HUKUM PEMILU PRESIDEN
بسم الله الرحمن الرحيم
Hukum Pemilu Presiden
Tidak lama lagi, negeri ini
kembali akan menyelenggarakan pemilihan presiden (Pilpres) untuk memilih
Presiden dan Wakil Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan
negeri ini. Dalam pandangan Islam, Pilpres lebih tepat dikaitkan dengan fakta akad nashb ar-ra’isad-dawlah (pengangkatan kepala negara) yang hukumnya terkait
dengan dua hal, yaitu person dan sistem.
Dalam kaitannya dengan person, dalam
Islam seorang kepala negara harus memenuhi syarat-syarat in’iqad, yaitu sejumlah
keadaan yang akan menentukan sah dan tidaknya orang menjadi kepala negara,
yakni (1) Muslim; (2) Baligh; (3) Berakal; (4) Laki-laki; (5) Merdeka; (6) Adil
atau tidak fasik; dan (7) Mampu melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai
kepala negara. Tidak terpenuhinya salah satu saja dari syarat-syarat di atas,
cukup membuat pengangkatan seseorang menjadi kepala negara menjadi tidak sah.
Adapun kaitannya dengan konteks
sistem, harus ditegaskan bahwa siapapun yang terpilih menjadi kepala negara
wajib menerapkan sistem Islam. Tambahan lagi, dalam Islam, tugas utama kepala
negara memang adalah untuk menjalankan syariat Islam secara kaffah dan mengatur
rakyat dan negaranya dengan sistem Islam. Hanya dengan cara itu saja segala
tujuan mulia dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara akan tercapai.
Memimpin dengan sistem selain Islam tidak akan menghasilkan kebaikan tapi
kerusakan dan bencana. Maka, memilih presiden yang akan menjalankan sistem
sekuler hukumnya tidak boleh. Siapa saja yang mengatur masyarakat dan negara tidak
dengan sistem Islam akan disebut fasik, zalim bahkan kafir bila secara i’tiqadi
dengan tegas menolak syariat Islam. Allah SWT berfirman:
﴿وَمَن
لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ﴾
”Dan, siapa saja yang tidak berhukum berdasarkan apa
yang diturunkan oleh Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir.” (TQS. al-Maidah [05]: 44)
﴿وَمَن
لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ ﴾
”Dan,
siapa saja yang tidak berhukum berdasarkan apa yang diturunkan oleh Allah, maka
mereka itu adalah orang-orang dzalim.” (TQS. al-Maidah [05]: 45)
﴿وَمَن
لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ ﴾
”Dan, siapa saja yang tidak berhukum berdasarkan apa
yang diturunkan oleh Allah, maka mereka itu adalah orang-orang fasik.” (TQS. al-Maidah [05]: 47)
Pilpres yang diselenggarakan di
negeri ini tidak lain adalah untuk memilih orang untuk menjalankan sistem
sekuler. Dengan itu, pilpres ini dipastikan justru akan melanggengkan sistem
sekuler di negeri ini. Pilpres ini juga untuk memilih orang untuk menerapkan
hukum-hukum yang tidak bersumber dari al-Quran dan as-Sunnah; sebaliknya untuk
menerapkan hukum-hukum buatan manusia yang bersumber dari hawa nafsu manusia. Itu artinya pilpres ini tidak lain untuk
memilih orang untuk menjadi seorang yang zalim, fasik atau kafir jika dia
secara i’tiqadi dengan tegas menolak sistem dan hukum Islam. Pemilihan seperti itu tentu saja secara
syar’i jelas hukumnya tidak boleh.
Disamping itu, fakta negeri ini
meski sudah merdeka bebas dari penjajahan fisik, namun nyatanya negeri ini
masih terus terkungkung dalam penjajahan gaya baru, yakni penjajahan non fisik
di berbagai bidang. Karena itu yang seharusnya dilakukan oleh umat di negeri
ini adalah memilih kepala negara yang mampu menjamin negeri ini tetap
independen (merdeka) dari cengkeraman penjajah. Dengan kata lain, memilih
kepala negara yang mampu mewujudkan kemerdekaan yang sesungguhnya, bukan malah
sebaliknya membiarkan negeri ini dalam cengkeraman dan dominasi kekuatan asing
di segala bidang. Juga harus mampu meletakkan keamanan negeri ini semata di
tangan umat Islam, bukan di tangan asing. Tidak membiarkan pengaruh negara
penjajah ke dalam institusi tentara dan polisi, apalagi mengijinkan negara
asing membuat pangkalan militer di wilayah negeri ini. Sesungguhnya Allah SWT melarang muslim memberi
jalan kepada kaum kafir untuk menguasai kaum Mukmin. Allah SWT berfirman:
]وَلَنْ
يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلاً[.
Dan Allah sekali-kali tidak akan
pernah member jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai kaum Mukmin (TQS.
an-Nisa’ [4]: 141).
Akhirnya, semua berpulang kepada umat Islam, apakah akan
membiarkan negeri ini terus dipimpin oleh penguasa dzalim dengan sistem sekuler
dan mengabaikan syariat Islam yang membuat negeri ini terus terpuruk, ataukah sebaliknya
memilih pemimpin yang amanah dan menegakkan syariat Islam secara kaffah sehingga
kedamaian, kesejahteraan, dan keadilan benar-benar akan terwujud. Begitu juga,
semua berpulang kepada umat Islam, apakah akan membiarkan negeri-negeri muslim tetap
tercerai-berai seperti sekarang dan tenggelam dalam kehinaan atau sebaliknya berusaha
keras agar bisa menyatu sehingga izzul Islam walmuslimin juga benar-benar
terwujud.
Karena itu, umat Islam di Indonesia sebagai pemegang
kekuasaan hendaknya memperhatikan momentum pemilu ini. Bahwa Pemilu ini tidak boleh
menjadi alat untuk melanggengkan sistem sekuler. Umat Islam harus berusaha
untuk menegakkan sistem Islam dan menghentikan sistem sekuler serta harus
berusaha mewujudkan seorang kepala negara yang mempunyai syarat dan ketentuan
Islam sebagaimana dijelaskan di atas yang akan menegakkan sistem Islam dan
menyatukan negeri-negeri di bawah naungan Khilafah.
Wahai umat Islam, inilah saatnya,
ambillah langkah yang benar. Salah mengambil langkah berarti turut
melanggengkan kemaksiyatan. Marilah kita
renungkan firman Allah SWT:
]يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا
يُحْيِيكُمْ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ
وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ[
Hai
orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul
menyeru kamu kepada suatu yang member kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa
sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah
kamu akan dikumpulkan. (TQS al-Anfal
[8]: 24 )
HizbutTahrir Indonesia
Komentar
Posting Komentar