HUKUM KOPERASI
Hukum Koperasi
Posted
by Farid
Ma'ruf pada 29 November 2011
Pertanyaan :
Mohon
dijelaskan tentang hukum koperasi, baik sebagai pengurus, anggota, atau orang
luar yang bertransaksi dengan koperasi.
Jawaban :
Koperasi
(al-jam’iyah at-ta’âwuniyah atau asy-syirkah at-ta’âwuniyah)
merupakan bentuk organisasi bisnis baru, berasal dari Barat (Eropa), yang masuk
ke tengah umat Islam. Menurut The Statement on the Cooperative
Identity the International Cooperative Alliance (ICA), Koperasi adalah
kumpulan otonom dari orang-orang yang bergabung secara sukarela untuk
merealisasikan kebutuhan dan aspirasi bersama yang bersifat ekonomi, sosial dan
budaya melalui badan usaha yang dimiliki secara bersama dan dikontrol secara
demokratis.
Menurut
UU Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 1, Koperasi adalah
badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan
melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan
ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
Sebagai
organisasi bisnis, koperasi memiliki beberapa sifat spesifik yang membedakan
dirinya dengan organisasi bisnis yang lain. Di antaranya adalah:
a. Keanggotaan
bersifat sukarela dan terbuka untuk semua orang tanpa diskriminasi. Anggotanya
bisa mengundurkan kapan saja sesuai syarat dalam Anggaran Dasar.
b. Pengelolaan
dilakukan secara demokratis, yakni berdasarkan kehendak dan keputusan para
anggota yang dirumuskan dalam rapat anggota; setiap anggota memiliki satu suara
tanpa memperhatikan kepemilikan modalnya.
c. Pembagian
sisa hasil usaha (SHU) dilakukan secara adil menurut besarnya jasa usaha tiap
anggota. Jadi pembagian SHU tidak semata-mata berdasarkan modal, tetapi
berdasarkan perimbangan jasa usaha tiap anggota kepada Koperasi.
d. Balas
jasa terhadap modal bersifat terbatas. Sebab, modal dalam koperasi pada
dasarnya digunakan untuk kemanfaatan anggota dan bukan sekadar mencari
keuntungan. Menurut UU No 25 th. 1992,terbatas itu maksudnya adalah
wajar, dalam arti, tidak melebihi suku bunga yang berlaku dipasar.
e. Pembentukan
dana cadangan, baik dari sebagian laba yang disisihkan sebelum dibagi, atau
dari laba yang berasal dari transaksi dengan bukan anggota. Dana cadangan
ini dimaksudkan untuk pemupukan modal sendiri, atau untuk menutup kerugian.
Sampai
saat ini, tidak ada konsensus yang baku tentang sharing kerugian
koperasi. Sebagian mengatakan, kerugian ditanggung anggota terbatas pada
modal yang disetor. Sebagian lain mengatakan, kerugian ditanggung bersama
oleh anggota secara adil; anggota tak mampu dibebaskan dari menanggung kerugian
itu. Yang jelas kerugian itu pertama-tama ditutup dengan dana cadangan.
Selain
itu, koperasi digambarkan sebagai badan usaha yang berwatak sosial sekaligus
sebagai organisasi sosial yang berbisnis. Koperasi dibentuk bukan semata
demi keuntungan finansial, tetapi juga untuk membantu anggotanya atau menjamin
kepentingan ekonomi anggotanya.
Sebagai
sebuah organisasi, koperasi harus mempunyai organ: a. rapat anggota sebagai
pemegang kuasa tertinggi; b. Pengurus; c. pengawas.Pengurus dan pengawas
dipilih dalam rapat anggota.
Pembentukan
koperasi dilakukan melalui rapat pembentukan yang diikuti oleh para calon
anggota. Rancangan Anggaran Dasar (AD) yang sudah dibuat diajukan dalam rapat
tersebut untuk disetujui. Ketika AD itu disetujui, maka koperasi itu berdiri
dan siapa saja yang membubuhkan persetujuan terhadap AD itu menjadi anggota
koperasi tersebut. Sesuai UU No. 25 Th. 1992, untuk koperasi primer minimal
anggotanya 20 orang dan untuk koperasi sekunder minimal tiga koperasi
primer. Selanjutnya dilakukan rapat anggota yang pertama untuk memilih pengurus
dan pengawas koperasi serta merumuskan hal-hal diperlukan untuk menjalankan
koperasi. Pada saat rapat pembentukan itu, akta pendirian koperasi pun
dibuat dan disahkan di hadapan notaris. Akta pendirian koperasi adalah
surat keterangan tentang pendirian koperasi yang berisi pernyataan dari para
kuasa pendiri yang ditunjuk dan diberi kuasa dalam suatu rapat pembentukan
koperasi untuk menandatangani anggaran dasar. Setelah itu barulah diajukan
permohonan badan hukum kepada pejabat/instansi terkait.
Hukum Koperasi
Koperasi
merupakan organisasi bisnis dalam bentuk syirkah (persekutuan).Untuk
mengetahui status hukum syariah koperasi, pertama-tama harus dilihat dari aspek
hukum syariah tentang akad dan syirkah. Secara syar’i,
koperasi bukanlah syirkah al-amwâl. Koperasi bukan persekutuan atas
pemilikan satu harta/properti tertentu, melainkan tiap anggota menyetor modal
yang kemudian digabungkan dan diputar dalam suatu bisnis. Karena itu
pendapat yang menganggap koperasi adalah boleh karena merupakansyirkah
al-amwâl adalah tidak tepat.
Jika
ditelaah menggunakan hukum syariah, tampak bahwa akad koperasi itu adalah batil
sekaligus mengandung syarat yang fasid (Lihat: An-Nabhani, An-Nizhâm
al-Iqtishâdî fî al-Islâm, hlm. 178-181, edisi muktamadah,
2004).
Alasannya: Pertama, dari aspek akad syirkah.Syirkah dalam
Islam adalah akad antara dua orang atau lebih yang bersepakat untuk melakukan
aktivitas yang bersifat finansial (aktivitas bisnis) dengan maksud mendapat
laba. Aktivitas syirkah itu harus berlangsung/berasal
dari syarik (mitra). Karena itu, di dalam akad syirkahitu
harus ada unsur badan, yaitu ada yang berposisi sebagai pengelola. Adanya unsur
badan ini menentukan ada tidaknya syirkah. Hal ini tidak
terpenuhi di dalam akad koperasi. Sebab, yang ada adalah kesepakatan untuk
menyetor modal tertentu dengan tujuan untuk mengadakan pengurus yang
menjalankan aktivitas koperasi. Kesepakatan syirkah itu hanya
terjadi pada harta mereka, sama sekali tidak terjadi pada badan
mereka. Jadi, koperasi itu kosong dari unsur badan sehingga secara syar’i,syirkah-nya
tidak terbentuk atau tidak ada.
Kedua,
Secara syar’i, aktivitas bisnis itu merupakan obyek akad syirkah dan itu
merupakan rukun akad. Di dalam akad Koperasi yang terjadi hanya kesepakatan
untuk menyetor modal, tidak terjadi kesepakatan untuk melakukan aktivitas
bisnis. Secara syar’i akad Koperasi itu kosong dari obyek akad, artinya
tidak memenuhi rukun akad syirkah yang syar’i.Karena itu akad Koperasi adalah
batil.
Ketiga,
dalam pembentukan koperasi yang ada adalah negosiasi atas syarat-syarat (AD).
Lalu siapa yang setuju secara sukarela boleh membubuhkan persetujuannya dan
dengan itu ia menjadi anggota dan pendiri. Saat semua pendiri sudah
membubuhkan persetujuannya, berdirilah koperasi itu. Jadi, semuanya hanya
menyatakan persetujuan atau qabul, tidak ada yang menyatakan ijab.
Keikutsertaan tiap orang itu semata didasarkan pada kehendak sepihak dari
masing-masing. Anggota lainnya tidak ditanya apakah menyetujuinya atau
tidak. Kalaupun sebagian tidak setuju seseorang menjadi anggota, maka hal itu
tidak berpengaruh dan orang itu tetap menjadi anggota selama ia secara sukarela
membubuhkan persetujuannya atas AD itu. Jadi, di situ tidak ada ijab-qabul,
sebab yang ada hanya qabul saja. Padahal salah satu rukun akad
yang syar’i itu harus ada ijab-qabul. Itu artinya
harus ada kehendak bersama (irâdah musytarakah), bukan kehendak sepihak
(irâdah munfaridah). Dengan begitu maka akad koperasi itu dalam
pandangan Islam adalah batil.
Keempat,
secara syar’i, andil seorang syarîk (mitra) itu
berupa harta dan/atau tenaga. Karena itu, pembagian laba harus berdasarkan
modal atau tenaga itu. Dalam pandangan Islam, setiap syarat yang menyalahi
ketentuan syariah, termasuk menyalahi konsekuensi akad, adalah syarat
yang fasid. Dalam koperasi, syarat pembagian laba adalah menurut
jasa anggota baik dalam bentuk produksi, penjualan, pembelian, dsb; bukan
berdasarkan modal atau kerja. Jelas ini menyalahi konsekuensi syar’i akadsyirkah itu.
Hal itu merupakan syarat yang fasid sehingga tidak boleh.
Dengan
demikian koperasi dalam pandangan Islam adalah batil dansyirkah-nya
dianggap tidak pernah terbentuk atau tidak pernah ada.Semua tasharruf koperasi
itu adalah batil. Semua harta yang diperoleh melalui koperasi itu juga
harta batil yang diperoleh dengan tasharruf yang batil
sehingga tidak halal untuk dimiliki.
Semua
itu jika: Pertama, koperasi itu adalah koperasi yang hakiki
seperti yang dideskripsikan di atas. Jika merupakan syirkah yang
dibentuk sesuai dengan hukum syirkah dalam Islam—baik Inan, Abdan, Mudharabah, Wujuhatau Mufawadhah—lalu
dinamai koperasi atau didaftarkan sebagai badan hukum koperasi, maka tasharruf-nya
adalah sah dan bertransaksi dengannya adalah boleh.
Kedua,
jika koperasi yang hakiki itu para pendirinya adalah Muslim atau mayoritasnya
Muslim. Sebab, status batil dan haram itu mengikat bagi Muslim dan tidak
mengikat bagi non-Muslim. Artinya, jika koperasi itu para pendirinya non-Muslim
atau mayoritasnya non-Muslim, maka bertransaksi dengan koperasi itu adalah
boleh.
Karena
batil maka syirkah seperti ini tidak bisa diperbaiki, tidak boleh dilanjutkan,
dan harus dihentikan. Untuk melanjutkan bisnis, maka harus dibentuk syirkah yang
sama sekali baru, yaitu dengan melakukan akad pembentukan syirkah baru
yang memenuhi hukum tentang syirkah dalam Islam. (www.konsultasi.wordpress.com)
WalLâh a’lam bi ash-shawâb. [Yahya
Abdurrahman]
Sumber
jawaban : http://hizbut-tahrir.or.id/2011/11/29/koperasi/
Komentar
Posting Komentar