GOLPUT, HARAMKAH?



GOLPUT AKAN MEMBERIKAN JALAN BAGI ORANG KAFIR UNTUK BERKUASA, MAKA DARI ITU GOLPUT HARAM. BENARKAH?

Ada yang menyatakan bahwa golput mempermudah orang kafir menjadi pemimpin. Bukankah hal seperti ini haram?

Harus dipahami beberapa hal sebagai berikut.

Pertama,
Mencermati kalimat di atas, kita jangan tertipu. Pernyataan di atas ingin menyatakan bahwa golput itu haram karena memperbesar peluang orang kafir menjadi pemimpin. Sekali lagi, jangan tertipu. Maksudnya bagaimana?

Pernyataan di atas, sebenarnya tidak berbeda dengan pernyataan berikut: “Pilihlah partai Islam dalam pemilu, sebab jika tidak pemerintahan akan dikuasai orang kafir. Jika dikuasai orang kafir, maka akan membahayakan umat Islam.” Ini adalah isu basi yang sudah sejak lama terbantahkan. Dengan redaksi yang berlainan, pernyataan di atas seolah-olah ingin menyembunyikan hakikat dari bantahan pada pernyataan kedua. Padahal, substansi kedua redaksi pernyataan tersebut adalah sama.

Kedua,
Pernyataan di atas hanyalah berangkat dari asumsi-asumsi yang tidak jelas. Taruhlah untuk kasus pemilu Indonesia di tahun mendatang (2014). Akan bisa diprediksi bahwa calon-calon presiden yang akan maju dalam pilpres, sepertinya memang tidak ada yang berasal dari orang kafir. Menurut berbagai lembaga survei, calon-calon presiden di pilpres 2014, seluruhnya adalah orang Islam (sekali pun sekuler). Berangkat dari kenyataan ini, maka pernyataan di atas tidak bisa diberlakukan alias hanya omong kosong. Sebab, kenyataannya tidak ada satu pun orang kafir yang akan maju dalam pilpres. Tetapi, sekali pun capresnya orang Islam semua, mereka tidak ada satu pun yang akan menegakkan syariat Islam secara kaaffah. Jadi, kenyataan sebenarnya adalah sama. Kedua hal tersebut (baik capresnya muslim atau kafir, baik capresnya aktivis dakwah atau muslim sekuler/munafik), esensinya sama. Sama-sama, tidak akan membuat syariat Islam tegak di Indonesia. Justru, dengan keterlibatan aktivis Islam di pemerintahan Indonesia, akan semakin mengokohkan bentuk pemerintahan dan bentuk negara Indonesia ini. Artinya, negara ini akan tetap apa adanya dan tidak akan berubah menjadi negara yang menerapkan syariat Islam secara kaaffah (negara khilafah).

Kemudian, jika pernyataan di atas diberlakukan untuk kasus di negara-negara Barat, misalnya Amerika Serikat. Padahal, di Amerika Serikat, kepala negara atau kepala pemerintahan yang akan maju dalam pilpres itu berasal dari kalangan orang kafir. Lantas bagaimana orang Islam menyikapinya? Kalau ikut pemilu, juga tentu salah, karena capresnya orang kafir semua. Itu artinya mendorong orang kafir maju sebagai pemimpin. Di sisi lain, jika bersikap golput, itu sama juga orang kafir akan tetap maju menjadi pemimpin negara. Lalu bagaimana? Maju kena, mundur juga kena. Bagaimana pernyataan di atas bisa diterapkan pada kasus seperti ini? Apa hukum ikut pemilu atau hukum golput akan diubah lagi? Akan jadi aneh bukan?

Ketiga,
Kalau yang menjadi latar belakang pengharaman golput itu adalah karena “orang kafir akan menguasai dan menghancurkan orang Islam”, itu tampaknya terlalu berlebihan. Bahaya itu tetap saja ada sekali pun yang menguasai pemerintahan orang kafir atau orang Islam yang pro terhadap sistem ini. Buktinya, harta rakyat habis-habisan diserahkan kepada asing. Rakyat hanya gigit jari. Tetapi pemerintahan tidak peduli, sekali pun rakyat kelaparan dan kekurangan gizi. Bukti yang menunjukkan bahwa bahaya itu ada (sekali pun pemerintahan dikuasai mayoritas muslim), cukup banyak. Kita bisa melihat realitasnya di sekitar kita. Kemiskinan, kebejatan moral rakyat dan pejabat, suap, korupsi, pengkhianatan terhadap rakyat dengan menjual aset rakyat, dan sebagainya. Dengan melihat realitas yang ada, berarti permasalahan sesungguhnya bukan pada “siapa yang menguasai pemerintahan: kaum muslim atau kaum kafir”. Tetapi persoalan sesungguhnya, adalah pada sistemnya. Buktinya, ketika pemerintahan dikuasai orang Islam pun, kondisinya juga tidak lebih Islami dan tidak lebih baik.

Keempat,
pernyataan di atas, jika diterapkan di Indonesia, ternyata tidak terbukti sama sekali. Tidak sesuai dengan realitas. Salah satu partai berbasis massa Islam, dari pemilu 1999 hingga 2009, suaranya terus menanjak naik dan posisinya di pemerintahan tentu semakin kuat. Bahkan di beberapa daerah telah memenangi pilkada. Logikanya (ini jika kita menggunakan logika tadarruj/penerapan syariat Islam secara bertahap), seharusnya Indonesia bisa lebih baik dari tahun ke tahun. Tetapi kenyataan justru sebaliknya, Indonesia semakin liberal. Liberalnya gila-gilaan banget. Nah, dengan melihat kenyataan ini, maka kesimpulannya adalah bahwa bahaya yang sesungguhnya adalah datang dari sistem yang diterapkan di negeri ini, yaitu sistem demokrasi, yang dengannya seks bebas marak, yang dengannya akal manusia tak terpelihara, kehormatan manusia tergadai, harta rakyat terampas, dan kesombongan manusia terhadap Allah semakin menjadi-jadi. Inilah bahayanya. Maka bahaya ini harus dihilangkan, sebagaimana hadis Rasulullah saw.:
“Laa dharara wa laa dhiraara (Tidak boleh berbuat sesuatu yang membahayakan)”

Kelima,
Ya, memang bisa jadi pernyataan di atas berangkat dari ketakutan sebagian kalangan jika pemerintahan dikuasai orang kafir, atau minimal orang Islam sekuler. Maka, tidak heran jika mereka selalu menyerukan agar umat memilih partai Islam yang menjadi lawan politik bagi partai sekuler. Nah, tapi permasalahannya adalah, partai-partai Islam yang ada di pemerintahan itu justru terlihat tidak konsisten ketika dalam menjalankan roda pemerintahan mereka justru berkoalisi dengan partai sekuler. Alasannya bermacam-macam, bisa dibuat. Mulai dari ingin berbuat nyata untuk rakyat-lah, atau ingin mewarnai pemerintahan dengan warna Islam-lah, atau agar umat Islam punya peran di pemerintahan-lah, dan sebagainya. Ini sangat aneh bukan? Sejak sebelum pemilu mengajak orang untuk tidak golput dan tidak memilih partai sekuler, setelah pemilu, malah berkoalisi dengan partai sekuler. Ini apa namanya jika bukan pembohongan publik? Terlihat jelas, bahwa "golput akan memberikan jalan bagi orang kafir/orang sekuler berkuasa" hanyalah akal-akalan politik semata.

Keenam,
Pernyataan di atas bisa jadi terlontar dari kalangan aktivis partai Islam yang ada di parlemen. Sementara, suara partai-partai tersebut semakin lama semakin tidak laku. Termasuk soal "isu yang diangkat partai Islam", itu juga sudah tidak laku lagi. Karena tidak laku, maka partai harus bisa "menekan" rakyat bahwa mereka tidak boleh golput. Karena golput itu membukan jalan orang kafir untuk berkuasa. Padahal, dengan semakin sedikitnya golput, maka partai Islam akan kebagian suara. Jika mereka kebagian suara, itu artinya mereka akan memiliki wakil di pemerintahan. Jika mereka memiliki wakil di pemerintahan, itu artinya mereka akan bisa "bekerja kongkret" sebagaimana yang selama ini mereka dengung-dengungkan. Oleh karena itu, bisa jadi pernyataan di atas terlontar dari orang yang memang memiliki kepentingan politik di tahun 2014, misalnya seorang caleg atau simpatisan dari partai politik peserta pemilu 2014. Jadi, pernyataan di atas tidak lebih dari kegalauan politik menghadapi lemahnya dukungan umat kepada partai politik.
Ketujuh,
Marilah kita ajak umat untuk selalu memilih partai politik yang ideologis. Jangan biarkan umat diam tidak memilih. Tapi arahkan umat untuk memilih partai Islam ideologis yang teguh memegang prinsip, tidak pernah membeli, dan tidak akan bisa dibeli oleh siapa pun atau kondisi apa pun. sekali pun partai politik Islam ideologis itu tidak berada dalam pemerintahan.

Dialog imajiner (2)

A : Terangkan kenapa HT dalam perjuangannya menegakkan kembali daulah Khilafah memilih cara thalabun nusrah daripada jihad.

B : Begini saudaraku, seorang sejarahwan Barat pernah menulis bahwa satu-satunya revolusi yang tidak menumpahkan darah setetespun yang pernah terjadi di muka bumi ini adalah revolusi yang dilakukan oleh Muhammad saw mendirikan daulah Islamiyah di Medinah.
Salah satu kunci keberhasilan Rasulullah hingga revolusi yang dilakukan beliau begitu damai, adalah berkat adanya aktifitas thalabun nusrah yang beliau lakukan.
Tanpa saya tanya pun, saya yakin antum pasti lebih setuju pada penegakan daulah Khilafah tanpa pertumpahan darah, daripada adanya pertumpahan darah. Betul ?

A : Betul. Menarik apa yang antum sampaikan. Tapi saya belum bisa menangkap apa kolerasinya thalabun nusrah dengan revolusi yang tidak menumpahkan darah.

B : Maaf, kayaknya biar lebih jelas, saya akan paparkan dari awal.

A : Silahkan.

B : Revolusi atau perubahan mendasar dan menyeluruh dan sekaligus, selamanya bermula dari adanya pemikiran yang berbeda dengan status quo. Pada masa Rasulullah, pemikiran itu adalah Islam yang diwahyukan Allah kepada Rasulullah, yang berbeda dengan pemikiran Jahiliyah. Tanpa adanya satu pemikiran yang berbeda, tentu tidak akan mungkin ada perubahan.

Pemikiran itu, jika hanya tinggal di dalam kepala satu orang saja, umpamanya Islam hanya ada di benak Rasulullah, maka sampai kapanpun tidak akan mungkin ada perubahan. Maka pemikiran itu harus disebar, harus ditawarkan kepada masyarakat luas. Disini, jika yang menawarkan hanya satu orang, maka jangkauan penyebarannya akan sempit dan akan lama baru tersebar luas. Karenanyalah dibutuhkan kelompok yang tugasnya sebagai penyebar pemikiran ini.

Ini dilakukan Rasulullah dengan pengkaderan para hamlud dakwah, seperti yang termashur, pengkaderan yang dilakukan sembunyi-sembunyi di rumah Arqam. Dari pengkaderan inilah akan muncul kelompok penyebar pemikiran tadi.

Setelah kelompok penyebar ini sudah mantap tsaqafahnya tentang pemikiran tadi, maka barulah diadakan interaksi dengan masyarakat luas. Ini adalah kunci kedua perubahan, yaitu membuat masyarakat setuju pada pemikiran beda yang ditawarkan. Tanpa adanya kesetujuan masyarakat, mustahil akan terjadi perubahan/revolusi. Ini dilakukan sampai masyarakat mayoritas, jika tidak bisa semua, setuju akan pemikiran yang ditawarkan.

Ketika masyarakat sudah setuju, apa sudah bisa dilakukan revolusi ? Rasulullah mencontohkan, tidak. Beliau justru sibuk melakukan aktifits thalabun nusrah ( meminta dukungan dari pihak yang punya kekuatan ). Kenapa ini harus dilakukan ? Kenapa tidak langsung saja frontal masyarakat berhadapan dngan penguasa ?

Inilah kuncinya revolusi damai tadi. Jika masyarakat yang mayoritas sudah setuju untuk perubahan langsung mengadakan gerak revolusi, akan berpotensi mendapat perlawanan dari penguasa yang merasa terancam kekuasaannya. Perlawanan dari penguasa yang masih memegang kendali militer ini sangat berbahaya. Apa yang terjadi di Syria, dimana awalnya masyarakat hanya demo menuntut turunnya Assad, tapi kemudian dibalas dengan pembantaian oleh militer yang masih dikuasai Assad, jadi contoh nyata untuk ini.

Thalabun nusrah ini gunanya untuk menghindari terjadi hal yang begini. Akan diupayakan sehingga militer pun setuju dan menerima serta mendukung perubahan yang mereka lihat juga sudah disetujui rakyat.
Jika ini sudah terjadi, rakyat setuju, dan militer berada dibelakang mereka, maka penguasa tidak akan berkutik lagi. Walaupun tidak rela kekuasaannya berakhir, namun dia tidak punya kekuatan untuk mempertahankan kekuasaannya. Juga tidak punya kekuatan untuk menghentikan desakan dari rakyatnya.

Hasilnya, ya itu, apa yang diakui sejarahwan Barat tadi. Revolusi yang tidak meneteskan setetes darah.

A : Begitu .... baru jelas bagi saya apa kelebihan metode thalabun nusrah ini. Tapi bagaimana dengan, katakanlah Syria yang sudah terjadi pertumpahan darah ?

B : Tahapan ini tetap bisa dilakukan dan memang sedang dilakukan disana. Hanya saja kondisinya sedikit berbeda, karena sudah terlanjur terjadi perang. Seperti saya sebut tadi, perang di Syria ini terjadi karena rakyat disana sudah bergerak sebelum melengkapi tahapan seperti yang dicontohkan Rasulullah diatas. Tapi itu sudah terjadi, tidak perlu kita bahas lagi. Sekarang di Syria, perlawanan rakyat sudah perlawanan bersenjata, dn tidak mungkin lagi rasanya untuk meminta mereka menghentikan perlawanan bersenjata, mengingat jika mereka berhenti, mereka akan dihabisi oleh militer Assad.

Maka khusus untuk wilayah yang sudah ada konflik seperti Syria, Afghanistan, Irak, HT secara keorganisasian disana tetap melakukan tahapan penyebaran pemikiran dengan tujuan perlawanan yang semula hanya ingin menumbangkan Assad ini berubah tujuannya menjadi perjuangan penegakan daulah Khilafah. Kemudian, brigade-brigade mujahidin akan dijadikan sebagai ahlul-quwwah - pihak yang punya kekuatan - sehingga thalabun nusrah ditujukan kepada mereka, bukan kepada militernya Assad.

Namun secara individu, seluruh syabab HT di wilayah konflik itu selaku muslim, wajib ikut mengangkat senjata melawan kedzaliman Assad dan kekuatan Hizbullah yang ingin menghabisi umat Islam disana. Hanya saja, karena ini adalah kewajiban individu, bukan keorganisasian, maka tidak akan ditemui brigade Hizbut Tahrir, atau rigade bentukan Hizbut Tahrir disana. Syabab Hizbut Tahrir bergabung secara individu kepada brigade mujahidin yang paling dekat dengan mereka, dengan satu persyaratan, brigade itu adalah brigade yang memang sudah berkomitmen untuk memperjuangkan penegakan daulah Khilafah.

A : Cukup jelas dan membuat saya mengerti kini. Bagaimana dengan syabab HT di luar daerah konflik, seperti di Indonesia. Apa tidak jadi kewajiban bagi mereka untuk ikut jihad ke wilayah konflik, seperti Syria ?

B : Jika yang mau ditegakkan itu adalah Daulah Khilafah yang wilayahnya cuma Syria, maka syabab HT harus berangkat kesana untuk ikut jihad. Namun daulah Khilafah itu nantinya targetnya adalah keseluruhan negeri-negeri muslim, maka jika seluruh syabab HT tumpah ruah ke Syria, akan terbengkalai gerakan perubahan di negara mereka masing-masing. Kita tidak tahu sampai detik ini, dimana bakal jadi wilayah awal tegaknya daulah Khilafah. Walau sepertinya besar kemungkinan di Syria, tapi mengingat sengitnya perlawanan disana, bisa jadi nanti keduluan tempat lain, seperti Pakistan, atau Indonesia, atau tempat lainnya.

Makanya syabab HT di wilayah/negara masing-masing, fastabiqul khairat, berpacu untuk mengubah wilayah masing-masing agar menjadi awal tegaknya daulah Khilafah. Dengan dikuasainya satu negara, maka dengan spontan militer negara itu akan dibawah kendali daulah Khilafah, dan ini akan bisa sepenuhnya dikerahkan untuk membantu wilayah-wilayah konflik, dimanapun itu.

Dan jikapun ternyata daulah Khilafah tegak di Syria, maka dengan terus berlangsungnya penyebaran ide oleh syabab HT di seluruh negeri muslim, maka insyaallah proses reunifikasi/ penyatuan seluruh negeri-negeri itu dengan wilyah awal daulah Khilafah akan mudah terjadi. Sebaliknya, jika seluruh syabab HT meninggalkan negri masing-masing dan berjuang di Syria, maka jika Syria menjadi daulah Khilafah, negeri-negeri lainnya akan sulit untuk disatukan, karena masyarakatnya belum setuju dengan penegakan daulah Khilafah, akibat berhentinya seruan atau penyebaran opini di negeri-negeri itu, krena para penyebar opini sudah meninggalkan negeri dan berjuang di Syria.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hukum Memisahkan Tamu Pria dan Wanita Dalam Walimah

MEMBANGUN KELUARGA IDEOLOGIS

PENCABUTAN STATUS BHP HTI BANYAK CACATNYA