabungkan negerinya maka beritahukan
kepada mereka agar menjadi seperti orang-orang arab (non muslim/kafir
dzimmiy) yang diberlakukan atas mereka apa yang berlaku atas kaum muslimin,
dan tidak ada bagi mereka berupa fai’iy dan ghanimah kecuali mereka
berperang bersama kaum muslimin”.
Lihat QS. As Saba [34] : 28
|
Pasal
26
1.
Yang
menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan
orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga
negara.
2.
Penduduk
ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di
Indonesia.
3.
Hal-hal
mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.
|
Pasal
26 (Warga Negara dan Penduduk)
Warga
negara Daulah Khilafah Islamiyah terdiri dari kaum Muslim dan non-Muslim.
Warga negara non-Muslim adalah mereka dari kalangan kafir dzimmi
yaitu non-Muslim yang sedang tidak memerangi kaum Muslim dan mereka tunduk
pada hukum-hukum Islam yang diterapkan dalam Daulah Khilafah Islamiyah
kecuali dalam masalah aqidah dan ibadah.
|
* Didasarkan atas hukum dzimiy dan hukum
daru al Islam dan daru al kufru.
* Bagi ahlu dzimah hak mereka seperti hak
kaum muslimin dan kewajiban mereka seperti kewajiban kaum muslimin. Ahlu dzimmah adalah orang yang beragama
selain Islam yang menjadi rakyat negara Islam dan tetap dalam agamanya. Islam menjamin hak dan kewajiban ahlu
dzimmah sesuai dengan pernyataan Al Qur'an dan As Sunah. Firman Allah : “dan jika kamu
menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dnegan adil” (QS.
An Nisaa’ : 58). Firman Allah : “dan
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak
adil. Berlaku adillah, karena adil
itu lebih dekat kepada taqwa” (QS. Al Maa’idah : 8). Firman Allah : “dan jika kamu
memutuskan perkara diantara mereka maka putuskanlah dengan adil ‘ (QS.
Al Maa’idah : 42).
* Yang diberlakukan atas ahlu dzimmah
seperti yang diberlakukan atas kaum muslimin. Rasulullah saw memberlakukan ‘uqubat
(pidana dan sanksi) terhadap orang kafir seperti yang diberlakukan kepada
kaum muslimin. Rasul membunuh orang
yahudi sebagai hukuman karena orang yahudi itu membunuh seorang perempuan.
Dua orang yahudi laki dan perempuan, keduanya berzina lalu Rasul merajam
mereka berdua.
* Perlindungan bagi ahlu dzimmah seperti
halnya perlindungan bagi kaum muslimin.
Sabda Rasul : “barangsiapa yang membunuh jiwa yang terikat dengan
dzimmah Allah dan Rasul-Nya maka ia sungguh telah melanggar dzimmah Allah
dan ia tidak akan mencium baunya surga padahal bau surga itu sudah tercium
pada jarak sejauh perjalanan empat puluh musim”
|
Pasal
27
1.
Segala
warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
2.
Tiap-tiap
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.
3.
Setiap
warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
|
Pasal 27
1. Daulah Khilafah
Islamiyah tidak membeda-bedakan individu warga negaranya dalam aspek hukum,
peradilan, maupun dalam menjamin kebutuhan seluruh warga negara dan sebagainya.
Seluruh warga negara diperlakukan sama tanpa memperhatikan ras, agama,
warna kulit dan lain-lain.
2.
Setiap warga negara mendapatkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban sesuai
dengan ketentuan syari’at Islam.
4.
Seluruh
warga negara yang Muslim memikul tanggung jawab yang sama terhadap Islam
yaitu menampilkan keagungan pemikiran Islam serta mengemban dakwah Islam ke
seluruh alam melalui jihad.
|
Perintah
Allah SWT : “Serulah manusia ke jalan Rabbmu (Islam) dengan
hikmah/hujjah dan nasihat yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
lebih baik.” (QS. An Nahl : 125)
Lihat
Pasal 26.
|
Pasal
28
Kemerdekaan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan
sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
|
Pasal
28
1.
Setiap perbuatan manusia terikat dengan hukum syara’. Tidak dibenarkan
melakukan suatu perbuatan kecuali setelah mengetahui status hukumnya.
2.
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan dan sebagainya harus berasaskan aqidah Islam dan tidak boleh
bertentangan dengan hukum-hukum syara’. Misalnya tidak diperbolehkan
mendirikan perkumpulan yang di dalamnya ada unsur kemaksiatan dan
kemungkaran yang diharamkan oleh syari’at Islam, atau perkumpulan yang
menyebarkan dan memperjuangkan idiologi selain Islam.
|
Firman
Allah:
Dan
tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan
yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan,
akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. (QS. Al
Ahzab 36).
Tiada
suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat
pengawas yang selalu hadir (QS. Qaaf 18).
Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah
orang-orang yang beruntung (QS. Ali Imran 104).
|
Pasal
29
1.
Negara
berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa.
2.
Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
|
Pasal 29 (Agama)
a. Daulah Khilafah Islamiyah berdasar atas
aqidah Islam. Segala sesuatu yang menyangkut struktur dan urusan negara,
termasuk meminta pertanggungjawaban atas tindakan negara harus dibangun
berdasarkan aqidah Islam. Aqidah Islam sekaligus merupakan asas
Undang-undang Dasar dan perundang-undangan yang bersumber dari syari’at
Islam.
b. Daulah Khilafah Islamiyah menerapkan
syari’at Islam bagi seluruh warga negara baik yang Muslim maupun yang
non-Muslim dalam bentuk-bentuk berikut ini :
c. Negara melaksanakan seluruh hukum Islam
atas kaum Muslimin tanpa kecuali.
d. Warga negara non-Muslim dibiarkan memeluk
aqidah dan menjalankan ibadahnya masing-masing.
e. Warga negara Muslim yang murtad dari Islam atas
mereka dijatuhkan hukum murtad jika mereka sendiri yang melakukan
kemurtadan. Jika kedudukannya sebagai anak-anak orang murtad atau
dilahirkan sebagai non-Muslim, maka mereka diperlakukan bukan sebagai orang
Islam sesuai kondisi mereka selaku orang-orang musyrik atau ahli kitab.
f. Dalam hal makanan, minuman, dan pakaian
terhadap warga negara non-Muslim diperlakukan sesuai dengan agama mereka,
sebatas apa yang diperbolehkan hukum-hukum syara’.
g. Perkara-perkara nikah dan talak antara
sesama non-Muslim diselesaikan sesuai dengan agama mereka, namun jika
terjadi antara Muslim dan non-Muslim perkara tersebut diselesaikan menurut
hukum Islam.
h. Hukum-hukum syara’ selain di atas,
seperti mu’amalat, ‘uqubat, bayyinat, ketatanegaraan,
ekonomi, dan sebagainya, dilaksanakan oleh negara atas seluruh warga negara
baik yang Muslim maupun non-Muslim. Pelaksanaannya juga berlaku terhadap mu’ahidin
yaitu orang-orang yang negaranya terikat dengan perjanjian, terhadap musta’minin
yaitu orang-orang yang mendapat jaminan keamanan untuk masuk ke negeri
Islam, dan terhadap siapa saja yang berada di bawah kekuasaan Islam,
kecuali bagi para diplomat, konsul, utusan negara asing dan sebagainya
karena mereka memiliki kekebalan diplomatik.
|
Teks
dalam Piagam Madinah, yang menyebut bahwa sega perselisihan atas perjanjian
masyarakat Madinah dikembalikan kepada Allah dan rasul-Nya (lihat Sirah
Ibnu Hisyam)
|
Pasal
30
|
Pasal
30 (Pertahanan dan Keamana Negara)
1.
Jihad adalah kewajiban bagi seluruh kaum Muslimin dan mobilisasi umum
bersifat wajib. Setiap laki-laki Muslim yang telah berusia 15 tahun
diharuskan mengikuti latihan wajib militer sebagai persiapan jihad.
2.
Angkatan bersenjata terdiri atas dua bagian yaitu: (a) pasukan cadangan
yang terdiri dari seluruh kaum Muslimin yang mampu mengangkat senjata, dan
(b) pasukan tetap / reguler yang telah ditetapkan gajinya dalam anggaran
belanja negara sebagaimana pegawai negeri yang lain.
3.
Angkatan bersenjata merupakan satu kesatuan yang disebut tentara (jaisy).
Dari unsur angkatan bersenjata tersebut kemudian dipilih kesatuan khusus yang diatur dengan
peraturan tersendiri dan dibekali dengan tsaqafah (pengetahuan) tertentu
yang disebut polisi (syurthah).
4.
Kepolisian (syurthah) tersebut bertugas untuk menjaga ketertiban dan
kedisiplinan rakyat dalam menjalankan hukum-hukum syara’ yang telah
ditetapkan oleh negara serta menjaga keamanan dan melaksanakan berbagai
bidang yang bersifat operasional.
5.
Setiap pasukan harus diberikan pendidikan militer semaksimal mungkin,
ditingkatkan kemampuan berfikirnya, dan diberikan tsaqafah Islam
sehingga mereka memiliki wawasan tentang Islam sekalipun dalam bentuk yang
global.
|
Firman
Allah SWT : “Dan siapkanlah kekuatan apa saja yang kalian sanggupi untuk
menghadapi mereka (orang-orang kafir).” (QS. Al Anfal : 60).
Imam
Bukhari telah meriwayatkan dari Anas r.a. yang mengatakan : “Bahwa Qais
bin Sa’ad ketika itu sedang berada di dekat Rasulullah SAW dalam posisinya
sebagai anggota kesatuan polisi (syurthah).”
|
BAB XIII PENDIDIKAN
|
||
Pasal
31
1. Tiap-tiap warga
negara berhak mendapat pengajaran.
2. Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang
diatur dengan undang-undang.
|
Bukan
hanya sekedar pengajaran, tetapi juga pendidikan yang diselenggarakan
secara cuma-cuma atau berbiaya murah.
-
|
Sesuai
dengan tujuan pendidikan Islam untuk membentuk cara berpikir Islam, sikap
jiwa Islam, dan mahir dalam ilmu pengetahuan.
|
Pasal
32
Pemerintah
memajukan kebudayaan nasional Indonesia.
|
Bertentangan
dengan ajaran Islam yang bersifat universal yang hanya akan mengembangkan
kebudayaan Islam dari daerah manapun selama tidak bertentangan dengan
Islam. Selain itu juga, Islam
melarang ‘ashabiyyah.
|
Sabda
Rasulullah saw:
“Siapa saja yang menyeru kepada ashabiyah
(fanatisme golongan/nasionalisme) maka dia tidak termasuk golongan kita
(kaum Muslim).” (HR. Abu Dawud)
Terdapat
pula sejumlah nash (hadits) lain yang melarang ashabiyah (fanatisme
golongan atau nasionalisme).
|
BAB
XIV KESEJAHTERAAN
SOSIAL
|
||
Pasal 33
1. Perekonomian disusun sebagai usaha
bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3.
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
|
Islam
menentukan kepemilikan dalam kategori pemilikan individu, negara, dan umum.
Negara
menjamin aktivitas ekonomi warga negara dalam mengembangkan modalnya
(kepemilikan individu) untuk
usaha-usaha pertanian, industri, dan perdagangan dan jasa dalam batas-batas
kepemilikan individu.
Barang-barang
yang termasuk dalam kepemilikan umum (milik seluruh kaum muslimin) dikuasai
dan dikelola hanya oleh negara (tidak dibenarkan diserahkan kepada individu
atau kelompok perusahan domestik maupun asing) dan hasil atau keuntungannya
dipergunakan untuk memajukan kesejahteraan umum warga negara seperti
pembiayaan pendidikan gratis, pelanan kesehatan gratis, dan jaminan
keamanan gratis serta pembangunan sarana dan prasarana umum seperi masjid, jalan-jalan
dan sebagainya
|
“Maka
putuskanlah perkara diantara mereka menurut apa yang Allah turunkan.” (TQS. Al-Maidah [5]: 48)
Sabda
Rasulullah saw:
“Barangsiapa yang melakukan amal perbuatan
yang bukan berasal dariku, maka amal perbuatannya tertolak.” (HR. Muslim)
“Masyarakat berserikat dalam tiga macam
(sumber alam), (yaitu) air, padang penggembalaan, dan api.” (HR. Abu ‘Ubaid dalam al-Amwaal)
|
Pasal
34
Fakir
miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara
|
Islam
mengharuskan negara untuk memelihara seluruh warga negara tanpa kecuali,
baik mereka itu kaya ataupun miskin.
Negara yang hanya memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar
saja, menunjukkan kedzalimannya terhadap kalangan rakyat lainnya.
|
“Seorang Imam (Khalifah/kepala negara)
adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat. Dan ia akan dimintai pertanggungjawaban
terhadap (pengaturan) rakyatnya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
|
BAB
XV BENDERA,
BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN
|
||
Pasal
35
Bendera
negara Indonesia ialah Sang Merah Putih
|
Bertentangan
dengan liwa (bendera) dan rayah (panji-panji) Rasulullah saw
dan kaum Muslimin. Liwa (bendera) Rasulullah saw berwarna putih
dengan tulisan Lâ ilâha illallâh Muhammad Rasûlullâh berwarna hitam.
Sedangkan rayah (panji-panji) Rasulullah saw berwarna hitam dengan
tulisan Lâ ilâha illallâh Muhammad Rasûlullâh berwarna putih.
|
Diriwayatkan
oleh Abdullah bin Abbas dari Abi Syaikh dengan lafadz:
“Tertulis
pada Rayah Rasulullah saw – Lâ ilâha illallâh Muhammad Rasûlullâh“.
|
Pasal
36
Bahasa
negara adalah bahasa Indonesia
|
Bahasa
resmi negara menurut syari’at Islam adalah bahasa Arab. Hal ini mengingat
bahwa seluruh penyelenggaraan negara dengan penerapan hukum-hukum Islam
bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah yang diturunkan Allah SWT dalam
bahasa Arab. Disamping itu kemajuan berpikir manusia dalakm memecahkan
problematikanya amat ditentukan oleh kemampuan berijtihad. Dan ijtihad tidak akan dapat dilakukan
tanpa kemampuan bahasa Arab.
|
Firman
Allah Swt:
“Kami
telah menurunkan Al-Quran itu sebagai hukum (peraturan) dalam bahasa
Arab.” (TQS. Ar-Ra’du [13]: 37)
|
Pasal
36A
Lambang
negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika
|
Lambang
negara sama dengan bendera. Islam mengakui perbedaan, namun tidak
mencampurkan antara haq dengan bathil.
Semuanya harus dipandu oleh ajaran Islam.
|
Lihat
QS. Al Hujurat [49] : 13
|
Pasal
36B
Lagu
Kebangsaan ialah Indonesia Raya
|
Lagu
bisa dibuat, asal sesuai dengan aqidah, sayriah dan semangat dakwah dan jihad
serta kemuliaan Islam dan kaum muslimin. Yang harus dibela adalah semua
negeri-negeri muslim. Juga, Aqidah
Islam mengharuskan penghambaan dan pengorbanan ditujukan hanya untuk Allah
semata, bukan yang lain.
|
Dalam
piagam Madinah dikatakan bahwa kaum mukmin itu umat yang satu.
Firman
Allah Swt:
“Katakanlah:
‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku (hanyalah) untuk Allah,
Rabbul ‘alamin. Tiada sekutu bagi-Nya. Itulah yang diperintahkan kepadaku
dan aku adalah orang yang mula-mula Muslim.” (TQS. Al-An’am [6]: 162-163)
|
Komentar
Posting Komentar