PEMUDA DAN KEBANGKITAN



Peran Pemuda Dalam Membangkitkan Umat

Pemuda memegang peranan penting dalam hampir setiap perjuangan meraih cita-cita. Dalam sejarah da’wah Islam, pemuda memegang peranan yang sangat penting. Para Nabi dan Rosul diutus Allah untuk menyampaikan ajaran agama terpilih dari kalangan pemuda yang rata-rata berusia sekitar empat puluh tahunan. Dalam alQuran terdapat banyak kisah keberanian pemuda. Rosulullah Muhammad Saw ketika diangkat menjadi rosul berumur empat puluh tahun. Pengikut beliau yang merupakan generasi pertama, kebanyakan juga dari kalangan pemuda bahkan ada yang masih anak-anak.
Mereka dibina oleh rosulullah setiap hari di Daarul Arqam. Diantaranya adalah Ali bin Abi Thalib dan Zubair bin Awwam, yang paling muda ketika itu keduanya berumur 8 tahun, Thalhah bin Ubaidillah (11), al Arqam bin Abi al Arqam (12), Abdullah bin Mas’ud (14) yang kelak menjadi salah satu ahli tafsir terkemuka, Saad bin Abi Waqqash (17) yang kelak menjadi panglima perang yang menundukkan Persia, Jafar bin Abi Thalib (18), Zaid bin Haritsah (20), Utsman bin Affan (20), Mush’ab bin Umair (24), Umar bin Khatab (26), Abu Ubaidah Ibnul Jarah (27), Bilal bin Rabbah (30), Abu Salamah (30), Abu Bakar Ash Shidiq (37), Hamzah bin Abdul Muthalib (42), Ubaidah bin al Harits, yang paling tua diantara semua sahabat yang berusia 50 tahun.

Pemuda gagah berani yang hidupnya didedikasikan hanya untuk kejayaan Islam seperti inilah yang sanggup memikul beban da’wah dan bersedia berkorban serta menghadapi berbagai siksaan dengan penuh kesabaran. Mereka mendapatkan kebaikan, rahmat dan ampunan dari Allah. Mereka inilah yang disebut dengan orang muflih (beruntung).

Umat Islam saat ini masih dililit sejumlah permasalahan krusiall yang bisa menggiring umat menjadi pecundang sejati di era global. Di antaranya masalah kemiskinan. Kalau kita sejajarkan negeri-negeri Islam dari Maroko hingga Indonesia, umumnya masih dibelit kemiskinan yang bersifat struktural dan kultural sekaligus. 

Apalagi kalau kita tukikan pandangan ke negara-negara Afrika dan Asia Selatan, maka angka kemiskinan makin membuncah. Sebutlah negara-negara seperti Nigeria, Sudan, Ethiopia, Senegal, Chad, atau Pantai Gading yang mayoritas Muslim, ternyata masih dibelit kemiskinan akut. Kematian akibat kekuragan gizi alias kelaparan masih menjadi pamandangan biasa di benua hitam. Begitu pula di Asia Selatan. Gejala serupa juga melanda Asia Tenggara, khususnya Indonesia. 

Umat Islam juga masih dibelit korupsi. Di antara problem krusial yang menyebabkan keterbelakangan umat Islam adalah korupsi. Korupsi memang gejala mondial, seiring dengan perkembangan kapitalisme yang merusak, tetapi korupsi di negeri-negeri Muslim betul-betul telah bersifat destruktif. Ironisnya, terjadi pula resistensi atas gerakan antikorupsi. 

Problem lainnya berkaitan dengan sektor pendidikan dan kesehatan yang masih parah. Secara umum negeri-negeri Muslim tergolong sedang berkembang. Secara geografis, umumnya terletak di Afrika dan Asia. Tingkat pendidikan masih memprihatinkan. Masih banyak yang buta huruf. Angka partisipasi di dalam pendidikan masih rendah. Sulit bagi mereka bicara tantangan global, ketika sebagian besar mereka masih sibuk dengan urusan perut. 

Di bidang kesehatan, negeri-negeri Muslim juga masih dibelit berbagai macam penyakit menular. Sementara pemerintahnya yang memiliki anggaran terbatas tidak berdaya. Apalagi sebagiannya hilang di meja-meja birokrasi. Jadi penyebab lainnya, ketidakmampuan menangani atau mengelola sektor kesehatan. Manajemen korup menyebabkan anggaran yang dialokasikan bagi peningkatan kesejahteraan warga menjadi hilang begitu saja. 

Konflik yang berkepanjangan di negeri-negeri Muslim juga problem tersendiri. Secara umum, ini merupakan global paradox, sebagaimana dikatakan John Naisbit dan Patricia Aburden (1990), namun intensitas konflik di negeri-negeri Muslim sangat tidak masuk akal. Sering konflik itu terjadi antara umat Islam sendiri. Kondisi paling memperihatinkan tentu gejala terorisme. berbagai konflik yang terjadi di sejumlah negara berpenduduk mayoritas Islam lebih banyak dipicu oleh faktor eksternal ketimbang internal di antara umat Muslim di negara-negara tersebut. 

Terkait dengan faktor eksternal tersebut, ulama terkemuka Suriah sekaligus pemikir Islam yang buku-bukunya menjadi bacaan wajib di berbagai negara, Prof Dr Wahbah Az-Zuhaili, menegaskan, selama 14 abad negara-negara Arab hidup dalam damai. ”Sejak Amerika Serikat datang dan menanamkan pengaruhnya, justru terjadi perpecahan di negara-negara Arab,” 

Bila kejayaan Islam masa lalu muncul karena da’wah Islam yang banyak ditopang oleh para pemuda Islam yang memiliki sikap perjuangan yang gigih, sanggup menyisihkan waktunya siang malam demi perjuangan Islam, maka demikian juga dengan masa depan Islam. Sunnatullah tidak berubah. Siapa yang unggul maka dialah yang memimpin. Umat Islam di masa lalu terutama para pemudanya unggul karena mereka memeluk Islam secara kaffah, lurus aqidahnya dan taat pada syariat. 

Untuk membangkitkan umat, diperlukan pemuda-pemuda yang mau bergerak secara ikhlas dan sungguh-sungguh untuk meraih kembali kejayaan Islam. Pemuda yang dibutuhkan adalah para pemuda Islam sekualitas para sahabat yang memiliki tauhid yang lurus, keberanian menegakkan kebenaran serta memiliki ketaatan pada Islam. Dengan dorongan peran pemuda inilah maka perjuangan penegakan kembali aturan Allah di muka bumi ini akan berlangsung dengan giat sehingga Islam kembali tegak.

Yakinlah pada diri kita bahwa kita mampu menjadi pribadi-pribadi muslim yang tangguh dan berpengaruh seperti Ali bin Abi Thalib, Imam Syafi’I dll. Insya Allah dengan izin Allah kita akan bisa menjadi seperti mereka asal kita mau serta diiringi dengan usaha yang sungguh-sungguh.   

Pemuda memiliki potensi yang sangat besar dalam melakukan proses perubahan. Pemuda adalah sosok yang suka berkreasi, idealis dan memiliki keberanian serta menjadi inspirator dengan gagasan dan tuntutannya. Ummat Islam saat ini sedang menantikan siapa yang akan mengembalikan bangunannya kembali, mengeluarkan mereka dari kejahiliahan, dan menyelesaikan problem-problem keumatan. Bukan hanya ulama, umara, politisi atau pengusaha yang mampu mengatasi problematika umat, tapi juga pemuda memiliki peran yang lebih penting. Dengan segala potensi yang dimilikinya, pemudalah yang diharapkan mampu menyelesaikan problematika umat.

Generasi muda adalah penentu perjalanan bangsa di masa berikutnya. generasi muda, mempunyai kelebihan dalam pemikiran yang ilmiah, selain semangat mudanya, sifat kritisnya, kematangan logikanya. Pemuda adalah motor penggerak utama perubahan. Pemuda diakui perannya sebagai kekuatan pendobrak kebekuan dan kejumudan masyarakat.

Sehingga kita menyadari bahwa masa depan islam terletak diatas pundak para pemudanya. Merekalah yang memegang kendali bahtera islam. Kemanapun mereka mau, maka  kesanalah bahtera itu melaju. Dari sini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa kebangkitan islam di masa mendatang dimanifestasikan oleh pemuda, dengan syarat mereka mempunyai kesadaran dan kecintaan penuh pada agamanya. Jika prasyarat ini gagal ditanamkan pada jiwa mereka, niscaya tragedi kebangkitan islam tidak akan pernah berkumandang di dunia ini, akibatnya sekularisme seperti di Turki akan terulang-ulang lagi di negeri-negeri Islam. Maka, lahirlah Ataturk-Ataturk baru yang mengagumi Barat beserta aturannya. Tentu kita tidak ingin sekulerisme ini terus terulang yang dapat mendatangkan murka Allah. Oleh karena itu, satu-satunya cara yang bisa kita lakukan adalah dakwah menyeru umat untuk kembali kepada Islam dan menanamkan kesadaran dan kecintaan penuh pada agamanya kepada para pemuda muslim untuk bersama-sama berjuang demi kembali tegaknya Daulah Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian. Wallahu a’lam. 


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hukum Memisahkan Tamu Pria dan Wanita Dalam Walimah

MEMBANGUN KELUARGA IDEOLOGIS

HTI: ISIS TAK PENUHI KRITERIA SYARIAT DIRIKAN KHILAFAH