*KETIKA ORANG GILA JADI TERORIS*

 *Ahmad Sastra*

Gelombang kebangkitan umat Islam semakin membuat musuh-musuh Islam panik tingkat dewa hingga mengerahkan sisa-sisa pasukannya yang sudah gila. Sebentar lagi mereka akan semakin gila dan binasa. Selamanya musuh-musuh Allah akan terus berusaha memadamkan cahayaNya. 

Kontroversi menyeruak pasca kematian Ustadz Prawoto di tangan orang yang diduga gila. Cepatnya laporan pihak kepolisian akan kondisi kejiwaan pelaku, tidak lantas membuat masyarakat percaya. Justru sebaliknya, masyarakat mencurigai ada motif lain dibalik aksi teror orang gila yang makin meresahkan ini. 

Hingga tulisan ini dibuat di beberapa daerah telah banyak orang gila dan pura-pura gila terlihat mendekati mushola dan masjid-masjid. Banyak pula yang telah ditangkap oleh warga, dan terbukti pura-pura gila. Lebih tepat jika orang gila kini tengah menjadi teroris yang meneror kaum muslim.  

Secara psikologis, orang gila tidak mungkin merencanakan pembunuhan, terlebih waktu dan sasarannya. Kesamaan waktu aksi orang gila di waktu subuh dan para ustadz yang menjadi sasaran pembunuhan, maka selain patut dicurigai, aksi ini juga dicurigai sebagai upaya mengkonstruksi opini publik untuk kepentingan politis tertentu. 

Mungkin istilah ‘kebetulan yang sempurna’ tepat jika dikaitkan dengan peristiwa teror orang gila ini. Pembunuhan Prawoto, seorang Komandan Brigade Pimpinan Pusat Persis  dan tindak penganiayaan terhadap Mama Ajengan  Emon Umar Basri pengasuh Pesantren Al Hidayah Santiong Cicalengka adalah dua peristiwa yang memiliki kesamaan. 

Jika dibangun argumen sederhana bahwa antara pelaku dan korban serta momentum, maka bisa dikatakan teroris orang gila ini adalah rekayasa yang di kendalikan. Dari kronologi yang begitu rupa, di beberapa daerah terbukti pelakunya berpura-pura gila. 

Di Indonesia, budaya berpura-pura dengan motif  tertentu sudah sering terjadi. Berpura-pura sakit untuk menghindari tuntutan pengadilan atau tugas, berpura-pura miskin dan cacat untuk mendapat belas kasih orang lain dengan menjadi pengemis dan bahkan berpura-pura lupa untuk menghindari berbagai tuduhan adalah beberapa contoh budaya itu. 

Maka jika kemudian ada yang berpura-pura gila, menjadi sebuah keniscayaan, tinggal polisi harus mengungkapnya.  Bahkan di musim pemilu, seringkali para calon berpura-pura baik untuk tujuan menipu rakyat. Secara psikologis, perilaku berpura-pura merupakan gangguan jiwa. 

Untuk para ustadz dan kyai yang mendapat kezaliman dari orang gila hingga menemui ajal, maka ajal adalah hak Allah semata, terlepas bagaimana cara Allah membuat skenario. Sementara orang gila yang telah menganiaya dan membunuh pejuang Islam dan kyai, jika benar dia sakit jiwa, maka adalah musibah yang menimpanya.

Namun jika ia berpura-pura, dilihat dari indikasi kronologisnya, maka sungguh itu adalah bentuk terorisme yang terlaknat dan harus dihentikan oleh negara. Negara harus berdiri tegak menjaga para ulama. Sejarah kelam masa lalu, dimana gerakan komunisme telah banyak membantai para ulama semestinya menjadi catatan penting bagi upaya mengungkap tragedi hari ini. 

Jika negara tidak juga mau hadir, maka cukuplah sejarah masa lalu dimana para kyai menjadi sasaran pembunuhan menjadi pelajaran bagi umat Islam hari ini untuk terus waspada dan menyatukan langkah konsolidasi dan bersatu. Saatnya umat Islam bersiap diri menghadapi teroris gila yang memusuhi Allah dengan berbagai persiapan yang terbaik. 

Islam atau muslim itu seperti lebah yang cinta damai dan baik hati, menebar kebaikan sebagai manivestai ketundukan kepada Allah. Namun jika agama dan ulama diusik dan dizalimin, maka pantang mundur bagi kaum muslim. Jihad membela agama Allah adalah kemuliaan. Mari terus berjuang menegakkan Islam, agar seluruh kezaliman bisa lenyap dari muka bumi. 

Terorisme hanya milik orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasulullah, bukan umat Islam. Islam dan kaum muslimin adalah manusia yang dilahirkan untuk menciptakan perdamaian. Islam dan terorisme adalah tuduhan keji kaum begundal anti Islam. 

Ketika orang gila telah jadi teroris yang menyasar para ulama sebagai penjaga agama, maka cukuplah dua firman Allah ini sebagai renungan bagi kaum muslimin dalam menyikapi kondisi genting ini : 

Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu *[QS Al Hajj : 39]*

Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan) *[QS Al Anfal : 60].*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hukum Memisahkan Tamu Pria dan Wanita Dalam Walimah

MEMBANGUN KELUARGA IDEOLOGIS

PENCABUTAN STATUS BHP HTI BANYAK CACATNYA