HUKUM SYARA BERPARTISIPASI DALAM PEMILU DEWAN LEGISLATIF
بسم الله الرحمن الرحيم
Hukum Syara’ Tentang
Partisipasi Dalam Pemilihan Dewan
Legislatif
Tidak lama
lagi, di
Indonesia akandiselenggarakanpemilihan umum (pemilu). Pemilu
ini dilakukan untuk memilih anggota DPR dan 34 orang anggota DPD.Demikianjugadilakukanuntukmemilihpresidendanwakilpresiden.PemiluDewan
Perwakilan Rakyat (DPR) pusatdan Daerah (DPRD) serta Dewan Perwakilan Daerah
(DPD)akandiselenggarakanpadatanggal 9 April 2014,
sedangkanpemilupresidendanwakilpresidenakandiselenggarakanpadatanggal 9 Juli
2014 mendatang.
Sesungguhnya
pemilu anggota Dewan Legislatif itu, terhadapnya berlaku hukum wakalah dalam syariah Islam.Wakalah hukum asalnya adalah mubah
(boleh). Hal ituberdasarkanhadits yang diriwayatkanolehJabir bin Abdullah ra, ia berkata:
اَرَدْتُ الْخُرُوْجَ اِلىَ خَيْبَرَ فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَقَالَ: « إِذَا أَتَيْتَ وَكِيْلِيْ بِخَيْبَرَ فَخُذْ
مِنْهُ خَمْسَةَ عَشَرَ وَسَقًا» (رواه ابو داود و صححه).
“Aku hendak berangkat ke Khaibar, lantas aku menemui Nabi saw. Maka
beliau bersabda: “Jika engkau menemui wakilku di Khaibar maka ambillah darinya
lima belas wasaq.” (HR. Abu Dawud yang ia nilai shahih).
Di
dalam Bai’at al-‘Aqabah II, Rasulullah
saw meminta dari 73 orang laki-laki dan dua orang wanita yang berasal dari
Madinah agar memilih 12 orang naqib dari mereka yang akan menjadi wakil mereka
dalam urusan mereka. Kedua hadits ini
menunjukkan bahwa hukum asal wakalah
adalah mubah, selama memenuhi semua rukun dan syarat-syaratnya. Rukun wakalah ada tiga: pertama, dua
pihak yang berakad yaitu pihak yang mewakilkan (al-muwakkil) dan pihak yang mewakili (al-wakîl). Kedua, obyek akad, yaitu perkara yang diwakilkan
oleh al-muwakkil kepada al-wakîl.Ketiga, bentuk redaksi akad perwakilannya (shighat tawkîl). Jika semua rukun itu ada maka harus dilihat
perkara atau amal yang didelegasikan oleh al-muwakkil
kepada al-wakîl, sebab sah dan
tidaknya wakâlah bergantung pada
realita perkara atau amal ini.
Dengan
meneliti aktivitas Dewan Legislatif jelaslah bahwa aktivitas mereka yang
mendasar adalah tiga aktivitas. Pertama,
aktivitas legislasi untuk menetapkan konstitusi (UUD) dan UU. Kedua, melantik
presiden dan wakil presiden. Ketiga, aktivitaspengawasan, koreksi dan kontrol
terhadap pemerintah. Dengan memperhatikan aktivitas-aktivitas ini,
ada rincian tentang hukum syara’ untuk masing-masing aktivitas itu. Dengan ungkapan lain,
yaitu hukum wakalah dalam aktivitas legislasi untuk menetapkan UUD dan UU, yakni UU
yang tegak di atas akidah pemisahan agama dari kehidupan (sekulerisme); dan hukum wakalah dalam aktivitas melantik presiden dan wakil presiden
yang akan menerapkan UUD dan UU sekuler.
Hukum wakalah pada kedua aktivitas ini berbeda dengan hukum wakalah pada aktivitas pengawasan dan koreksi terhadap pemerintah.
Adapun
hukum wakalah tentang aktivitas legislasi, maka harus diingatkan kepada setiap
Muslim yang mengimani Allah SWT bahwa wajib baginya terikat dengan hukum-hukum
syara’ yang diistinbath dari al-Kitab dan as-Sunnah serta yang ditunjukkan oleh
keduanya, bukan yang lain. Baik hukum-hukum tersebut berkaitan dengan kehidupan individu,
keluarga, atau berkaitan dengan kehidupan publik bernegara dan bermasyarakat. Tidak ada pilihan bagi seorang
Muslim kecuali menerapkan hukum Allah. Allah SWT berfirman.
﴿ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ﴾
“Menetapkan hukum itu hanyalah
hak Allah.”(TQS al-An’am [6]: 57)
Allah SWT
juga menjelaskan bahwa keimanan mengharuskan seorang Muslim
terikat dengan hukum Allah. Allah SWT
berfirman:
﴿فَلَا وَرَبِّكَ
لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا
يَجِدُوا فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak
merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan
mereka menerima dengan sepenuhnya.”(TQS. an-Nisa’ [4]: 65)
Allah SWT
juga berfirman:
﴿ وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ
أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ
ضَلَّ ضَلَالًا مُّبِينًا﴾
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan,
akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang
nyata.”(TQS. Al Ahzab[33]:36)
Ini dari sisi wajibnya terikat
dengan syara’. Dari sisi yang lain, seorang
Muslim tidak boleh mengharamkan apa yang telah dihalalkan oleh Allah atau
menghalalkan apa yang telah diharamkan-Nya. Imam at-Tirmidzi, telah
meriwayatkan di dalam Sunan-nya, dari
’Adi bin Hatim –radhiya-Llâhu ’anhu–bahwa
ia menemui Rasulullah saw dan di lehernya ada salib perak. Maka Rasulullah saw membaca ayat ini:
﴿ اتَّخَذُوا
أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ﴾
”Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai
Tuhan selain Allah ...” (TQS. at-Tawbah [9]: 31)
‘Adi bin Hatim berkata: “maka aku katakan:
“sesungguhnya mereka tidak menyembah mereka (para rahib dan orang-orang
alim mereka). Maka Rasulullah saw bersabda:
«بَلَى،إِنَّهُمْ
حَرَّمُوْاعَلَيْهِمْ الْحَلاَلَ،وَأَحَلُّوْالَهُمْ الْحَرَامَ،فَاتَّبِعُوْهُمْ،فَذَلِكَ
عِبَادَتُهُمْ إِيَّاهُمْ »
“Benar (mereka menyembah para rahib dan orang-orang alim mereka).
Sesungguhnya mereka (para rahib dan orang-orang alim mereka) mengharamkan atas
mereka yang halal, dan menghalalkan untuk mereka apa yang haram, dan mereka
mengikuti para rahib dan orang-orang alim mereka itu. Maka yang demikian itu adalah penyembahan
mereka kepada para rahib dan orang-orang alim mereka.”
Berdasarkan
hal itu, penetapan undang-undang tanpa sumber wahyu yakni bersumber pada selain
al-Kitab dan as-Sunnah adalah bertentangan dengan akidah islamiyah. Sebab seorang Muslim wajib terikat dengan
hukum syara’ dan mengambil hukum dari wahyu saja. Pada saat yang sama, ia tidak boleh mengambil
sesuatu dari undang-undang dan sistem buatan manusia. Atas dasar itu maka setiap aktivitas untuk
menetapkan undang-undang yang diambil dari selain al-Kitab dan as-Sunnah
merupakan aktivitas syirik kepada (menyekutukan) Allah SWT, dan tempat
berlindung hanya kepada Allah. Dengan
demikian, jelaslah bahwa wakalah dalam aktivitas penetapan undang-undang
sekuler atau undang-undang yang bertentangan dengan syariah Islam secara
syar’iy adalah tidak boleh, sebab aktivitas ini bertentangan dengan akidah
Islamiyah.
Demikian juga, tidak boleh wakalah pada aktivitas mengangkat
presiden dan wakilnya sebab wakalah ini menjadi wasilah kepada keharaman yaitu
penerapan hukum atau undang-undang sekuler atau undang-undang yang bertentangan
dengan syariah islamiyah oleh kepala negara dan wakilnya itu. Hal itu sesuai kaedah syara’ yang menyatakan:
اَلْوَسِيْلَةُ
اِلَى الْحَرَامِ حَرَامٌ
Wasilah (perantaraan) yang menghantarkan kepada keharaman hukumnya adalah
haram
Adapun wakalah dalam aktivitas pengawasan atau
koreksi terhadap pemerintah maka hukumnya boleh, selama tujuannya adalah untuk
amar makruf dan nahi mungkar. Wakalah untuk melakukan aktivitas ini merupakan
wakalah yang sah sebab tujuannya merupakan aktivitas yang disyariatkan yaitu
amar makruf dan nahi mungkar. Oleh karena itu, pencalonan anggota Dewan
Legislatif dalam rangka melaksanakan amar makruf dan nahi mungkar secara
syar’iy adalah boleh selama memenuhi syarat-syarat syar’inya. Hukum kebolehan ini bukan berlaku mutlak,
akan tetapi memiliki syarat-syarat tertentu sebagai berikut:
Pertama, calon harus berasal dari
latar belakang Islami, dan bukan dari partai sekuler. Dan dalam proses
pencalonan ia tidak boleh menempuh cara-cara haram seperti penipuan, pemalsuan
dan penyuapan. Ia juga tidak boleh
berkoalisi dengan orang-orang sekuler.
Kedua, calon tersebut wajib
mengatakan tujuan pencalonannya secara terang-terangan, yaitu untuk menegakkan
sistem Islam, melawan dominasi asing dan membebaskan negeri dari pengaruh asing. Dengan kata lain, calon tersebut wajib
menjadikan parlemen sebagai mimbar (yakni sarana/wasilah) untuk dakwah Islam,
yaitu dakwah untuk menegakkan sistem Islam, menghentikan sistem sekuler dan mengoreksi penguasa.
Ketiga, di dalam kampanyenya wajib bagi
calon itu menyampaikan ide-ide dan program-program yang islami saja.
Keempat, wajib bagi calon itu terikat
dengan syarat-syarat itu secara terus menerus dan konsisten.
Wahai
Kaum Muslimin!
Berdasarkan
hal itu, maka wajib bagi Anda mengambil sikap berikut menghadapi pemilu
mendatang:
Pertama, tidak memilih calon yang tidak memenuhi syarat-syarat dan
pedoman-pedoman yang telah disebutkan sebelumnya. Tidak mendukung aktivitas-aktivitasnya
termasuk kampanye. Demikian juga tidak
memberinya ucapan selamat ketika berhasil dalam pencalonannya.
Kedua, berjuanglah untuk menerapkan syariah islamiyah secara kaffah dengan
penerapan yang shahih dan konsisten.
Berjuanglah dengan penuh kesungguhan untuk mengubah sistem sekuler,
yakni sistem yang tegak di atas akidah pemisahan agama dari kehidupan menjadi
sistem Islam dengan berjuang menurut metode dakwah Nabi saw dengan melakukan
pergolakan pemikiran (ash-shirâ’
al-fikriy) dan perjuangan politik (al-kifâh
as-siyâsî). Perjuangkan hal itu
dengan jalan mendukung setiap individu, kelompok, jamaah atau partai politik
yang berjuang sungguh-sungguh dan mukhlis untuk tegaknya syariah islamiyah dan
al-Khilafah al-Islamiyah. Dan sebaliknya, wajib bagi Anda menjauhi setiap
individu, kelompok, jamaah atau partai politik yang bekerja untuk melanggengkan
sistem sekuler.
Ketiga, berbuatlah secara jamaah dan individu untuk mengoreksi penguasa (muhâsabah
al-hukkâm) atas setiap aktivitas dan kebijakan yang menyalahi Islam. Waspadalah terhadap propaganda yang
mengatakan bahwa perubahan sistem sekuler dan perjuangan untuk mewujudkan
sistem Islam adalah perkara yang mustahil.
Jangan putus asa dari perjuangan Anda.
Dengan izin dan pertolongan Allah perjuangan ini akan berhasil dengan
syarat adanya keseriusan dan keikhlasan di dalamnya, in sya’a Allah. Yakinlah bahwa Allah SWT akan menolong orang
yang menolong agama-Nya, khususnya dalam perjuangan agung untuk mengembalikan
al-Khilafah guna melanjutkan kehidupan islami yang di dalamnya syaraiah Islam
diterapkan dan dakwah Islam diemban ke seluruh dunia dipimpin oleh khalifah
yang akan menyatukan Umat Islam dan negeri-negeri Islam agar mereka kembali
menjadi sebaik-baik umat (khayru ummah) dan memenangkan Islam terhadap
semua agama dan ideologi. Yakinlah,
hanya dengan persatuan umat islam saja akan ada kekuatan. Dan dengan kekuatan ini akan ada rahmat Islam
di muka bumi. Dan dengan kekuatan ini
pula, kemuliaan Islam akan terjaga, kesatuan negeri kaum Muslimin akan
terlindungi dari semua pengaruh dan penjajahan negara-negara penjajah.
Wahai Kaum Muslimin!
Sebagai
penutup, perkara ini kembali kepada umat Islam: apakah akan mentolerir
langgengnya negeri Islam dalam kondisi terpecah dan rendah seperti kondisi
sekarang? Ataukah, umat akan melakukan
usaha penuh kesungguhan untuk menyatukan negeri-negeri Islam demi kemuliaan
Islam dan kaum Muslimin?
Wahai Kaum Muslimin!
Sungguh
telah tiba waktunya untuk mengambil langkah yang benar! Jika Anda salah maka Anda akan ikutserta
melanggengkan kerusakan, keterpecahan dan dominasi asing! Kami mengingatkan dengan firman Allah SWT:
﴿
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ
الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ ﴾
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah
dan seruan Rasul apabila Rasul menyerukamu kepada suatu yang
memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah
membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan.”(TQS. Al-Anfal
[8]: 24)
1 April 2014
1 Jumadul Tsani 1435 H
Hizbut Tahrir Indonesia
Komentar
Posting Komentar