Kehormatan Tak Berbingkai Dalam Sistem Demokrasi




“Kehormatan Tak Berbingkai Dalam Sistem Demokrasi”
By : Subianti Suyud S. Alipin
Pemerhati Masalah Perempuan dan Founder Sharima
(Sharing Remaja Muslimah Kabupaten Bandung)

              Terhenyak batin kita manakala menyaksikan kasus-kasus asusila merajalela bahkan menjadi epidemik di negeri ini. Negeri dengan mayoritas kaum Muslim harus menyaksikan terinjak-injaknya harga diri perempuan dan anak-anak, manakala kehormatan mereka tergadai secara paksa dan hilang dalam sekejap mata. Kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak-anak di dunia telah menjadi epidemik. Nasib malang menimpa KD (14), siswi kelas 3 SMP di Kecamatan Pameungpeuk, Kabupaten Bandung. TH, seorang polisi berpangkat brigadir menodainya setelah mencekokinya minuman keras. Aksi ini dilakukan TH sebanyak dua kali pada hari yang sama di dua tempat berbeda. Korban melaporkan kejadian ini kepada kedua orangtuanya kemudian melaporkannya ke Polres Bandung. Pelaku sudah di tahan dan dijerat pasal 82 UU No. 32 tahun 2003 tentang perlindungan anak. (TRIBUNnews.com, Sabtu 2 Februari 2013).
            Kasus di atas merupakan salah satu kasus yang telah menjadi epidemic di negeri ini, yang merupakan buah dari diterapkannya sistem Demokrasi. Telah nampak nyata dalam pandangan kita, bagaimana kehormatan seorang manusia tak ada harganya sama sekali. Kasus demi kasus pun dipandang biasa sehingga cukup diberi sanksi penjara atau denda yang ujung-ujungnya tak memberikan efek jera bagi pelakunya dan tak ada jaminan bagi korban. Sistem Demokrasi telah membawa efek yang sangat berbahaya dalam tatanan kehidupan umat manusia khususnya kaum perempuan.  Seperti yang diungkapkan oleh Syeikh Taqiyuddin An Nabhani dalam kitabnya An Nizhomul Islam : “ Demokrasi adalah ide yang diemban oleh Mabda Kapitalisme, bahwasannya manusialah yang berhak membuat peraturan (undang-undang), rakyatlah yang menggaji kepala Negara dan rakyat juga yang berhak mencabut kekuasaan itu dari penguasa sesuai dengan kehendaknya.“ (Kitab Nidzomul Islam, hal 32 cetakan ke-2, 1953). Dampak dari ide demokrasi ini adalah terjadinya berbagai penyimpangan dan kerusakan dalam semua lini kehidupan sehingga rasa aman pun tidak ada lagi, korban merasa terancam dan tidak aman sekalipun ia hidup di rumahnya sendiri.
            Keniscayaan sebuah Undang-Undang adalah untuk mengikat warga negaranya agar senantiasa taat dan tunduk pada Undang-undang tersebut. Aparat keamanan dalam negeri seharusnya bertanggungjawab atas pelaksanaan UU oleh Negara. Akan tetapi kasus di atas sudah cukup menjadi cerminan, agar tak ada lagi penyimpangan. Sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad saw : “ Akan ada di akhir zaman para penguasa sewenang-wenang, para pejabat pemerintah yang fasik, para hakim pengkhianat, para ahli hukum (fukoha) pendusta. “ (HR. Thabrani)
           
              Hanya Daulah Khilafah Islam yang menerapkan sistem keamanan dalam negeri dengan berlandaskan aturan Alloh Swt dan RasulNya. Sebuah sistem, sejatinya mampu menjadi suatu pelindung dan harapan yang akan menjadi tameng bagi manusia dalam menyelesaikan semua problem kehidupannya. Hal ini suatu kemestian yang harus ada dan menunjukkan keshohihan sebuah sistem tersebut. Islam mensyari’atkan untuk mencegah manusia dari tindak kejahatan. Alloh Swt berfirman:
Dan dalam hukum qishosh itu ada jaminan kelangsungan hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa”. (QS.Al-Baqoroh: 179)
Sangat jelas upaya yang dilakukan oleh penguasa yaitu dengan menerapkan jaminan kelangsungan hidup bagi warga negaranya. Yang berfungsi sebagai  Jawabir (penebus dosa) dan Zawaajir (pencegahan). Keberadaannya sebagai Jawabir adalah sebagai penebus kesalahan umat manusia di dunia, sehingga akan terbebas dari hukuman di akhirat. Keberadaannya disebut sebagai zawaajir, sebab dapat mencegah manusia dari tindak kejahatan di dunia.
                 Salah satu Departemen yang mengurusi keamanan dalam negeri dalam struktur Negara Khilafah Islam (Az Hijah Ad Dawlah Al Khilafah Islamiyyah) adalah Departemen Keamanan Dalam Negeri yaitu departemen yang mengurusi segala bentuk gangguan keamanan. Departemen ini juga mengurusi penjagaan keamanan di dalam negeri melalui satuan kepolisian dan ini merupakan sarana utama untuk menjaga keamanan dalam negeri. Departemen Keamanan Dalam Negeri berhak menggunakan satuan kepolisian kapanpun dan seperti yang diinginkannya. Perintah departemen ini harus segera dilaksanakan. Adapun jika keperluan menuntut untuk meminta bantuan pasukan, maka departemen ini wajib menyampaikan perkara tersebut kepada kholifah. Kholifah berhak memerintahkan pasukan untuk membantu Departemen Kemanan Dalam Negeri, atau dengan menyiapkan kekuatan militer untuk membantu Departemen Keamanan Dalam Negeri untuk menjaga keamanan, atau perkara lain menurut pandangan kholifah. Kholifah juga berhak menolak permintaan Departemen Keamanan dalam Negeri itu dan memerintahkannya agar mencukupkan diri dengan satuan kepolisian saja.  Sebagai cerminannya pada masa Rosululloh Saw. Saat itu ada seorang muslimah yang diganggu dan dilecehkan seorang yahudi di pasar Madinah. Kabar itu sampai kepada Rosululloh Saw sehingga beliau mengirimkan tentara untuk mengusir kaum yahudi tersebut. Hal serupa terjadi pada masa kholifah Mu’tashim Billah. Pada saat itu Kholifah Mu’tashim mengirimkan ribuan tentara hanya untuk membela kehormatan seorang muslimah. Begitulah gambaran bagaimana penjagaan kehormatan seorang wanita dalam Islam. Hal itu tentu akan terjadi ketika semua aparat yang berwenang memandang sebuah jabatan sebagai amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Alloh Swt.  Satuan kepolisian beranggotakan laki-laki yang sudah baligh dan memiliki kewarganegaraan Daulah Khilafah Islamiyyah. Wanita juga boleh menjadi anggota kepolisian untuk melaksanakan tugas-tugas wanita yang memiliki hubungan dengan tugas-tugas keamanan dalam negeri. Negara akan mengeluarkan undang-undang yang khusus untuk mengatur masalah ini sesuai dengan hukum-hukum syari’ah. Selain bertugas menghalau berbagai gangguan keamanan dalam negeri, Departemen keamanan pun bertugas memberikan treatment (perlakuan) terhadap orang-orang yang dikhawatirkan menimbulkan kemadharatan dan bahaya. Treatment ini bertujuan untuk menghilangkan kemadharatan mereka dari dan terhadap umat serta Negara.
          Sudah saatnya kita kembali kepada penerapan Syari’at dalam bingkai Khilafah dan mencampakkan Sistem Demokrasi yang jelas gagal dalam menjaga kehormatan dan keamanan warga negaranya. Kita sebagai umat Islam harus berupaya untuk bersama-sama mengkampanyekan urgensitas penerapan Syari’ah dan Khilafah di negeri kaum Muslimin. Upaya ini adalah satu-satunya yang akan menghantarkan kita kepada kemuliaan di dunia dan semata mengharapkan keridhoan Alloh Swt menuju pertemuan denganNya di yaumil akhir dengan berbuah manis Jannatul Firdaus. Aamiin.
Wallahu’alam bi showab.           


















































Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hukum Memisahkan Tamu Pria dan Wanita Dalam Walimah

MEMBANGUN KELUARGA IDEOLOGIS

HTI: ISIS TAK PENUHI KRITERIA SYARIAT DIRIKAN KHILAFAH