PEOPLE POWER DLM TINJAUAN SYARIAH
Bagaimana ‘People Power’ Menurut
Syariat Islam
Soal:
Bagaimana
hukum people power atau
revolusi menurut syariah Islam? Bagaimana pula sesungguhnya membangun
pemerintahan Islam melalui jalan umat?
Jawab:
People
power adalah
kekuatan rakyat; biasanya digunakan untuk melakukan perubahan dengan
menjatuhkan rezim yang ada, lalu menggantinya dengan rezim yang baru. Perubahan
dengan menggunakan kekuatan rakyat ini bisa digunakan untuk tujuan reformasi
maupun revolusi, baik untuk mengubah sebagian sistem yang ada maupun mengubah
seluruh sistem yang ada dengan sistem yang lain sama sekali.
Dalam
konteks Islam, perubahan yang dimaksud tentu adalah perubahan dari sistem kufur
menjadi sistem Islam. Namun, apakah menggunakan people power tersebut
dibenarkan oleh Islam? Jawabannya jelas tidak. Dalam hal ini ada tiga
alasan. Pertama:cara seperti ini jelas menyimpang dari ketentuan
syariah, karena tidak mengikuti metode yang telah digariskan oleh Rasulullah
saw. cara yang dilakukan oleh Rasulullah saw. dalam melakukan perubahan,
termasuk di dalamnya membangun pemerintahan Islam, adalah melalui thalab
an-nushrah;1 yakni dengan mencari pertolongan kepada siapa saja yang
memang mempunyai kekuatan dan bisa menolong dakwah Beliau.
Karena pihak
yang mempunyai kekuatan ketika itu adalah kepala suku dan kabilah, maka kepada
merekalah Rasulullah saw. berusaha sungguh-sungguh untuk mendapatkan
pertolongan. Rasulullah pernah mendatangi Bani Tsaqif di Taif, Bani Hanifah,
Bani Kalb, Bani Amir bin Sha’sha’ah dan sejumlah kabilah yang lain. Namun,
ternyata semuanya menolak. Ada yang menolak dengan keras, bahkan tidak manusiawi,
seperti yang Beliau alami di Taif; ada juga yang menolak tanpa syarat, seperti
yang Beliau alami ketika menyatakan hasrat Beliau kepada Bani Hanifah; atau
ditolak karena Beliau tidak mau mengabulkan syarat mereka, seperti yang Beliau
alami dari Bani Amir bin Sha’sha’ah.2
Justru
karena itulah, cara dan langkah yang Beliau tempuh ini hukumnya wajib.
Alasannya: (1) karena langkah ini Beliau lakukan dengan konsisten, apapun
dampak dan risikonya; (2) dampak dan risiko yang Beliau terima ternyata tetap
tidak mengubah konsistensi Beliau. Dua hal ini menjadi indikasi (qarinah),
bahwa cara dan langkah tersebut hukumnya memang wajib. Karena itu, cara
tersebut tidak pernah Beliau tinggalkan, apapun risikonya.
Dalam
konteks sekarang, thalab an-nushrah bisa dilakukan terhadap
kepala negara, kepala suku dan kabilah, polisi, militer serta siapa saja yang
mempunyai kekuatan dan pengaruh secara real di tengah masyarakat. Syaratnya,
mereka harus mengimani sistem Islam dan membenarkannya. Ini didasarkan pada
riwayat:
وَيَسْأَلُهُمْ
أَنْ يُصَدِّقُوْهُ، وَيَمْنَعُوْهُ
Beliau pun
meminta mereka untuk membenarkan Beliau, dan memberikan perlindungan kepadanya.3
Inilah
satu-satunya cara yang legal dalam pandangan syariah dalam melakukan perubahan
dan membangun pemerintahan Islam.
Kedua: cara people power ini
juga salah. Selain menyimpang dari ketentuan syariah, cara seperti ini juga
bisa dianggap sebagai kesalahan strategi. Pasalnya, tujuan dari proses
perubahan melalui people power tersebut sebenarnya untuk
mewujudkan rezim baru guna mewujudkan kehidupan yang lebih baik.
Namun
nyatanya, people power atau revolusi rakyat justru sering
menimbulkan kekacauan yang luar biasa, termasuk mengorbankan hak milik umum,
negara dan kepentingan rakyat. Jika kondisi ini terjadi, tujuan untuk
mewujudkan kehidupan yang lebih baik jauh api dari panggang. Selain itu, cara
seperti ini juga bisa memicu terjadinya konflik horisontal, yang mengakibatkan
perpecahan di tengah-tengah umat. Pertanyaannya, mungkinkah membangun negara
dan pemerintahan yang solid, sehingga seluruh sistemnya bisa dijalankan, jika
umat dan rakyatnya terpecah-belah? Jelas tidak mungkin.
Ketiga: cara people power ini
juga berbahaya. Belajar dari kasus Suriah, misalnya, meskipeople power tersebut
dilakukan oleh kelompok tertentu, sebut saja Ikhwan al-Muslimin,
akibat dari tindakan kelompok tersebut, stigmatisasi dan generalisasi pun
terjadi pada seluruh kaum Muslim. Dampak dari tindakan tersebut, penguasa
Suriah bahkan memberlakukan larangan terhadap apapun yang berbau Islam, hatta shalat
lima waktu. Hingga kini, penguasa Suriah bertindak sadis dan di luar batas
perikemanusiaan. Tindakan-tindakan brutal tersebut hingga kini masih terus
berlanjut. Apa yang terjadi minggu-minggu ini di Suriah adalah contoh nyata
bentuk kebrutalan mereka, yang dipicu oleh pengalaman sejarah peristiwa people
power tersebut. Meski penguasanya berganti, tradisi kebengisan dan
kebrutalannya tetap saja dipertahankan.
Karena itu,
upaya-upaya people power, revolusi rakyat atau sejenisnya bukan
saja tidak boleh, bahkan harus dicegah. Siapa saja yang melakukan upaya-upaya
tersebut juga jelas bukanlah orang yang ikhlas dan
sungguh-sungguh berjuang untuk kepentingan umat.
Jika
demikian, lalu bagaimana sesungguhnya gambaran membangun pemerintahan Islam
melalui jalan umat?
Caranya umat
harus dipersiapkan agar meyakini dan menerima sistem Islam, baik sistem
pemerintahannya, ekonomi, sosial, pendidikan, sanksi hukum maupun politik luar
negerinya. Sebab, kekuatan negara dan pemerintahan dalam pandangan Islam
terletak pada umat. karena faktanya negara adalah entitas teknis yang
mengimplementasikan seluruh konsepsi, standarisasi dan keyakinan yang diterima
oleh umat. Karena itu, penerimaan umat terhadap konsepsi, standarisasi dan
keyakinan Islam tersebut merupakan pilar dasar bagi tegaknya sistem Islam.
Begitu juga sebaliknya.
Dengan
demikian, jelas sekali, yang dimaksud dengan ‘an thariq al-ummah (melalui
jalan umat) bukanlah people power atau revolusi rakyat,
melainkan upaya sungguh-sungguh dan sistematik membangun sistem yang dibangun
berdasarkan kekuatan umat, melalui keyakinan, dukungan dan implementasi mereka
terhadap sistem tersebut. Adapun proses perubahannya dari sistem kufur ke
sistem Islam hanya dilakukan melalui thalab an-nushrah, bukan
dengan cara yang lain. Wallâhu a‘lam. [www.konsultasi.wordpress.com]
Catatan
kaki:
- Lihat: Dr. Muhammad Khair Haikal, Al-Jihad wa al-Qital fi as-Siyasah as-Syar’iyyah,Dar al-Bayariq, Bairut, cet. VIII, 1996 M, I/406. Dalam hal ini, Dr. Muhammad Khair Haikal menyatakan, bahwa thalab an-nushrah ini mempunyai kriteria dan kualifikasi yang spesifik, yang kemudian beliau uraikan ada 9 kriteria. Siapa saja yang ingin memperdalam masalah ini, silakan merujuk buku beliau.
- Lihat: Ibn Hisyam, As-Sirah an-Nabawiyyah, Dar Ihya’ at-Turats al-’Arabi, Bairut, cet. II, 1417 H/1997 M, II/35-38.
- Lihat: Ibn Hisyam, As-Sirah an-Nabawiyyah, Dar Ihya’ at-Turats al-’Arabi, Bairut, cet. II, 1417 H/1997 M, II/36.
Komentar
Posting Komentar