ULAMA ADALAH BENTENG TERAKHIR ISLAM
Oleh: Zakariya al-Bantany
Ulama adalah manusia biasa seperti kita, hanya saja Allah SWT telah memilih para Ulama sebagai hamba-hamba pilihan-Nya sekaligus sebagai Wali (kekasih)-Nya dan telah menganugerahkan kepada mereka keutamaan, kelebihan dan kemuliaan dibandingkan manusia biasa lainnya, yaitu berupa ilmu dan keimanan yang kokoh dan ketaqwaan yang tinggi.
Ulama memang bukan Nabi, tapi mereka para Ulama adalah Pewaris para Nabi. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ، إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوادِينَاراً وَلاَ دِرْهَماً إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَن أَخَذَهُ أَخَذَبِحَظٍّ وَافِرٍ
“Sesungguhnya Ulama adalah pewaris para Nabi. Sungguh para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu. Barang siapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. al-Imam at-Tirmidzi di dalam Sunan beliau no. 2681, Ahmad di dalam Musnad-nya (5/169), ad-Darimi di dalam Sunan-nya (1/98), Abu Dawud no. 3641, Ibnu Majah di dalam Muqaddimah-nya, serta dinyatakan sahih oleh al-Hakim dan Ibnu Hibban. Asy-Syaikh al-Albani rahimahullah mengatakan, “Haditsnya shahih.” Lihat kitab Shahih Sunan Abu Dawud no. 3096,Shahih Sunan at-Tirmidzi no. 2159,Shahih Sunan Ibnu Majah no. 182, dan Shahih at-Targhib, 1/33/68)
Allah SWT pun berfirman:
ثُمَّ أَوۡرَثۡنَا ٱلۡكِتَٰبَ ٱلَّذِينَ ٱصۡطَفَيۡنَا مِنۡ عِبَادِنَاۖ
“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba kami.” (QS. Fathir: 32)
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan, Allah SWT berfirman, “Kemudian Kami menjadikan orang-orang yang menegakkan (mengamalkan) Al-Kitab (Al-Qur’an) yang agung sebagai pembenar terhadap kitab-kitab yang terdahulu yaitu orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, mereka adalah dari umat ini.” [Tafsir Ibnu Katsir, 3/577]
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Ayat ini sebagai syahid (penguat) terhadap hadits yang berbunyi al-‘ulama waratsatil anbiya (Ulama adalah pewaris para Nabi).” [Fathul Bari, 1/83]
Al-Imam asy-Syaukani rahimahullah mengatakan bahwa maknanya adalah, “Kami telah mewariskan kepada orang-orang yang telah Kami pilih dari hamba-hamba Kami yaitu al-Kitab (al-Qur’an). Kami telah tentukan dengan cara mewariskan kitab ini kepada para Ulama dari umat engkau wahai Muhammad yang telah Kami turunkan kepadamu. Tidak ada keraguan bahwa Ulama umat ini adalah para Sahabat dan orang-orang setelah mereka. Sungguh Allah SWT telah memuliakan mereka atas seluruh hamba dan Allah SWT menjadikan mereka sebagai umat di tengah-tengah agar mereka menjadi saksi atas sekalian manusia, mereka mendapat kemuliaan demikian karena mereka umat Nabi yang terbaik dan sayyid bani Adam.” [Fathul Qadir, hlm. 1418]
Allah SWT juga menegaskan dalam firman-NYA:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
"Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan." (QS. Al-Mujadilah: 11)
Lantas siapakah yang layak dan pantas disebut dan menyandang gelar Ulama..?!
Pengertian Ulama
Secara harfiah menurut bahasa etimologi, kata Ulamāʾ (علماء) berasal dari bahasa arab ( علم, يعلم yang berarti mengetahui) perubahan kaidah tashrif arab menjadi kata (عالِم Ālim) ismul faa'il (kata untuk menunjukkan si pelaku yang berarti orang yang mengetahui). Kemudian dari kata tunggal (عالِم) berubah menjadi kata jamak (العلماء) yang diartikan sebagai orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan.
Terminologi Ulama menurut Wikipedia, Ulama adalah pemuka agama atau pemimpin agama yang bertugas untuk mengayomi, membina dan membimbing umat Islam baik dalam masalah-masalah agama maupun masalah sehari hari yang diperlukan baik dari sisi keagamaan maupun sosial kemasyarakatan. Makna sebenarnya dalam bahasa Arab adalah ilmuwan atau peneliti, kemudian arti Ulama tersebut berubah ketika diserap ke dalam Bahasa Indonesia, yang maknanya adalah sebagai orang yang ahli dalam ilmu agama Islam. [https://id.wikipedia.org/wiki/Ulama]
Ulama Menurut istilah adalah orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang mendalam mengenai Al-Quran dan Al-Hadits dan Menerapkan Al-Qur'an dan Al-Hadits dalam kehidupannya. Ulama adalah orang-orang yang mengetahui Al-Quran (baik bacaannya maupun kandungannya) dan mengajarkannya.
Ulama adalah orang-orang yang mendapat ilmu Rasulullah Saw dan setiap harinya disibukkan dengan ilmunya seperti tabligh atau dakwah, mengajar dan mengarang kitab serta menasehati penguasa. Dan masih banyak lagi yang lain namun pada dasarnya tetap sama yaitu orang-orang yang bukan hanya sangat memahami ilmu agama Islam, namun juga mengamalkan ilmunya.
Ulama adalah orang-orang yang mendapatkan kedudukan yang sangat tinggi setelah para Nabi dan Rasul dan Ulama adalah pewaris para rasul. Pewarisan Ulama disini bukan hanya sekedar mengenai ilmu dan hal-hal luar biasa yang di berikan kepada mereka, akan tetapi juga mencakup mengenai beban dan tugas mereka dalam meluruskan dan membimbing masyarakat kepada jalan yang benar menurut Akidah dan Syariah Islam.
Allah SWT menegaskan sosok Ulama yang sesungguhnya dalam firman-Nya:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ
“Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para Ulama, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Fathir: 28)
Maka sebagai pelaku dalam ayat ini adalah: Para Ulama adalah orang yang paling khawatir dan paling takut kepada Allah. Lafdzul jalalah (Allah) sebagai obyek yang didahulukan. Adapun faidah dan fungsi didahulukannya peletakan obyek ini adalah: untuk pembatasan kerja subyek. Maksudnya yang takut kepada Allah SWT tidak lain hanyalah para Ulama. Karena kalau subyeknya yang didahulukan pastilah pengertiannya akan berbeda, dan menjadi "Sesungguhnya para Ulama kepada Allah," Permaknaan seperti ini tidak dibenarkan, karena artinya ada di antara para Ulama yang tidak takut kepada Allah.
Atas dasar inilah Syaikhul Islam berkomentar tentang ayat ini: “Hal ini menunjukkan bahwa setiap yang takut kepada Allah maka dialah orang yang Alim, dan ini adalah haq. Dan bukan berarti setiap yang Alim akan takut kepada Allah”. [Dari kitab “Majmu Al Fatawa”, 7/539. Lihat “Tafsir Al Baidhawi”, 4/418, Fathul Qadir, 4/494]
Dari penjelasan di atas maka ayat yang mulia ini memberikan faidah: "Sesungguhnya para Ulama itu pemilik rasa takut kepada Allah, dan sesungguhnya siapa saja yang tidak takut kepada Allah berarti dia bukanlah seorang alim".
Al-Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah dan benar-benar takut adalah para Ulama yang mereka paham betul tentang hakikat Allah SWT, karena ketika pengetahuan kepada Yang Maha Agung dan Maha Kuasa sudah sempurna dan bekal ilmu tentang-Nya sudah memadai maka perasaan takut kepada-Nya akan semakin besar..”
Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu tentang firman Allah SWT:
إنما يخشى الله من عباده العلماء
Dia berkata, "Mereka yang takut kepada Allah adalah mereka yang mengetahui sesungguhnya Allah Kuasa atas segala sesuatu." Said bin Jubair berkata, "Yang dinamakan takut adalah yang menghalangi anda dengan perbuatan maksiat kepada Allah Azza wa Jalla." Al-Hasan Al-Bashri berkata, "Orang Alim adalah yang takut kepada yang Maha Pemurah terkait perkara yang Ghaib, menyukai apa yang disukai oleh Allah, dan menjauhi apa-apa yang mendatangkan kemurkaan Allah. Lalu beliau membaca Ayat:
إنما يخشى الله من عباده العلماء إن الله عزيز غفور
“Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para Ulama, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu dia berkata, "Bukanlah yang dikatakan orang berilmu itu orang yang banyak hafal hadits, akan tetapi yang dinamakan orang berilmu itu orang yang rasa takutnya amat besar."
Sufyan Ats Tsauri meriwayatkan dari Abu Hayyan At-Taimi dari seorang lelaki dia berkata, "Seorang yang alim tentang Allah adalah orang yang Alim tentang perintah Allah. Orang yang Alim tentang perintah Allah bukanlah orang yang alim tentang Allah. Adapun orang yang Alim tentang Allah dan tentang perintah Allah, dialah orang yang takut kepada Allah SWT dan mengetahui koridor agama serta hal-hal yang difardhukan oleh agama. Adapun orang yang Alim tentang Allah bukanlah orang yang Alim tentang perintah Allah, apabila dia takut kepada Allah SWT dan tidak mengetahui ajaran agama serta hal-hal yang difardhukan oleh agama. Begitupun orang yang Alim tentang perintah Allah bukanlah orang yang alim tentang Allah, jika dia adalah orang yang mengetahui batasan-batasan dan hal-hal yang difardhukan oleh agama akan tetapi sama sekali tidak takut kepada Allah ‘Azza wa Jalla." [Dikutip dengan ringkas dari “Tafsir Ibnu Katsir, 4/729]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam kitab “Majmu Al Fatawa”, 17/21, tentang firman Allah SWTً ( إنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاء ). Maksud dari ayat tersebut adalah tidak takut kepada Allah melainkan orang yang Alim. Allah telah memberitakan sesungguhnya setiap yang takut kepada Allah maka dialah orang yang alim, sebagaimana Firman Allah dalam ayat yang lain:
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِداً وَقَائِماً يَحْذَرُ الآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ (سورة الزمر: 9)
"Apakah kalian hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? katakanlah : “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?." (QS. Az-Zumar: 9)
As-Sa’di Rahimahullah berkata : “Setiap orang yang pengetahuannya kepada Allah sangat mendalam, maka dialah orang yang banyak takut kepada Allah. Maka rasa takutnya kepada Allah mewajibkan dia menghindari prilaku maksiat dan selalu bersiap diri menjumpai yang ia takuti. Ini merupakan bukti dari keutamaan ilmu, karena sesungguhnya ilmu itu menuntun untuk takut kepada Allah, dan orang yang biasa takut kepada Allah maka dia layak mendapat karomah-Nya, sebagaimana firman Allah SWT:
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ
"Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah balasan bagi orang yang takut kepada Tuhan-Nya." (QS. Al-Bayyinah: 8)
Kesimpulannya: Sesungguhnya subyek dalam ayat tersebut adalah para Ulama. Pengertian ayatnya adalah, "Sesungguhnya tidak ada yang takut kepada Allah SWT melainkan para Ulama. Merekalah yang paling mengetahui kekuasaan-Nya dan kemampuan-Nya. Tidak ada maksud dari ayat tersebut bahwa Allah SWT-lah yang takut kepada para Ulama karena Allah lebih Agung, lebih Mulia dari yang demikian.
Ulama Benteng Terakhir Islam dan Ujung Tombak Umat Islam
Abud Darda’ radhiyallahu anhu berkata,
“Perumpamaan para ulama di tengah-tengah umat manusia bagaikan bintang-bintang di langit yang menjadi penunjuk arah bagi manusia.” [Akhlaq al-’Ulama, hal. 29, Imam al-Ajurri meriwayatkan dengan sanadnya dari Al-Hasan]
Ulama juga adalah laksana bulan purnama yang menerangi dunia tatkala kegelapan malam tiba. Ulama adalah laksana perisai dan benteng yang kokoh.
Baiknya Ulama akan membawa kebaikan bagi seluruh umat manusia. Sedangkan, rusaknya Ulama akan membawa kerusakan bagi seluruh umat manusia. Rasulullah Saw bersabda:
أَلاَ إِنَّ شَرَّ الشَّرِّ شِرَارُ الْعُلَمَاءِ وَإِنَّ خَيْرَ الْخَيْرِ خِيَارُ الْعُلَمَاءِ
"Ingatlah, sejelek-jelek keburukan adalah keburukan Ulama dan sebaik-baik kebaikan adalah kebaikan Ulama." (HR. ad-Darimi)
Imam al-Ghazali, menjelaskan:
ففساد الرعايا بفساد الملوك، و فساد الملوك بفساد العلماء، و فساد العلماء باستلاء حب المال والجاه، ومن استولى عليه حب الدنيا لم يقدر على الحسبة على اﻷراذل، فكيف علي الملوك واﻷكابر؟ والله المستعان علي كل حال.
"Setelah menulis keberanian para ulama salaful ummah tentang banyak dari mereka yang sangat berani berhisbah yaitu beramar makruf nahi munkar bahkan terhadap para penguasa yang dzalim hingga siap syahid dibunuh para penguasa karena mengamalkan hadits.
أفضل الجهاد كلمة حق عند سلطان جائر
“Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kalimat kebenaran didepan penguasa rusak yang menyimpang”.
Maka terakhir Imam Ghazali memberikan penutup: “Bahwasanya rusaknya rakyat (masyarakat umum) disebabkan karena rusaknya para penguasa, sedangkan rusaknya para penguasa disebabkan karena rusaknya para Ulama. Para Ulama rusak karena terperdaya kecintaan harta dan wibawa (tahta)".
Imam Al Ghazali melanjutkan bahwa “Barangsiapa yang terperdaya kecintaan terhadap dunia, maka dia tidak akan mampu dan kuasa berhisbah melakukan amar makruf nahi munkar terhadap perkara yang remeh, kecil dan sepele. Bagaimana mungkin dia akan mampu berhisbah amar makruf nahi munkar terhadap para penguasa dan perkara-perkara yang besar?." [Akhir Kitab Hisbah Amar Makruf Nahi Munkar dari Kitab Ihya Ulumuddin Juz II Hal. 385]
Rasulullah Saw mengisyaratkan hal ini dalam sabdanya yang diriwayatkan Abdullah bin ‘Amr ibnul ‘Ash, Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda:
إِنَّ اللهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِوَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِعَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَعِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
“Sesungguhnya Allah SWT tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari hamba-hamba. Akan tetapi Dia mencabutnya dengan diwafatkannya para ulama sehingga jika Allah tidak menyisakan seorang alim pun, maka orang-orang mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Kemudian mereka ditanya, mereka pun berfatwa tanpa dasar ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. al-Bukhari no. 100 dan Muslim no. 2673)
Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah mengatakan bahwa asy-Sya’bi berkata, “Tidak akan terjadi hari kiamat sampai ilmu menjadi satu bentuk kejahilan dan kejahilan itu merupakan suatu ilmu. Ini semua termasuk dari terbaliknya gambaran kebenaran (kenyataan) di akhir zaman dan terbaliknya semua urusan.”
Di dalam Shahih al-Hakim diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma secara marfu’ (riwayatnya sampai kepada Rasulullah SAW): “Sesungguhnya termasuk tanda-tanda datangnya hari kiamat adalah direndahkannya para Ulama dan diangkatnya orang jahat.” [Jami’ul Ulum wal Hikam, hlm. 60]
Wafatnya seorang yang alim akan menimbulkan bahaya bagi umat. Keadaan ini menunjukkan keberadaan Ulama di tengah kaum muslimin akan mendatangkan rahmat dan berkah dari Allah SWT. Lebih-lebih Rasulullah Saw mengistilahkan mereka dalam sebuah sabdanya:
مَفَاتِيحُ لِلْخَيرِ مَغَالِيقُ لِلشَّرِّ
“Sebagai kunci-kunci untuk membuka segala kebaikan dan sebagai penutup segala bentuk kejahatan.” (Hadits Hasan, Shahihul Jami', 4108)
Al-Bukhari meriwayatkan dari Syaqiq, beliau berkata, “ِAku pernah bersama ‘Abdullah dan Abu Musa, keduanya berkata, ‘Nabi Saw bersabda:
إِنَّ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ لأَيَّامًا يَنْزِلُ فِيهَا الْجَهْلُ وَيُرْفَعُ فِيهَا الْعِلْمُ.
""Sesungguhnya menjelang datangnya hari Kiamat akan ada beberapa hari di mana kebodohan turun dan ilmu dihilangkan." (HR. Bukhari)
Dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Saw bersabda:
يَتَقَارَبُ الزَّمَانُ وَيُقْبَضُ الْعِلْمُ وَتَظْهَرُ الْفِتَنُ وَيُلْقَى الشُّحُّ وَيَكْثُرُ الْهَرْجُ.
"Zaman saling berdekatan, ilmu dihilangkan, berbagai fitnah bermunculan, kebakhilan dilemparkan (ke dalam hati), dan pembunuhan semakin banyak." (HR. Muslim)
Ini menegaskan bahwasanya Ulama adalah simbol sekaligus representasi Islam dan umat Islam. Karena itulah, Ulama menjadi benteng terakhir Islam dan Umat Islam. Jika Ulama dirusak maka terusakkanlah Islam dan umat Islam pun akan menjadi rusak, maka rusaklah pula seluruh umat manusia. Disinilah urgensi Ulama sebagai benteng terakhir Islam sekaligus menjadi ujung tombak umat Islam.
Karena itulah sejak dulu, Ulama memiliki peran yang sangat besar dalam berbagai peristiwa sejarah penting, terutama sejarah perubahan masyarakat (social engineering). Bahkan nyaris tidak ada satu pun perubahan masyarakat di dunia ini yang tidak melibatkan peran Ulama. Mereka jugalah orang pertama yang menyebarkan kesadaran ini di tengah-tengah masyarakat hingga masyarakat memiliki kesadaran kolektif untuk melakukan perubahan. Jika kesadaran terhadap kerusakan masyarakat belum tumbuh di tengah-tengah masyarakat, niscaya tidak akan tumbuh pula keinginan untuk berubah, apalagi upaya untuk melakukan perubahan. Dari sini bisa disimpulkan, bahwa Ulama merupakan sumber dan inspirasi perubahan.
Sayang, seiring dengan kemunduran taraf berpikir umat Islam, yang diimbuhi dengan proses sekularisasi di Dunia Islam, umat Islam mulai kesulitan menemukan sosok Ulama yang mampu menggerakkan perubahan, seperti yang pernah dilakukan Nabi Saw. Yang kita dapati adalah Ulama yang fakih dalam masalah agama, tetapi tidak memiliki visi politik dan bukan negarawan yang handal serta bukan politisi ulung. Akhirnya, mereka mudah dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam. Ada pula Ulama yang memisahkan diri dari kekuasaan dan politik, dengan alasan, politik itu kotor dan najis.
Serta ada pula Ulama yang tidak memahami fakta (realitas) dan buta politik akhirnya diperalat oleh partai politik sekuler dan penguasa tiran serta para penjajah kafir asing dan aseng hingga terjebak dalam kubangan lumpur hitam berhala demokrasi sehingga hanya menjadi stempel dan corong penguasa boneka dan para penjajah kafir kapitalis asing dan aseng tersebut.
Akibatnya, mereka tidak mampu memberikan konstribusi bagi perubahan masyarakat dan negaranya. Mereka asyik dengan ibadah-ibadah ritual belaka yang sejatinya justru memberangus predikatnya sebagai Pewaris Nabi. Ada pula Ulama yang, sadar atau tidak, terkooptasi oleh sistem kufur dan pemerintah kufur serta para kafir penjajah beserta antek-anteknya. Mereka rela menjual ilmu dan agamanya untuk kepentingan dunia semata. Jahatnya lagi, mereka bahkan rela menyerahkan saudara-saudara Muslimnya untuk memenuhi keinginan kaum kafir. Ada pula yang bertingkah bak seorang artis yang hanya mengejar popularitas belaka. Lantas, apa fungsi dan peran Ulama sesungguhnya..?!
Peran dan Fungsi Para Ulama
Peran dan fungsi strategis Ulama dapat diringkas sebagai berikut:
Pertama: Pewaris para Nabi. Tentu, yang dimaksud dengan Pewaris Nabi adalah pemelihara dan penjaga warisan para Nabi, yakni wahyu atau risalah, dalam konteks ini adalah Al-Quran dan As-Sunnah atau Islam itu sendiri. Dengan kata lain, peran utama Ulama sebagai Pewaris para Nabi adalah penjaga agama Allah SWT. dari kebengkokan dan penyimpangan. Hanya saja, peran Ulama bukan hanya sekadar menguasai khazanah pemikiran Islam, baik yang menyangkut masalah Akidah maupun Syariah dan Akhlaq, tetapi juga bersama umat berupaya menerapkan, memperjuangkan, serta menyebarkan risalah Allah di muka bumi.
Dalam konteks saat ini, Ulama bukanlah orang yang sekadar memahami dalil-dalil Akidah dan Syariah, kaidah istinbâth (pengalian hukum), dan ilmu-ilmu alat lainnya. Akan tetapi, ia juga terlibat dalam perjuangan untuk mengubah realitas rusak yang bertentangan dengan warisan Nabi Saw menjadi realitas Islami yang haq di atas jalan Nabi.
Kedua: Pembimbing, pembina dan penjaga umat. Pada dasarnya, Ulama bertugas membimbing umat agar selalu berjalan di atas jalan lurus. Ulama juga bertugas menjaga mereka dari tindak kejahatan, pembodohan, dan penyesatan yang dilakukan oleh kaum kafir dan munafik serta antek-anteknya; melalui gagasan, keyakinan, dan sistem hukum yang bertentangan dengan Islam.
Semua tugas ini mengharuskan Ulama untuk selalu menjaga kesucian pemikiran Islam dalam benaknya sekaligus menjaga kesucian agamanya dari semua kotoran. Ulama juga harus mampu menjelaskan kerusakan dan kebatilan semua pemikiran dan sistem kufur kepada umat Islam. Ia juga harus bisa mengungkap tendensi-tendensi jahat di balik semua sepak terjang kaum kafir dan munafik beserta antek-anteknya. Ini ditujukan agar umat terjauhkan dari kejahatan musuh-musuh Islam.
Ketiga: Pengontrol penguasa. Peran dan fungsi ini hanya bisa berjalan jika Ulama mampu memahami konstelasi politik global dan regional. Ia juga mampu terdepan dalam mengontrol dan mengoreksi penguasa, dan ia pun mampu pula memimpin perlawanan terhadap segala bentuk penjajahan, menyingkap makar jahat dan permusuhan kaum kafir dalam memerangi Islam dan kaum Muslim. Dengan ungkapan lain, seorang Ulama harus memiliki visi politis-ideologis yang kuat, hingga fatwa-fatwa yang ia keluarkan tidak hanya beranjak dari tinjauan normatif belaka, tetapi juga bertumpu pada konteks ideologis-politis. Dengan demikian, fatwa-fatwanya mampu menjaga umat Islam dari kebinasaan dan kehancuran sekaligus membangkitkan umat Islam dengan kebangkitan hakiki, bukan malah menjadi sebab malapetaka dan kehancuran bagi umat Islam. Misalnya, fatwa yang dikeluarkan oleh Syaikhul Islam mengenai bolehnya kaum Muslim mengadopsi sistem pemerintahan demokrasi dan perundang-undangan Barat pada akhir Kekhilafahan Islam. Fatwa ini tidak hanya keliru, tetapi juga menjadi penyebab kehancuran Khilafah Islamiyah. Fatwa ini muncul karena lemahnya visi politis-ideologis Ulama pada saat itu.
Keempat: Sumber ilmu. Ulama adalah orang yang faqih fiddiin dalam masalah halal-haram dan dalam seluruh perkara kehidupan. Ia adalah rujukan dan tempat menimba ilmu sekaligus guru yang bertugas membina umat agar selalu berjalan di atas tuntutan dan tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Dalam konteks ini, peran sentralnya adalah mendidik dan membina umat dengan Akidah dan Syariah Islam. Dengan begitu, umat memiliki kepribadian Islam yang kuat; mereka juga berani mengoreksi penyimpangan masyarakat dan penguasa.
Kelima: Ulama sebagai pemimpin umat yang terdepan dalam memobilisasi dan menggerakkan umat dan seluruh elemen umat Islam untuk melanjutkan kehidupan Islam dengan menerapkan Syariah Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan dan menyebarluaskan risalah Islam ke segala penjuru dunia dengan dakwah dan jihad melalui penegakkan kembali Daulah Khilafah Rasyidah Islamiyah yang dilakukan oleh para Ulama Pewaris Nabi tersebut bersama umat dan seluruh elemen umat Islam apapun madzhab dan harakah dakwahnya. Karena Khilafah Islam adalah benteng utama Islam sekaligus milik seluruh Umat dan kewajiban bagi seluruh Umat Islam termasuk kewajiban bagi para Ulama.
Inilah peran dan fungsi sentral Ulama sebagai benteng terakhir Islam dan ujung tombak umat Islam di tengah-tengah masyarakat. Hanya saja, sekularisasi dan demokratisasi telah memberangus fungsi dan peran Ulama di atas, sekaligus meminggirkan mereka dari urusan negara dan masyarakat.
Apatah lagi pasca Aksi Damai Bela Islam Jilid II 411 dan Aksi Super Damai Bela Islam Jilid III 212 pada tahun 2016 yang sukses dipimpin dan dimobilisasi para Ulama sebagai respon penistaan terhadap Islam, Al-Quran, Ulama dan Umat Islam yang telah dilakukan oleh Basuki Tcahya Purnama alias Ahok. Dimana Aksi 411 dan 212 serta berlanjut aksi-aksi besar lainnya sepanjang tahun 2017 yang lalu hingga tahun 2018 yang lalu mulai aksi sejuta umat tolak Perppu Ormas hingga Aksi Bela Islam 212 Jilid 2 tahun 2017 yang lalu.
Hingga terjadi pula Aksi Bela Tauhid 211 dan Reuni 212 jilid 3 yang dihadiri sekitar 13 juta lebih umat Islam hingga berkibarlah jutaan lebih bendera tauhid al-Liwa dan ar-Royah di Monas Jakarta dan sekitarnya pada tahun 2018 yang lalu atas respon pembakaran bendera tauhid oleh Banser NU.
Juga digelarnya Ijtima' Ulama Jilid 4 pada 5 Agustus 2019 yang lalu telah menegaskan kewajiban menerapakan Syariah dan menegakkan kembali Khilafah serta amar ma'ruf wa nahi munkar merupakan kewajiban agama Islam, dan lain-lain.
Itu semua semakin meneguhkan dan menjadi sinyal yang sangat kuat bahwa sedang terjadi kebangkitan Islam dan umat Islam sekaligus menjadi sinyal sangat kuat kebangkitan Ulama Pewaris Nabi dan Persatuan Umat Islam yang bakal berpotensi bangkit kembali menjelma menjadi raksasa adidaya super power Negara Khilafah Rasyidah Islamiyah. Tentunya ini, membuat penjajah kafir kapitalis baik asing maupun aseng beserta rezim bonekanya sangat ketakutan hingga mereka pun menjadi Islamphobia dan super paranoid dengan Islam.
Sehingga demi melanggengkan gurita penjajahan hegemoni kapitalisme global mereka, penjajah kafir kapitalis asing dan aseng tersebut pun melalui rezim bonekanya membuat banyak skenario jahat dengan menghalalkan segala cara untuk mematikan kebangkitan Islam dengan menjadikan hukum tumpul ke kafir dan hanya tajam ke bawah melalui sejumlah UU, adu domba umat, adu domba Ulama dan kriminalisasi Islam khususnya ajaran Islam tentang dakwah, jihad, Syariah dan Khilafah, persekusi dan kriminalisasi umat Islam dan khususnya persekusi dan kriminalisasi Ulama, Aktivis Dakwah dan Ormas Islam serta pencabutan Badan Hukum HTI tanpa proses Pengadilan dan upaya membubarkan FPI.
Penjajah kafir kapitalis asing dan aseng beserta rezim bonekanya sangat mengetahui dan memahami dengan benar bahwa penghalang utama mereka untuk menguasai sepenuhnya negeri zamrud khatulistiwa yang kaya raya dengan sumberdaya alamnya ini adalah Islam, umat Islam dan khususnya Ulama sebagai benteng terakhir Islam dan ujung tombak umat Islam.
Karena itulah, mereka berupaya keras untuk melemahkan dan menghancurkan Islam dan umat Islam selain melalui adu domba umat, persekusi dan kriminalisasi Ulama serta pembunuhan karakter Ulama, mereka pun membuat sebuah skenario jahat secara sistematis untuk membungkam Ulama melalui sertifikasi penceramah atau sertifikasi Ulama yang dilakukan secara paksa oleh rezim boneka ini demi mengamankan kepentingan tuan besarnya tersebut dalam melanggengkan gurita penjajahan kapitalisme global mereka di negeri ini.
Menghancurkan Ulama sebagai benteng terakhir Islam dan ujung tombak umat Islam sama saja menghancurkan Islam dan umat Islam.
Memusuhi Ulama sama saja memusuhi Allah SWT Sang Pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan. Siapapun yang memusuhi bahkan mempersekusi dan mengkriminalisasi Ulama dan membunuh karakter Ulama, maka dia benar-benar telah menjadi musuhnya Allah.
Kecelakaan besarlah bagi mereka khususnya penjajah kafir kapitalis asing dan aseng beserta rezim bonekanya yang telah menjadi musuh Allah akibat memusuhi Ulama Pewaris Nabi dan agama-Nya.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Saw bersabda:
إنَّ اللهَ قال : من عادَى لي وليًّا فقد آذنتُه بالحربِ ، وما تقرَّب إليَّ عبدي بشيءٍ أحبَّ إليَّ ممَّا افترضتُ عليه ، وما يزالُ عبدي يتقرَّبُ إليَّ بالنَّوافلِ حتَّى أُحبَّه ، فإذا أحببتُه : كنتُ سمعَه الَّذي يسمَعُ به ، وبصرَه الَّذي يُبصِرُ به ، ويدَه الَّتي يبطِشُ بها ، ورِجلَه الَّتي يمشي بها ، وإن سألني لأُعطينَّه ، ولئن استعاذني لأُعيذنَّه ، وما تردَّدتُ عن شيءٍ أنا فاعلُه ترَدُّدي عن نفسِ المؤمنِ ، يكرهُ الموتَ وأنا أكرهُ مُساءتَه
“Sesungguhnya Allah berfirman: 'Barangsiapa yang memusuhi wali (kekasih)-Ku maka sungguh Aku telah mengumumkan peperangan kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu (amal shalih) yang lebih Aku cintai dari pada amal-amal yang Aku wajibkan kepadanya (dalam Islam), dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amal-amal tambahan (yang dianjurkan dalam Islam) sehingga Aku-pun mencintainya. Lalu jika Aku telah mencintai seorang hamba-Ku, maka Aku akan selalu membimbingnya dalam pendengarannya, membimbingnya dalam penglihatannya, menuntunnya dalam perbuatan tangannya dan meluruskannya dalam langkah kakinya. Jika dia memohon kepada-Ku maka Aku akan penuhi permohonannya, dan jika dia meminta perlindungan kepada-Ku maka Aku akan berikan perlindungan kepadanya. Tidaklah Aku ragu melakukan sesuatu yang mesti aku lakukan seperti keraguan untuk (mencabut) nyawa seorang yang beriman (kepada-Ku), dia tidak menyukai kematian dan Aku tidak ingin menyakitinya” (HR. al-Bukhari 5/2384, no. 6137).
Sungguh Allah SWT Maha Perkasa dan amatlah keras adzab dan siksa-Nya. Allah SWT berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِئَايَاتِ اللهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ حَقٍّ وَيَقْتُلُونَ الَّذِينَ يَأْمُرُونَ بِالْقِسْطِ مِنَ النَّاسِ فَبَشِّرْهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٍ {21} أُوْلاَئِكَ الَّذِينَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَاْلأَخِرَةِ وَمَالَهُم مِّن نَّاصِرِينَ {22}
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi dengan tanpa alasan yang benar dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, maka berilah mereka kabar gembira, bahwa mereka akan menerima siksa yang pedih. Mereka itu adalah orang-orang yang lenyap (pahala) amal-amalnya di dunia dan akhirat, dan mereka sekali-kali tidak memperoleh penolong.” (QS. Ali Imran [3]: 21-22)
Dan juga Allah SWT berfirman:
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
"Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang-orang musyrik benci." (QS. Ash-Shaff [6]: 9)
Maha benar Allah dengan segala firman-Nya. Oleh karena itu, wahai para Ulama pewaris para Nabi dan benteng terakhir Islam yang dirahmati Allah dimanapun kalian berada dan apapun harakah dakwah kalian serta apapun mazhab kalian, sudah tiba saatnyalah kalian bangkit dari tidur panjang kalian dan bersegeralah kalian bersatu dengan istiqamah dalam barisan dakwah berjama'ah mengikuti manhaj/thariqah dakwah Rasulullah Saw dan bergerak memimpin, memobilisasi serta menggerakkan seluruh umat Islam bersama militer untuk segera meruntuhkan kedigdayaan peradaban sampah kapitalisme global tersebut dengan segera mencampakkan demokrasi dengan hanya menumbangkan rezim demokrasi dan sistem kufur penjajah demokrasi kapitalisme sekulerisme yang menjadi biang penjajahan dan biang kerusakan serta biang malapetaka bagi dunia dan negeri ini.
Dengan manhaj/thariqah dakwah Rasulullah Saw tersebut bersegeralah pula kalian bersatu dan bergerak memimpin dan memobilisasi umat beserta militer untuk segera menegakkan kembali Khilafah Rasyidah Islamiyah-sang pelaksana Syariah secara kaffah dan pemersatu umat-sebagai tuntutan akidah tauhid Islam sekaligus solusi real dalam menyelamatkan Indonesia dan dunia dari kehancurannya serta demi meninggikan kalimat Allah dan demi izzul Islam wal Muslimin serta demi meraih ridha, rahmah dan berkah di dunia dan di akhirat dari Allah SWT Sang Maha Penguasa Serba Maha lagi Maha Pencipta Alam Semesta, manusia dan kehidupan yang nyawa kita dalam genggaman-Nya.
Yakinlah sesungguhnya Allah bersama kita dan kemenangan Islam sudah di depan mata kita. Allah SWT berfirman:
...لا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا
“...Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” (QS. At-Taubah: 40)
قَالَ لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَىٰ
“Allah berfirman, ‘Janganlah kalian berdua takut, sesungguhnya Aku bersama kalian, Aku mendengar dan melihat.” (QS. Thahaa: 46)
اَمۡ حَسِبۡتُمۡ اَنۡ تَدۡخُلُوا الۡجَنَّۃَ وَ لَمَّا یَاۡتِکُمۡ مَّثَلُ الَّذِیۡنَ خَلَوۡا مِنۡ قَبۡلِکُمۡ ؕ مَسَّتۡہُمُ الۡبَاۡسَآءُ وَالضَّرَّآءُ وَ زُلۡزِلُوۡا حَتّٰی یَقُوۡلَ الرَّسُوۡلُ وَالَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَہٗ مَتٰی نَصۡرُ اللّٰہِ ؕ اَلَاۤ اِنَّ نَصۡرَ اللّٰہِ قَرِیۡبٌ
"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: 'Bilakah datang pertolongan Allah?' Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.” (QS. Al-Baqarah: 214)
وَمَا جَعَلَہُ اللّٰہُ اِلَّا بُشۡرٰی وَلِتَطۡمَئِنَّ بِہٖ قُلُوۡبُکُمۡ ۚ وَمَا النَّصۡرُ اِلَّا مِنۡ عِنۡدِ اللّٰہِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَزِیۡزٌ حَکِیۡمٌ
”Dan tidaklah Allah menjadikannya (mengirim pertolongan) melainkan sebagai kabar gembira agar hatimu menjadi tentram, dan kemenangan (pertolongan) itu hanyalah dari sisi Allah. Sungguh Allah maha perkasa, maha bijaksana.” (QS. Al-Anfal: 10)
اِنۡ یَّنۡصُرۡکُمُ اللّٰہُ فَلَا غَالِبَ لَکُمۡ ۚ وَ اِنۡ یَّخۡذُلۡکُمۡ فَمَنۡ ذَاالَّذِیۡ یَنۡصُرُکُمۡ مِّنۡۢ بَعۡدِہٖ ؕ وَعَلَی اللّٰہِ فَلۡیَتَوَکَّلِ الۡمُؤۡمِنُوۡنَ
"Jika Allah menolong kamu maka tidak ada yang dapat mengalahkanmu, jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan) maka siapakah yang dapat menolong kamu (selain dari Allah) setelah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang mukmin bertawakkal.” (QS. Ali Imran: 160)
Wallahu a'lam bish shawab. []
#IjtimaUlama
#IkutUlama
#UlamaBelaHTI
#KhilafahWajib
#KhilafahAjaranIslam
#KhilafahAdalahSolusi
#ReturnTheKhilafah
Ulama adalah manusia biasa seperti kita, hanya saja Allah SWT telah memilih para Ulama sebagai hamba-hamba pilihan-Nya sekaligus sebagai Wali (kekasih)-Nya dan telah menganugerahkan kepada mereka keutamaan, kelebihan dan kemuliaan dibandingkan manusia biasa lainnya, yaitu berupa ilmu dan keimanan yang kokoh dan ketaqwaan yang tinggi.
Ulama memang bukan Nabi, tapi mereka para Ulama adalah Pewaris para Nabi. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ، إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوادِينَاراً وَلاَ دِرْهَماً إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَن أَخَذَهُ أَخَذَبِحَظٍّ وَافِرٍ
“Sesungguhnya Ulama adalah pewaris para Nabi. Sungguh para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu. Barang siapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. al-Imam at-Tirmidzi di dalam Sunan beliau no. 2681, Ahmad di dalam Musnad-nya (5/169), ad-Darimi di dalam Sunan-nya (1/98), Abu Dawud no. 3641, Ibnu Majah di dalam Muqaddimah-nya, serta dinyatakan sahih oleh al-Hakim dan Ibnu Hibban. Asy-Syaikh al-Albani rahimahullah mengatakan, “Haditsnya shahih.” Lihat kitab Shahih Sunan Abu Dawud no. 3096,Shahih Sunan at-Tirmidzi no. 2159,Shahih Sunan Ibnu Majah no. 182, dan Shahih at-Targhib, 1/33/68)
Allah SWT pun berfirman:
ثُمَّ أَوۡرَثۡنَا ٱلۡكِتَٰبَ ٱلَّذِينَ ٱصۡطَفَيۡنَا مِنۡ عِبَادِنَاۖ
“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba kami.” (QS. Fathir: 32)
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan, Allah SWT berfirman, “Kemudian Kami menjadikan orang-orang yang menegakkan (mengamalkan) Al-Kitab (Al-Qur’an) yang agung sebagai pembenar terhadap kitab-kitab yang terdahulu yaitu orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, mereka adalah dari umat ini.” [Tafsir Ibnu Katsir, 3/577]
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Ayat ini sebagai syahid (penguat) terhadap hadits yang berbunyi al-‘ulama waratsatil anbiya (Ulama adalah pewaris para Nabi).” [Fathul Bari, 1/83]
Al-Imam asy-Syaukani rahimahullah mengatakan bahwa maknanya adalah, “Kami telah mewariskan kepada orang-orang yang telah Kami pilih dari hamba-hamba Kami yaitu al-Kitab (al-Qur’an). Kami telah tentukan dengan cara mewariskan kitab ini kepada para Ulama dari umat engkau wahai Muhammad yang telah Kami turunkan kepadamu. Tidak ada keraguan bahwa Ulama umat ini adalah para Sahabat dan orang-orang setelah mereka. Sungguh Allah SWT telah memuliakan mereka atas seluruh hamba dan Allah SWT menjadikan mereka sebagai umat di tengah-tengah agar mereka menjadi saksi atas sekalian manusia, mereka mendapat kemuliaan demikian karena mereka umat Nabi yang terbaik dan sayyid bani Adam.” [Fathul Qadir, hlm. 1418]
Allah SWT juga menegaskan dalam firman-NYA:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
"Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan." (QS. Al-Mujadilah: 11)
Lantas siapakah yang layak dan pantas disebut dan menyandang gelar Ulama..?!
Pengertian Ulama
Secara harfiah menurut bahasa etimologi, kata Ulamāʾ (علماء) berasal dari bahasa arab ( علم, يعلم yang berarti mengetahui) perubahan kaidah tashrif arab menjadi kata (عالِم Ālim) ismul faa'il (kata untuk menunjukkan si pelaku yang berarti orang yang mengetahui). Kemudian dari kata tunggal (عالِم) berubah menjadi kata jamak (العلماء) yang diartikan sebagai orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan.
Terminologi Ulama menurut Wikipedia, Ulama adalah pemuka agama atau pemimpin agama yang bertugas untuk mengayomi, membina dan membimbing umat Islam baik dalam masalah-masalah agama maupun masalah sehari hari yang diperlukan baik dari sisi keagamaan maupun sosial kemasyarakatan. Makna sebenarnya dalam bahasa Arab adalah ilmuwan atau peneliti, kemudian arti Ulama tersebut berubah ketika diserap ke dalam Bahasa Indonesia, yang maknanya adalah sebagai orang yang ahli dalam ilmu agama Islam. [https://id.wikipedia.org/wiki/Ulama]
Ulama Menurut istilah adalah orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang mendalam mengenai Al-Quran dan Al-Hadits dan Menerapkan Al-Qur'an dan Al-Hadits dalam kehidupannya. Ulama adalah orang-orang yang mengetahui Al-Quran (baik bacaannya maupun kandungannya) dan mengajarkannya.
Ulama adalah orang-orang yang mendapat ilmu Rasulullah Saw dan setiap harinya disibukkan dengan ilmunya seperti tabligh atau dakwah, mengajar dan mengarang kitab serta menasehati penguasa. Dan masih banyak lagi yang lain namun pada dasarnya tetap sama yaitu orang-orang yang bukan hanya sangat memahami ilmu agama Islam, namun juga mengamalkan ilmunya.
Ulama adalah orang-orang yang mendapatkan kedudukan yang sangat tinggi setelah para Nabi dan Rasul dan Ulama adalah pewaris para rasul. Pewarisan Ulama disini bukan hanya sekedar mengenai ilmu dan hal-hal luar biasa yang di berikan kepada mereka, akan tetapi juga mencakup mengenai beban dan tugas mereka dalam meluruskan dan membimbing masyarakat kepada jalan yang benar menurut Akidah dan Syariah Islam.
Allah SWT menegaskan sosok Ulama yang sesungguhnya dalam firman-Nya:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ
“Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para Ulama, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Fathir: 28)
Maka sebagai pelaku dalam ayat ini adalah: Para Ulama adalah orang yang paling khawatir dan paling takut kepada Allah. Lafdzul jalalah (Allah) sebagai obyek yang didahulukan. Adapun faidah dan fungsi didahulukannya peletakan obyek ini adalah: untuk pembatasan kerja subyek. Maksudnya yang takut kepada Allah SWT tidak lain hanyalah para Ulama. Karena kalau subyeknya yang didahulukan pastilah pengertiannya akan berbeda, dan menjadi "Sesungguhnya para Ulama kepada Allah," Permaknaan seperti ini tidak dibenarkan, karena artinya ada di antara para Ulama yang tidak takut kepada Allah.
Atas dasar inilah Syaikhul Islam berkomentar tentang ayat ini: “Hal ini menunjukkan bahwa setiap yang takut kepada Allah maka dialah orang yang Alim, dan ini adalah haq. Dan bukan berarti setiap yang Alim akan takut kepada Allah”. [Dari kitab “Majmu Al Fatawa”, 7/539. Lihat “Tafsir Al Baidhawi”, 4/418, Fathul Qadir, 4/494]
Dari penjelasan di atas maka ayat yang mulia ini memberikan faidah: "Sesungguhnya para Ulama itu pemilik rasa takut kepada Allah, dan sesungguhnya siapa saja yang tidak takut kepada Allah berarti dia bukanlah seorang alim".
Al-Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah dan benar-benar takut adalah para Ulama yang mereka paham betul tentang hakikat Allah SWT, karena ketika pengetahuan kepada Yang Maha Agung dan Maha Kuasa sudah sempurna dan bekal ilmu tentang-Nya sudah memadai maka perasaan takut kepada-Nya akan semakin besar..”
Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu tentang firman Allah SWT:
إنما يخشى الله من عباده العلماء
Dia berkata, "Mereka yang takut kepada Allah adalah mereka yang mengetahui sesungguhnya Allah Kuasa atas segala sesuatu." Said bin Jubair berkata, "Yang dinamakan takut adalah yang menghalangi anda dengan perbuatan maksiat kepada Allah Azza wa Jalla." Al-Hasan Al-Bashri berkata, "Orang Alim adalah yang takut kepada yang Maha Pemurah terkait perkara yang Ghaib, menyukai apa yang disukai oleh Allah, dan menjauhi apa-apa yang mendatangkan kemurkaan Allah. Lalu beliau membaca Ayat:
إنما يخشى الله من عباده العلماء إن الله عزيز غفور
“Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para Ulama, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu dia berkata, "Bukanlah yang dikatakan orang berilmu itu orang yang banyak hafal hadits, akan tetapi yang dinamakan orang berilmu itu orang yang rasa takutnya amat besar."
Sufyan Ats Tsauri meriwayatkan dari Abu Hayyan At-Taimi dari seorang lelaki dia berkata, "Seorang yang alim tentang Allah adalah orang yang Alim tentang perintah Allah. Orang yang Alim tentang perintah Allah bukanlah orang yang alim tentang Allah. Adapun orang yang Alim tentang Allah dan tentang perintah Allah, dialah orang yang takut kepada Allah SWT dan mengetahui koridor agama serta hal-hal yang difardhukan oleh agama. Adapun orang yang Alim tentang Allah bukanlah orang yang Alim tentang perintah Allah, apabila dia takut kepada Allah SWT dan tidak mengetahui ajaran agama serta hal-hal yang difardhukan oleh agama. Begitupun orang yang Alim tentang perintah Allah bukanlah orang yang alim tentang Allah, jika dia adalah orang yang mengetahui batasan-batasan dan hal-hal yang difardhukan oleh agama akan tetapi sama sekali tidak takut kepada Allah ‘Azza wa Jalla." [Dikutip dengan ringkas dari “Tafsir Ibnu Katsir, 4/729]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam kitab “Majmu Al Fatawa”, 17/21, tentang firman Allah SWTً ( إنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاء ). Maksud dari ayat tersebut adalah tidak takut kepada Allah melainkan orang yang Alim. Allah telah memberitakan sesungguhnya setiap yang takut kepada Allah maka dialah orang yang alim, sebagaimana Firman Allah dalam ayat yang lain:
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِداً وَقَائِماً يَحْذَرُ الآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ (سورة الزمر: 9)
"Apakah kalian hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? katakanlah : “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?." (QS. Az-Zumar: 9)
As-Sa’di Rahimahullah berkata : “Setiap orang yang pengetahuannya kepada Allah sangat mendalam, maka dialah orang yang banyak takut kepada Allah. Maka rasa takutnya kepada Allah mewajibkan dia menghindari prilaku maksiat dan selalu bersiap diri menjumpai yang ia takuti. Ini merupakan bukti dari keutamaan ilmu, karena sesungguhnya ilmu itu menuntun untuk takut kepada Allah, dan orang yang biasa takut kepada Allah maka dia layak mendapat karomah-Nya, sebagaimana firman Allah SWT:
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ
"Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah balasan bagi orang yang takut kepada Tuhan-Nya." (QS. Al-Bayyinah: 8)
Kesimpulannya: Sesungguhnya subyek dalam ayat tersebut adalah para Ulama. Pengertian ayatnya adalah, "Sesungguhnya tidak ada yang takut kepada Allah SWT melainkan para Ulama. Merekalah yang paling mengetahui kekuasaan-Nya dan kemampuan-Nya. Tidak ada maksud dari ayat tersebut bahwa Allah SWT-lah yang takut kepada para Ulama karena Allah lebih Agung, lebih Mulia dari yang demikian.
Ulama Benteng Terakhir Islam dan Ujung Tombak Umat Islam
Abud Darda’ radhiyallahu anhu berkata,
“Perumpamaan para ulama di tengah-tengah umat manusia bagaikan bintang-bintang di langit yang menjadi penunjuk arah bagi manusia.” [Akhlaq al-’Ulama, hal. 29, Imam al-Ajurri meriwayatkan dengan sanadnya dari Al-Hasan]
Ulama juga adalah laksana bulan purnama yang menerangi dunia tatkala kegelapan malam tiba. Ulama adalah laksana perisai dan benteng yang kokoh.
Baiknya Ulama akan membawa kebaikan bagi seluruh umat manusia. Sedangkan, rusaknya Ulama akan membawa kerusakan bagi seluruh umat manusia. Rasulullah Saw bersabda:
أَلاَ إِنَّ شَرَّ الشَّرِّ شِرَارُ الْعُلَمَاءِ وَإِنَّ خَيْرَ الْخَيْرِ خِيَارُ الْعُلَمَاءِ
"Ingatlah, sejelek-jelek keburukan adalah keburukan Ulama dan sebaik-baik kebaikan adalah kebaikan Ulama." (HR. ad-Darimi)
Imam al-Ghazali, menjelaskan:
ففساد الرعايا بفساد الملوك، و فساد الملوك بفساد العلماء، و فساد العلماء باستلاء حب المال والجاه، ومن استولى عليه حب الدنيا لم يقدر على الحسبة على اﻷراذل، فكيف علي الملوك واﻷكابر؟ والله المستعان علي كل حال.
"Setelah menulis keberanian para ulama salaful ummah tentang banyak dari mereka yang sangat berani berhisbah yaitu beramar makruf nahi munkar bahkan terhadap para penguasa yang dzalim hingga siap syahid dibunuh para penguasa karena mengamalkan hadits.
أفضل الجهاد كلمة حق عند سلطان جائر
“Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kalimat kebenaran didepan penguasa rusak yang menyimpang”.
Maka terakhir Imam Ghazali memberikan penutup: “Bahwasanya rusaknya rakyat (masyarakat umum) disebabkan karena rusaknya para penguasa, sedangkan rusaknya para penguasa disebabkan karena rusaknya para Ulama. Para Ulama rusak karena terperdaya kecintaan harta dan wibawa (tahta)".
Imam Al Ghazali melanjutkan bahwa “Barangsiapa yang terperdaya kecintaan terhadap dunia, maka dia tidak akan mampu dan kuasa berhisbah melakukan amar makruf nahi munkar terhadap perkara yang remeh, kecil dan sepele. Bagaimana mungkin dia akan mampu berhisbah amar makruf nahi munkar terhadap para penguasa dan perkara-perkara yang besar?." [Akhir Kitab Hisbah Amar Makruf Nahi Munkar dari Kitab Ihya Ulumuddin Juz II Hal. 385]
Rasulullah Saw mengisyaratkan hal ini dalam sabdanya yang diriwayatkan Abdullah bin ‘Amr ibnul ‘Ash, Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda:
إِنَّ اللهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِوَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِعَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَعِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
“Sesungguhnya Allah SWT tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari hamba-hamba. Akan tetapi Dia mencabutnya dengan diwafatkannya para ulama sehingga jika Allah tidak menyisakan seorang alim pun, maka orang-orang mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Kemudian mereka ditanya, mereka pun berfatwa tanpa dasar ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. al-Bukhari no. 100 dan Muslim no. 2673)
Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah mengatakan bahwa asy-Sya’bi berkata, “Tidak akan terjadi hari kiamat sampai ilmu menjadi satu bentuk kejahilan dan kejahilan itu merupakan suatu ilmu. Ini semua termasuk dari terbaliknya gambaran kebenaran (kenyataan) di akhir zaman dan terbaliknya semua urusan.”
Di dalam Shahih al-Hakim diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma secara marfu’ (riwayatnya sampai kepada Rasulullah SAW): “Sesungguhnya termasuk tanda-tanda datangnya hari kiamat adalah direndahkannya para Ulama dan diangkatnya orang jahat.” [Jami’ul Ulum wal Hikam, hlm. 60]
Wafatnya seorang yang alim akan menimbulkan bahaya bagi umat. Keadaan ini menunjukkan keberadaan Ulama di tengah kaum muslimin akan mendatangkan rahmat dan berkah dari Allah SWT. Lebih-lebih Rasulullah Saw mengistilahkan mereka dalam sebuah sabdanya:
مَفَاتِيحُ لِلْخَيرِ مَغَالِيقُ لِلشَّرِّ
“Sebagai kunci-kunci untuk membuka segala kebaikan dan sebagai penutup segala bentuk kejahatan.” (Hadits Hasan, Shahihul Jami', 4108)
Al-Bukhari meriwayatkan dari Syaqiq, beliau berkata, “ِAku pernah bersama ‘Abdullah dan Abu Musa, keduanya berkata, ‘Nabi Saw bersabda:
إِنَّ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ لأَيَّامًا يَنْزِلُ فِيهَا الْجَهْلُ وَيُرْفَعُ فِيهَا الْعِلْمُ.
""Sesungguhnya menjelang datangnya hari Kiamat akan ada beberapa hari di mana kebodohan turun dan ilmu dihilangkan." (HR. Bukhari)
Dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Saw bersabda:
يَتَقَارَبُ الزَّمَانُ وَيُقْبَضُ الْعِلْمُ وَتَظْهَرُ الْفِتَنُ وَيُلْقَى الشُّحُّ وَيَكْثُرُ الْهَرْجُ.
"Zaman saling berdekatan, ilmu dihilangkan, berbagai fitnah bermunculan, kebakhilan dilemparkan (ke dalam hati), dan pembunuhan semakin banyak." (HR. Muslim)
Ini menegaskan bahwasanya Ulama adalah simbol sekaligus representasi Islam dan umat Islam. Karena itulah, Ulama menjadi benteng terakhir Islam dan Umat Islam. Jika Ulama dirusak maka terusakkanlah Islam dan umat Islam pun akan menjadi rusak, maka rusaklah pula seluruh umat manusia. Disinilah urgensi Ulama sebagai benteng terakhir Islam sekaligus menjadi ujung tombak umat Islam.
Karena itulah sejak dulu, Ulama memiliki peran yang sangat besar dalam berbagai peristiwa sejarah penting, terutama sejarah perubahan masyarakat (social engineering). Bahkan nyaris tidak ada satu pun perubahan masyarakat di dunia ini yang tidak melibatkan peran Ulama. Mereka jugalah orang pertama yang menyebarkan kesadaran ini di tengah-tengah masyarakat hingga masyarakat memiliki kesadaran kolektif untuk melakukan perubahan. Jika kesadaran terhadap kerusakan masyarakat belum tumbuh di tengah-tengah masyarakat, niscaya tidak akan tumbuh pula keinginan untuk berubah, apalagi upaya untuk melakukan perubahan. Dari sini bisa disimpulkan, bahwa Ulama merupakan sumber dan inspirasi perubahan.
Sayang, seiring dengan kemunduran taraf berpikir umat Islam, yang diimbuhi dengan proses sekularisasi di Dunia Islam, umat Islam mulai kesulitan menemukan sosok Ulama yang mampu menggerakkan perubahan, seperti yang pernah dilakukan Nabi Saw. Yang kita dapati adalah Ulama yang fakih dalam masalah agama, tetapi tidak memiliki visi politik dan bukan negarawan yang handal serta bukan politisi ulung. Akhirnya, mereka mudah dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam. Ada pula Ulama yang memisahkan diri dari kekuasaan dan politik, dengan alasan, politik itu kotor dan najis.
Serta ada pula Ulama yang tidak memahami fakta (realitas) dan buta politik akhirnya diperalat oleh partai politik sekuler dan penguasa tiran serta para penjajah kafir asing dan aseng hingga terjebak dalam kubangan lumpur hitam berhala demokrasi sehingga hanya menjadi stempel dan corong penguasa boneka dan para penjajah kafir kapitalis asing dan aseng tersebut.
Akibatnya, mereka tidak mampu memberikan konstribusi bagi perubahan masyarakat dan negaranya. Mereka asyik dengan ibadah-ibadah ritual belaka yang sejatinya justru memberangus predikatnya sebagai Pewaris Nabi. Ada pula Ulama yang, sadar atau tidak, terkooptasi oleh sistem kufur dan pemerintah kufur serta para kafir penjajah beserta antek-anteknya. Mereka rela menjual ilmu dan agamanya untuk kepentingan dunia semata. Jahatnya lagi, mereka bahkan rela menyerahkan saudara-saudara Muslimnya untuk memenuhi keinginan kaum kafir. Ada pula yang bertingkah bak seorang artis yang hanya mengejar popularitas belaka. Lantas, apa fungsi dan peran Ulama sesungguhnya..?!
Peran dan Fungsi Para Ulama
Peran dan fungsi strategis Ulama dapat diringkas sebagai berikut:
Pertama: Pewaris para Nabi. Tentu, yang dimaksud dengan Pewaris Nabi adalah pemelihara dan penjaga warisan para Nabi, yakni wahyu atau risalah, dalam konteks ini adalah Al-Quran dan As-Sunnah atau Islam itu sendiri. Dengan kata lain, peran utama Ulama sebagai Pewaris para Nabi adalah penjaga agama Allah SWT. dari kebengkokan dan penyimpangan. Hanya saja, peran Ulama bukan hanya sekadar menguasai khazanah pemikiran Islam, baik yang menyangkut masalah Akidah maupun Syariah dan Akhlaq, tetapi juga bersama umat berupaya menerapkan, memperjuangkan, serta menyebarkan risalah Allah di muka bumi.
Dalam konteks saat ini, Ulama bukanlah orang yang sekadar memahami dalil-dalil Akidah dan Syariah, kaidah istinbâth (pengalian hukum), dan ilmu-ilmu alat lainnya. Akan tetapi, ia juga terlibat dalam perjuangan untuk mengubah realitas rusak yang bertentangan dengan warisan Nabi Saw menjadi realitas Islami yang haq di atas jalan Nabi.
Kedua: Pembimbing, pembina dan penjaga umat. Pada dasarnya, Ulama bertugas membimbing umat agar selalu berjalan di atas jalan lurus. Ulama juga bertugas menjaga mereka dari tindak kejahatan, pembodohan, dan penyesatan yang dilakukan oleh kaum kafir dan munafik serta antek-anteknya; melalui gagasan, keyakinan, dan sistem hukum yang bertentangan dengan Islam.
Semua tugas ini mengharuskan Ulama untuk selalu menjaga kesucian pemikiran Islam dalam benaknya sekaligus menjaga kesucian agamanya dari semua kotoran. Ulama juga harus mampu menjelaskan kerusakan dan kebatilan semua pemikiran dan sistem kufur kepada umat Islam. Ia juga harus bisa mengungkap tendensi-tendensi jahat di balik semua sepak terjang kaum kafir dan munafik beserta antek-anteknya. Ini ditujukan agar umat terjauhkan dari kejahatan musuh-musuh Islam.
Ketiga: Pengontrol penguasa. Peran dan fungsi ini hanya bisa berjalan jika Ulama mampu memahami konstelasi politik global dan regional. Ia juga mampu terdepan dalam mengontrol dan mengoreksi penguasa, dan ia pun mampu pula memimpin perlawanan terhadap segala bentuk penjajahan, menyingkap makar jahat dan permusuhan kaum kafir dalam memerangi Islam dan kaum Muslim. Dengan ungkapan lain, seorang Ulama harus memiliki visi politis-ideologis yang kuat, hingga fatwa-fatwa yang ia keluarkan tidak hanya beranjak dari tinjauan normatif belaka, tetapi juga bertumpu pada konteks ideologis-politis. Dengan demikian, fatwa-fatwanya mampu menjaga umat Islam dari kebinasaan dan kehancuran sekaligus membangkitkan umat Islam dengan kebangkitan hakiki, bukan malah menjadi sebab malapetaka dan kehancuran bagi umat Islam. Misalnya, fatwa yang dikeluarkan oleh Syaikhul Islam mengenai bolehnya kaum Muslim mengadopsi sistem pemerintahan demokrasi dan perundang-undangan Barat pada akhir Kekhilafahan Islam. Fatwa ini tidak hanya keliru, tetapi juga menjadi penyebab kehancuran Khilafah Islamiyah. Fatwa ini muncul karena lemahnya visi politis-ideologis Ulama pada saat itu.
Keempat: Sumber ilmu. Ulama adalah orang yang faqih fiddiin dalam masalah halal-haram dan dalam seluruh perkara kehidupan. Ia adalah rujukan dan tempat menimba ilmu sekaligus guru yang bertugas membina umat agar selalu berjalan di atas tuntutan dan tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Dalam konteks ini, peran sentralnya adalah mendidik dan membina umat dengan Akidah dan Syariah Islam. Dengan begitu, umat memiliki kepribadian Islam yang kuat; mereka juga berani mengoreksi penyimpangan masyarakat dan penguasa.
Kelima: Ulama sebagai pemimpin umat yang terdepan dalam memobilisasi dan menggerakkan umat dan seluruh elemen umat Islam untuk melanjutkan kehidupan Islam dengan menerapkan Syariah Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan dan menyebarluaskan risalah Islam ke segala penjuru dunia dengan dakwah dan jihad melalui penegakkan kembali Daulah Khilafah Rasyidah Islamiyah yang dilakukan oleh para Ulama Pewaris Nabi tersebut bersama umat dan seluruh elemen umat Islam apapun madzhab dan harakah dakwahnya. Karena Khilafah Islam adalah benteng utama Islam sekaligus milik seluruh Umat dan kewajiban bagi seluruh Umat Islam termasuk kewajiban bagi para Ulama.
Inilah peran dan fungsi sentral Ulama sebagai benteng terakhir Islam dan ujung tombak umat Islam di tengah-tengah masyarakat. Hanya saja, sekularisasi dan demokratisasi telah memberangus fungsi dan peran Ulama di atas, sekaligus meminggirkan mereka dari urusan negara dan masyarakat.
Apatah lagi pasca Aksi Damai Bela Islam Jilid II 411 dan Aksi Super Damai Bela Islam Jilid III 212 pada tahun 2016 yang sukses dipimpin dan dimobilisasi para Ulama sebagai respon penistaan terhadap Islam, Al-Quran, Ulama dan Umat Islam yang telah dilakukan oleh Basuki Tcahya Purnama alias Ahok. Dimana Aksi 411 dan 212 serta berlanjut aksi-aksi besar lainnya sepanjang tahun 2017 yang lalu hingga tahun 2018 yang lalu mulai aksi sejuta umat tolak Perppu Ormas hingga Aksi Bela Islam 212 Jilid 2 tahun 2017 yang lalu.
Hingga terjadi pula Aksi Bela Tauhid 211 dan Reuni 212 jilid 3 yang dihadiri sekitar 13 juta lebih umat Islam hingga berkibarlah jutaan lebih bendera tauhid al-Liwa dan ar-Royah di Monas Jakarta dan sekitarnya pada tahun 2018 yang lalu atas respon pembakaran bendera tauhid oleh Banser NU.
Juga digelarnya Ijtima' Ulama Jilid 4 pada 5 Agustus 2019 yang lalu telah menegaskan kewajiban menerapakan Syariah dan menegakkan kembali Khilafah serta amar ma'ruf wa nahi munkar merupakan kewajiban agama Islam, dan lain-lain.
Itu semua semakin meneguhkan dan menjadi sinyal yang sangat kuat bahwa sedang terjadi kebangkitan Islam dan umat Islam sekaligus menjadi sinyal sangat kuat kebangkitan Ulama Pewaris Nabi dan Persatuan Umat Islam yang bakal berpotensi bangkit kembali menjelma menjadi raksasa adidaya super power Negara Khilafah Rasyidah Islamiyah. Tentunya ini, membuat penjajah kafir kapitalis baik asing maupun aseng beserta rezim bonekanya sangat ketakutan hingga mereka pun menjadi Islamphobia dan super paranoid dengan Islam.
Sehingga demi melanggengkan gurita penjajahan hegemoni kapitalisme global mereka, penjajah kafir kapitalis asing dan aseng tersebut pun melalui rezim bonekanya membuat banyak skenario jahat dengan menghalalkan segala cara untuk mematikan kebangkitan Islam dengan menjadikan hukum tumpul ke kafir dan hanya tajam ke bawah melalui sejumlah UU, adu domba umat, adu domba Ulama dan kriminalisasi Islam khususnya ajaran Islam tentang dakwah, jihad, Syariah dan Khilafah, persekusi dan kriminalisasi umat Islam dan khususnya persekusi dan kriminalisasi Ulama, Aktivis Dakwah dan Ormas Islam serta pencabutan Badan Hukum HTI tanpa proses Pengadilan dan upaya membubarkan FPI.
Penjajah kafir kapitalis asing dan aseng beserta rezim bonekanya sangat mengetahui dan memahami dengan benar bahwa penghalang utama mereka untuk menguasai sepenuhnya negeri zamrud khatulistiwa yang kaya raya dengan sumberdaya alamnya ini adalah Islam, umat Islam dan khususnya Ulama sebagai benteng terakhir Islam dan ujung tombak umat Islam.
Karena itulah, mereka berupaya keras untuk melemahkan dan menghancurkan Islam dan umat Islam selain melalui adu domba umat, persekusi dan kriminalisasi Ulama serta pembunuhan karakter Ulama, mereka pun membuat sebuah skenario jahat secara sistematis untuk membungkam Ulama melalui sertifikasi penceramah atau sertifikasi Ulama yang dilakukan secara paksa oleh rezim boneka ini demi mengamankan kepentingan tuan besarnya tersebut dalam melanggengkan gurita penjajahan kapitalisme global mereka di negeri ini.
Menghancurkan Ulama sebagai benteng terakhir Islam dan ujung tombak umat Islam sama saja menghancurkan Islam dan umat Islam.
Memusuhi Ulama sama saja memusuhi Allah SWT Sang Pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan. Siapapun yang memusuhi bahkan mempersekusi dan mengkriminalisasi Ulama dan membunuh karakter Ulama, maka dia benar-benar telah menjadi musuhnya Allah.
Kecelakaan besarlah bagi mereka khususnya penjajah kafir kapitalis asing dan aseng beserta rezim bonekanya yang telah menjadi musuh Allah akibat memusuhi Ulama Pewaris Nabi dan agama-Nya.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Saw bersabda:
إنَّ اللهَ قال : من عادَى لي وليًّا فقد آذنتُه بالحربِ ، وما تقرَّب إليَّ عبدي بشيءٍ أحبَّ إليَّ ممَّا افترضتُ عليه ، وما يزالُ عبدي يتقرَّبُ إليَّ بالنَّوافلِ حتَّى أُحبَّه ، فإذا أحببتُه : كنتُ سمعَه الَّذي يسمَعُ به ، وبصرَه الَّذي يُبصِرُ به ، ويدَه الَّتي يبطِشُ بها ، ورِجلَه الَّتي يمشي بها ، وإن سألني لأُعطينَّه ، ولئن استعاذني لأُعيذنَّه ، وما تردَّدتُ عن شيءٍ أنا فاعلُه ترَدُّدي عن نفسِ المؤمنِ ، يكرهُ الموتَ وأنا أكرهُ مُساءتَه
“Sesungguhnya Allah berfirman: 'Barangsiapa yang memusuhi wali (kekasih)-Ku maka sungguh Aku telah mengumumkan peperangan kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu (amal shalih) yang lebih Aku cintai dari pada amal-amal yang Aku wajibkan kepadanya (dalam Islam), dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amal-amal tambahan (yang dianjurkan dalam Islam) sehingga Aku-pun mencintainya. Lalu jika Aku telah mencintai seorang hamba-Ku, maka Aku akan selalu membimbingnya dalam pendengarannya, membimbingnya dalam penglihatannya, menuntunnya dalam perbuatan tangannya dan meluruskannya dalam langkah kakinya. Jika dia memohon kepada-Ku maka Aku akan penuhi permohonannya, dan jika dia meminta perlindungan kepada-Ku maka Aku akan berikan perlindungan kepadanya. Tidaklah Aku ragu melakukan sesuatu yang mesti aku lakukan seperti keraguan untuk (mencabut) nyawa seorang yang beriman (kepada-Ku), dia tidak menyukai kematian dan Aku tidak ingin menyakitinya” (HR. al-Bukhari 5/2384, no. 6137).
Sungguh Allah SWT Maha Perkasa dan amatlah keras adzab dan siksa-Nya. Allah SWT berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِئَايَاتِ اللهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ حَقٍّ وَيَقْتُلُونَ الَّذِينَ يَأْمُرُونَ بِالْقِسْطِ مِنَ النَّاسِ فَبَشِّرْهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٍ {21} أُوْلاَئِكَ الَّذِينَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَاْلأَخِرَةِ وَمَالَهُم مِّن نَّاصِرِينَ {22}
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi dengan tanpa alasan yang benar dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, maka berilah mereka kabar gembira, bahwa mereka akan menerima siksa yang pedih. Mereka itu adalah orang-orang yang lenyap (pahala) amal-amalnya di dunia dan akhirat, dan mereka sekali-kali tidak memperoleh penolong.” (QS. Ali Imran [3]: 21-22)
Dan juga Allah SWT berfirman:
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
"Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang-orang musyrik benci." (QS. Ash-Shaff [6]: 9)
Maha benar Allah dengan segala firman-Nya. Oleh karena itu, wahai para Ulama pewaris para Nabi dan benteng terakhir Islam yang dirahmati Allah dimanapun kalian berada dan apapun harakah dakwah kalian serta apapun mazhab kalian, sudah tiba saatnyalah kalian bangkit dari tidur panjang kalian dan bersegeralah kalian bersatu dengan istiqamah dalam barisan dakwah berjama'ah mengikuti manhaj/thariqah dakwah Rasulullah Saw dan bergerak memimpin, memobilisasi serta menggerakkan seluruh umat Islam bersama militer untuk segera meruntuhkan kedigdayaan peradaban sampah kapitalisme global tersebut dengan segera mencampakkan demokrasi dengan hanya menumbangkan rezim demokrasi dan sistem kufur penjajah demokrasi kapitalisme sekulerisme yang menjadi biang penjajahan dan biang kerusakan serta biang malapetaka bagi dunia dan negeri ini.
Dengan manhaj/thariqah dakwah Rasulullah Saw tersebut bersegeralah pula kalian bersatu dan bergerak memimpin dan memobilisasi umat beserta militer untuk segera menegakkan kembali Khilafah Rasyidah Islamiyah-sang pelaksana Syariah secara kaffah dan pemersatu umat-sebagai tuntutan akidah tauhid Islam sekaligus solusi real dalam menyelamatkan Indonesia dan dunia dari kehancurannya serta demi meninggikan kalimat Allah dan demi izzul Islam wal Muslimin serta demi meraih ridha, rahmah dan berkah di dunia dan di akhirat dari Allah SWT Sang Maha Penguasa Serba Maha lagi Maha Pencipta Alam Semesta, manusia dan kehidupan yang nyawa kita dalam genggaman-Nya.
Yakinlah sesungguhnya Allah bersama kita dan kemenangan Islam sudah di depan mata kita. Allah SWT berfirman:
...لا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا
“...Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” (QS. At-Taubah: 40)
قَالَ لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَىٰ
“Allah berfirman, ‘Janganlah kalian berdua takut, sesungguhnya Aku bersama kalian, Aku mendengar dan melihat.” (QS. Thahaa: 46)
اَمۡ حَسِبۡتُمۡ اَنۡ تَدۡخُلُوا الۡجَنَّۃَ وَ لَمَّا یَاۡتِکُمۡ مَّثَلُ الَّذِیۡنَ خَلَوۡا مِنۡ قَبۡلِکُمۡ ؕ مَسَّتۡہُمُ الۡبَاۡسَآءُ وَالضَّرَّآءُ وَ زُلۡزِلُوۡا حَتّٰی یَقُوۡلَ الرَّسُوۡلُ وَالَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَہٗ مَتٰی نَصۡرُ اللّٰہِ ؕ اَلَاۤ اِنَّ نَصۡرَ اللّٰہِ قَرِیۡبٌ
"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: 'Bilakah datang pertolongan Allah?' Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.” (QS. Al-Baqarah: 214)
وَمَا جَعَلَہُ اللّٰہُ اِلَّا بُشۡرٰی وَلِتَطۡمَئِنَّ بِہٖ قُلُوۡبُکُمۡ ۚ وَمَا النَّصۡرُ اِلَّا مِنۡ عِنۡدِ اللّٰہِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَزِیۡزٌ حَکِیۡمٌ
”Dan tidaklah Allah menjadikannya (mengirim pertolongan) melainkan sebagai kabar gembira agar hatimu menjadi tentram, dan kemenangan (pertolongan) itu hanyalah dari sisi Allah. Sungguh Allah maha perkasa, maha bijaksana.” (QS. Al-Anfal: 10)
اِنۡ یَّنۡصُرۡکُمُ اللّٰہُ فَلَا غَالِبَ لَکُمۡ ۚ وَ اِنۡ یَّخۡذُلۡکُمۡ فَمَنۡ ذَاالَّذِیۡ یَنۡصُرُکُمۡ مِّنۡۢ بَعۡدِہٖ ؕ وَعَلَی اللّٰہِ فَلۡیَتَوَکَّلِ الۡمُؤۡمِنُوۡنَ
"Jika Allah menolong kamu maka tidak ada yang dapat mengalahkanmu, jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan) maka siapakah yang dapat menolong kamu (selain dari Allah) setelah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang mukmin bertawakkal.” (QS. Ali Imran: 160)
Wallahu a'lam bish shawab. []
#IjtimaUlama
#IkutUlama
#UlamaBelaHTI
#KhilafahWajib
#KhilafahAjaranIslam
#KhilafahAdalahSolusi
#ReturnTheKhilafah
Komentar
Posting Komentar