NESTAPA PAPUA KARENA KAPITALISME GLOBAL
Oleh : Agung Wisnuwardana
Benny Wenda (Tokoh Papua Merdeka) mengatakan kepada The Guardian, Senin (12/8/2019), bahwa pelanggaran HAM dan penindasan sipil yang saat ini merusak provinsi Papua Barat adalah "kanker di kanker di dalam hati orang-orang Pasifik"
.
Ungkapan Wenda disampaikan menjelang pertemuan Forum Kepulauan Pasifik yang akan mengangkat isu HAM dan Papua Merdeka
.
Tak berselang lama kemudian muncul kerusuhan di asrama mahasiswa Papua, Jalan Kalasan No.10, Surabaya, Jawa Timur pada Jumat (16/8/2019) sore
.
Isu yang mencuat di publik adalah rusuh di Surabaya bernuansa rasis karena adanya teriakan "mahasiswa Papua monyet"
.
Dan kemudian hari senin (19/8/2019) terjadi kerusuhan di Manokwari yang berujung pada pembakaran kantor DPRD dan bendera merah putih
.
Kejadian-kejadian tersebut seperti berurut dan disinyalir ada nuansa pengkondisian
.
Semuanya tak bisa dilepaskan dari proses internasionalisasi isu HAM dan Papua Merdeka yang telah berlangsung lama dan terus dicarikan momentumnya
.
Dengan bungkus ketidakadilan pada rakyat Papua, akhirnya beberapa kalangan yang diback up oleh kekuatan asing mendorong Papua Merdeka
.
Dibumbui dengan semangat ras melanesian yang berbeda dengan ras kebanyakan rakyat Indonesia
.
Dalan konteks hukum internasional juga berat karena menurut Perjanjian Westphalia semua bangsa dengan identitas sejenis dapat menentukan nasib sendiri (baca : merdeka)
.
Hal inilah yang dimakaud dengan konsep negara bangsa (nation state)
.
Artinya kalo negeri ini masih mempertahankan konsep negara bangsa maka sangat berpeluang terjadi pecah belah karena di Indonesia banyak suku bangsa yang masing-masing memiliki hak untuk merdeka
.
Dalam konteks kapitalisme global, keberadaan konsep nation state yang pastinya sekuler di negara berkembang akan memudahkan strategi penjajahan gaya baru di negara berkembang tersebut
.
Bagi negara kapitalis global dengan multi national corporation nya, keberadaan Papua Merdeka sangat cocok dengan strategi penjajahan mereka karena akan lebih leluasa lagi menguras kekayaan Papua tanpa hambatan
.
Di sisi yang lain, tampak narasi yang mencuat selaras dengan keinginan negara kapitalis global. Para perusuh dan aktivis kemerdekaan Papua tidak pernah mendapatkan stigma "radikal" apalagi "teroris", walaupun mereka membuat kerusakan dan kekerasan
.
Stigma radikal dan teroris selama ini malah diarahkan pada umat Islam yang mencita-citakan penerapan syariah Islam dan juga khilafah
.
Double standard memang sering dilakukan oleh negara kapitalis global dan para pendukungnya agar penjajahan tetap berkesinambungan
.
Papua Merdeka adalah jalan lancar untuk penjajahan lebih massiv dan sistematis. Sedangkan tegaknya syariah dan khilafah adalah ancaman bagi mereka sehingga dapat menghentikan proses penjajahan
.
Hal ini semakin menguatkan bahwa memang ada kapitalisme global dibalik aktivitas Papua Merdeka
.
Papua membutuhkan kebijakan yang serius agar keadilan terwujud dan ketegasan terbentuk
.
Solusi keadilan bukan dengan Papua Merdeka, tetapi dengan mengenyahkan negara kapitalis global plus multi national corporation nya dari negeri Papua dengan ketegasan, agar Papua tak terjajah
.
Solusi berikutnya adalah menerapkan kebijakan yang benar-benar membawa kekayaan melimpah di Papua menjadi milik rakyat dan didistribusikan secara adil tanpa memandang suku, ras maupun agama
.
Dan hal itu hanya dapat terwujud dengan penerapan kebijakan yang sesuai syariah Islam dalam naungan Khilafah
.
19/8/2019
Benny Wenda (Tokoh Papua Merdeka) mengatakan kepada The Guardian, Senin (12/8/2019), bahwa pelanggaran HAM dan penindasan sipil yang saat ini merusak provinsi Papua Barat adalah "kanker di kanker di dalam hati orang-orang Pasifik"
.
Ungkapan Wenda disampaikan menjelang pertemuan Forum Kepulauan Pasifik yang akan mengangkat isu HAM dan Papua Merdeka
.
Tak berselang lama kemudian muncul kerusuhan di asrama mahasiswa Papua, Jalan Kalasan No.10, Surabaya, Jawa Timur pada Jumat (16/8/2019) sore
.
Isu yang mencuat di publik adalah rusuh di Surabaya bernuansa rasis karena adanya teriakan "mahasiswa Papua monyet"
.
Dan kemudian hari senin (19/8/2019) terjadi kerusuhan di Manokwari yang berujung pada pembakaran kantor DPRD dan bendera merah putih
.
Kejadian-kejadian tersebut seperti berurut dan disinyalir ada nuansa pengkondisian
.
Semuanya tak bisa dilepaskan dari proses internasionalisasi isu HAM dan Papua Merdeka yang telah berlangsung lama dan terus dicarikan momentumnya
.
Dengan bungkus ketidakadilan pada rakyat Papua, akhirnya beberapa kalangan yang diback up oleh kekuatan asing mendorong Papua Merdeka
.
Dibumbui dengan semangat ras melanesian yang berbeda dengan ras kebanyakan rakyat Indonesia
.
Dalan konteks hukum internasional juga berat karena menurut Perjanjian Westphalia semua bangsa dengan identitas sejenis dapat menentukan nasib sendiri (baca : merdeka)
.
Hal inilah yang dimakaud dengan konsep negara bangsa (nation state)
.
Artinya kalo negeri ini masih mempertahankan konsep negara bangsa maka sangat berpeluang terjadi pecah belah karena di Indonesia banyak suku bangsa yang masing-masing memiliki hak untuk merdeka
.
Dalam konteks kapitalisme global, keberadaan konsep nation state yang pastinya sekuler di negara berkembang akan memudahkan strategi penjajahan gaya baru di negara berkembang tersebut
.
Bagi negara kapitalis global dengan multi national corporation nya, keberadaan Papua Merdeka sangat cocok dengan strategi penjajahan mereka karena akan lebih leluasa lagi menguras kekayaan Papua tanpa hambatan
.
Di sisi yang lain, tampak narasi yang mencuat selaras dengan keinginan negara kapitalis global. Para perusuh dan aktivis kemerdekaan Papua tidak pernah mendapatkan stigma "radikal" apalagi "teroris", walaupun mereka membuat kerusakan dan kekerasan
.
Stigma radikal dan teroris selama ini malah diarahkan pada umat Islam yang mencita-citakan penerapan syariah Islam dan juga khilafah
.
Double standard memang sering dilakukan oleh negara kapitalis global dan para pendukungnya agar penjajahan tetap berkesinambungan
.
Papua Merdeka adalah jalan lancar untuk penjajahan lebih massiv dan sistematis. Sedangkan tegaknya syariah dan khilafah adalah ancaman bagi mereka sehingga dapat menghentikan proses penjajahan
.
Hal ini semakin menguatkan bahwa memang ada kapitalisme global dibalik aktivitas Papua Merdeka
.
Papua membutuhkan kebijakan yang serius agar keadilan terwujud dan ketegasan terbentuk
.
Solusi keadilan bukan dengan Papua Merdeka, tetapi dengan mengenyahkan negara kapitalis global plus multi national corporation nya dari negeri Papua dengan ketegasan, agar Papua tak terjajah
.
Solusi berikutnya adalah menerapkan kebijakan yang benar-benar membawa kekayaan melimpah di Papua menjadi milik rakyat dan didistribusikan secara adil tanpa memandang suku, ras maupun agama
.
Dan hal itu hanya dapat terwujud dengan penerapan kebijakan yang sesuai syariah Islam dalam naungan Khilafah
.
19/8/2019
Komentar
Posting Komentar