BUANG ‘ASHABIYAH, REKATKAN UKHUWAH
Hari-hari terakhir ini umat tengah dilanda musibah yang tak kalah membuat resah. Tak kalah membuat sedih dibandingkan dengan gempa bumi dan tsunami. Musibah yang dimaksud adalah makin rapuhnya ukhuwah islamiyah dan makin menguatnya ‘ashabiyah.
Karena ‘ashabiyah, antarkelompok umat Islam bisa saling mem-bully. Karena ‘ashabiyah mereka bisa saling mencaci. Karena ‘ashabiyah pula mereka bahkan bisa saling mempersekusi. Semua itu acapkali dibumbui oleh slogan-slogan nasionalisme, fanatisme organisasi, sentimen mazhab dll. Singkatnya, saat ini sikap ‘ashabiyah begitu mendominasi. Sebaliknya, akhuwah islamiyah seolah makin tereliminasi.
Di Tanah Air, slogan “NKRI harga mati”, misalnya, seolah cukup menjadi alasan bagi sekelompok umat Islam untuk menista kelompok umat Islam lain yang menyerukan penerapan syariah Islam. Seolah-olah penerapan syariah Islam akan menghancurkan negeri ini. “Saya Pancasila” juga seperti menjadi slogan sakti untuk mempersekusi siapa saja yang dituding anti Pancasila. Di antaranya mereka yang menyerukan dan mendakwahkan Khilafah. Seolah-olah Khilafah bertentangan dengan Pancasila. Padahal Khilafah adalah ajaran Islam, sementara mereka sering mengklaim bahwa Pancasila tidak bertentangan dengan Islam.
Yang tak kalah menyedihkan, kebencian terhadap kelompok umat Islam lain seperti HTI seolah menjadi alasan kuat untuk melakukan kriminalisasi terhadap segala hal yang berhubungan dengan HTI. Termasuk membakar Bendera Tauhid yang dituding sebagai bendera HTI. Padahal HTI sama sekali tak punya bendera. Bendera al-Liwa’ dan ar-Rayah yang bertuliskan kalimat tauhid Lâ ilâha illaLâh Muhammad rasûlulLâh adalah bendera seluruh kaum Muslim, bukan bendera HTI.
Buang ‘Ashabiyah!
Rasulullah saw. bersabda:
وَمَنْ قُتِلَ تَحْتَ رَايَةٍ عِمِّيَّةٍ يَغْضَبُ لِلْعَصَبِيَّةِ أَوْ يُقَاتِلُ لِلْعَصَبِيَّةِ أَوْ يَدْعُو إِلَى الْعَصَبِيَّةِ فَقِتْلَتُهُ جَاهِلِيَّةٌ
Siapa saja yang mati/terbunuh di bawah panji buta, dia marah karena ‘ashabiyah, atau berperang karena ‘ashabiyah, atau menyerukan ‘ashabiyah maka matinya adalah mati jahiliah (HR Ahmad).
Hadis di atas menjelaskan antara lain: Pertama, kaum Muslim haram memerangi—termasuk mempersekusi—kaum Muslim lainnya semata-mata atas dasar sikap ‘ashabiyah. Kedua, kaum Muslim haram menyerukan ‘ashabiyah, termasuk membela dan berperang atas dasar ‘ashabiyah.
Imam an-Nawawi di dalam Syarh Shahîh Muslim menyatakan, “Râyah ‘ummiyyah adalah perkara buta yang tidak jelas arahnya.
Mula Ali al-Qari di dalam Mirqah al-Mafâtîh mengatakan, “Di dalam kamus, al-‘ummiyyah artinya kesombongan (al-kibr) dan kesesatan (adh-dhalâl).”
Menurut ath-Thaibi, “Sabda Rasul saw. ‘tahta râyah ‘ummiyyah’ merupakan kinâyah (kiasan) atas jamaah yang berhimpun di atas perkara tidak benar alias batil.”
Karena itu sikap ‘ashabiyah itu harus dibuang dan dicampakkan seperti yang diperintahkan oleh Rasul saw. Dalam hal ini Jabir ra. pernah menuturkan bahwa dalam satu pertikaian, seorang Muhajirin mendorong tubuh seorang Anshar. Lalu orang Anshar itu berkata, “Tolonglah, hai Anshar!” Orang Muhajirin itu pun berkata, “Tolonglah, hai Muhajirin!” Mendengar itu Rasulullah saw. bersabda:
مَا بَالُ دَعْوَى جَاهِلِيَّةٍ؟ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَسَعَ رَجُلٌ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ رَجُلاً مِنَ الأَنْصَارِ. فَقَالَ : دَعُوهَا فَإِنَّهَا مُنْتِنَةٌ
“Ada apa dengan seruan jahiliyah itu?” Mereka berkata, “Ya Rasulullah, seseorang dari Muhajirin memukul punggung seseorang dari Anshar.” Beliau bersabda, “Campakkan itu. Sebab itu muntinah (tercela, menjijikkan dan berbahaya)!” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Rekatkan Ukhuwah
Allah SWT berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ...
Sungguh kaum Mukmin itu bersaudara... (TQS al-Hujurat [49]: 10).
Syaikh Abdurrahman Nashir bin as-Sa’di dalam tafsirnya, Taysîr al-Karîm ar-Rahmân fî Tafsîr Kalâmi al-Mannân, menjelaskan ayat di atas, “Inilah ikatan yang Allah ikatkan di antara kaum Mukmin. Jika ada pada seseorang di manapun, di timur dan barat bumi, serta ada pada dirinya iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya dan Hari Akhir, maka sesungguhnya ia adalah saudara bagi kaum Mukmin yang lain. Persaudaraan ini mewajibkan kaum Mukmin mencintai untuk dia apa saja yang mereka cintai untuk diri mereka sendiri dan membenci untuk dia apa saja yang mereka benci untuk diri mereka sendiri.”
Islam menghendaki agar persaudaran karena iman atau yang sering disebut ukhuwwah islâmiyah itu tidak berhenti sebatas ucapan, namun harus mewujud secara nyata dalam tindakan dan realita kehidupan. Ukhuwah islamiyah harus mewujud antara lain dalam bentuk saling membela dan saling tolong-menolong di antara kaum Mukmin tanpa dibatasi oleh ikatan-ikatan lainnya. Rasulullah saw. menggambarkan kaum Muslim layaknya satu bangunan yang saling menopang satu sama lain:
إِنَّ الْمُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
Sungguh kaum Mukmin itu seperti satu bangunan yang saling menguatkan satu sama lain (HR al-Bukhari, Muslim, an-Nasai, at-Tirmidzi dan Ahmad).
Rasul saw. juga menggambarkan kaum Mukmin layaknya satu tubuh:
إِنَّ الْمُؤْمِنَ مِنْ أَهْلِ الإِيمَانِ بِمَنْزِلَةِ الرَّأْسِ مِنَ الْجَسَدِ يَأْلَمُ الْمُؤْمِنُ لأَهْلِ الإِيمَانِ كَمَا يَأْلَمُ الْجَسَدُ لِمَا فِى الرَّأْسِ
Sungguh seorang Mukmin bagi Mukmin yang lain berposisi seperti kepala bagi tubuh. Seorang Mukmin akan merasakan sakitnya Mukmin yang lain seperti tubuh ikut merasakan sakit yang menimpa kepala (HR Ahmad).
Rasul saw. juga bersabda:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِى تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
Perumpamaan kaum Mukmin dalam hal saling cinta, kasih sayang dan simpati di antara mereka seperti satu tubuh. Jika salah satu organ sakit maka seluruh tubuh demam dan tak bisa tidur (HR Muslim dan Ahmad).
Seperti itulah seharusnya persaudaraan kaum Muslim. Ukhuwah islamiyah itu harus lebih diutamakan di atas persaudaraan karena ikatan lainnya, termasuk ikatan nasionalisme, keorganisasian, mazhab, dll. Seluruh kaum Muslim di seluruh dunia—tak hanya di negeri ini—harus merasa layaknya satu tubuh. Penderitaan yang menimpa sebagian kaum Muslim di suatu tempat, di suatu negeri, harus juga dirasakan oleh seluruh kaum Muslim lainnya. Semua itu tidak lain karena dorongan iman mereka. Persaudaraan mereka adalah persaudaraan karena iman. Perwujudan ukhuwah islamiyah seperti yang digambarkan di atas menunjukkan kualitas keimanan kaum Muslim.
Mari Bersatu
Karena bersaudara, umat Islam sedunia—tak hanya di negeri ini—diperintahkan untuk bersatu. Mereka haram bercerai-berai. Allah SWT berfirman:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا...
Berpegang teguhlah kalian pada tali (agama) Allah dan janganlah kalian berpecah-belah. Ingatlah nikmat Allah atas kalian saat kalian dulu saling bermusuhan, lalu Dia mempertautkan kalbu-kalbu kalian sehingga kalian dengan nikmat-Nya menjadi bersaudara… (TQS Ali Imran [3]: 103).
Terkait frasa “tali Allah” dalam ayat di atas, Abu Said al-Khudri menyatakan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Kitabullah adalah tali Allah yang memanjang dari langit hingga bumi.” (HR at-Tirmidzi).
Adapun frasa jangan berpecah-belah, menurut Imam al-Qurthubi, maksudnya adalah jangan berselisih dalam agama sebagaimana yang terjadi di kalangan kaum Yahudi dan Nasrani dalam agama mereka. Frasa tersebut juga bisa bermakna: Jangan bergolong-golongan mengikuti hawa nafsu dengan berbagai macam tujuan duniawi (Tafsîr al-Qurthubi, IV/159).
Karena itulah Imam Abul Qasim al-Isbahani mengatakan, “Kelompok yang selalu merujuk dalam segala sesuatu pada al-Quran dan as-Sunnah pasti akan selalu menjaga persatuan.”
Alhasil, mari kita eratkan ukhuwah (persaudaraan), kuatkan wihdah (persatuan) dan rekatkan mahabbah (saling cinta). Niscaya akan lahir al-quwwah (kekuatan). Dengan itulah kita secara bersama-sama akan mampu meraih ‘izzah (kemuliaan) di dunia dan akhirat. Saatnya kita menjadikan akidah Islam sebagai satu-satunya ikatan. Saatnya kita hidup bersama-sama dan saling bekerjasama di bawah Panji Tauhid Lâ ilâha ilalLâh Muhammad RasululLâh.
WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. []
WalLâhu a’lam bi ash-shawâb. []
Hikmah:
لَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَنَاجَشُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَلَا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ وَلَا يَحْقِرُهُ التَّقْوَى هَاهُنَا وَيُشِيرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنْ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ
Janganlah kalian saling mendengki. Jangan kalian saling melakukan najasy (pura-pura menawar dengan maksud untuk menguntungkan penjual dan merugikan pembeli). Jangan kalian saling marah. Jangan saling membelakangi. Jangan pula kalian saling menjual barang yang sedang ditawar saudaranya. Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara. Seorang Muslim adalah saudara Muslim lainnya. Tidak boleh ia menzalimi, menelantarkan dan menghina saudaranya. Takwa itu di sini—beliau menunjuk ke arah dadanya tiga kali. Cukuplah keburukan bagi seseorang jika ia menghina saudaranya yang Muslim. Setiap Muslim atas Muslim lainnya haram darah, harta dan kehormatannya.” (HR Muslim, Ibn Majah dan Ahmad).
—*—
Sumber:
Buletin Kaffah No. 064 (1 Rabiul Awwal 1440 H/9 November 2018 M)
Buletin Kaffah No. 064 (1 Rabiul Awwal 1440 H/9 November 2018 M)
Komentar
Posting Komentar