PENDAPAT PARA ULAMA TENTANG HADITS AHAD DALAM AQIDAH
Tulisan ini sengaja kami muat untuk
menjawab tuduhan dari kelompok yg tak mau disebut sebagai kelompok yg
mengatakan bahwa " Aqidah HT adalah nyleneh ".
Berikut jawabannya :
HIZBUT TAHRIR bukanlah peletak dasar yang mengeluarkan pendapat bahwa Hadits Ahad tidak bisa dijadikan dalil dalam masalah aqidah. Ketika HT lahir (1953), kedua pendapat itu sudah ada. HT hanya memilih diantara dua pendapat yang berbeda tersebut kemudian dijadikan / ditabani sebagai pendapat HT. Jadi klaim yang menyebutkan bahwa pendapat tersebut adalah hanyalah pendapat Nyleneh HIZBUT TAHRIR Insya Allah akan terbantah dengan sendirinya.
HIZBUT TAHRIR bukanlah peletak dasar yang mengeluarkan pendapat bahwa Hadits Ahad tidak bisa dijadikan dalil dalam masalah aqidah. Ketika HT lahir (1953), kedua pendapat itu sudah ada. HT hanya memilih diantara dua pendapat yang berbeda tersebut kemudian dijadikan / ditabani sebagai pendapat HT. Jadi klaim yang menyebutkan bahwa pendapat tersebut adalah hanyalah pendapat Nyleneh HIZBUT TAHRIR Insya Allah akan terbantah dengan sendirinya.
Berikut pendapat ulama yang
menyatakan bahwa Hadits Ahad tidak bisa dijadikan dasar dalam masalah aqidah
tetapi bisa digunakan dalam masalah hukum syariat.
Sayyid Qutub dalam tafsir Fi Dzilalil Quran menyatakan, bahwa, hadits ahad tidak bisa dijadikan sandaran (hujjah) dalam menerima masalah ‘aqidah. Al-Quranlah rujukan yang benar, dan kemutawatirannya adalah syarat dalam menerima pokok-pokok ‘aqidah .
Imam Syaukani menyatakan, “Khabar ahad adalah berita yang dari dirinya sendiri tidak menghasilkan keyakinan. Ia tidak menghasilkan keyakinan baik secara asal, maupun dengan adanya qarinah dari luar…Ini adalah pendapat jumhur ‘ulama. Imam Ahmad menyatakan bahwa, khabar ahad dengan dirinya sendiri menghasilkan keyakinan. Riwayat ini diketengahkan oleh Ibnu Hazm dari Dawud al-Dzahiriy, Husain bin ‘Ali al-Karaabisiy dan al-Harits al-Muhasbiy.’
Prof Mahmud Syaltut menyatakan, ‘Adapun jika sebuah berita diriwayatkan oleh seorang, maupun sejumlah orang pada sebagian thabaqat –namun tidak memenuhi syarat mutawatir [pentj]—maka khabar itu tidak menjadi khabar mutawatir secara pasti jika dinisbahkan kepada Rasulullah saw. Ia hanya menjadi khabar ahad. Sebab, hubungan mata rantai sanad yang sambung hingga Rasulullah saw masih mengandung syubhat (kesamaran). Khabar semacam ini tidak menghasilkan keyakinan (ilmu) .”
Beliau melanjutkan lagi, ‘Sebagian ahli ilmu, diantaranya adalah imam empat (madzhab) , Imam Malik, Abu Hanifah, al-Syafi’iy dan Imam Ahmad dalam sebuah riwayat menyatakan bahwa hadits ahad tidak menghasilkan keyakinan.”
Al-Ghazali berkata, ‘Khabar ahad tidak menghasilkan keyakinan. Masalah ini –khabar ahad tidak menghasilkan keyakinan—merupakan perkara yang sudah dimaklumi. Apa yang dinyatakan sebagian ahli hadits bahwa ia menghasilkan ilmu, barangkali yang mereka maksud dengan menghasilkan ilmu adalah kewajiban untuk mengamalkan hadits ahad. Sebab, dzan kadang-kadang disebut dengan ilmu.”
Imam Asnawiy menyatakan, “Sedangkan sunnah, maka hadits ahad tidak menghasilkan apa-apa kecuali dzan ”
Imam Bazdawiy menambahkan lagi, ‘Khabar ahad selama tidak menghasilkan ilmu tidak boleh digunakan hujah dalam masalah i’tiqad (keyakinan). Sebab, keyakinan harus didasarkan kepada keyakinan. Khabar ahad hanya menjadi hujjah dalam masalah amal. ”
Imam Asnawiy menyatakan, “Riwayat ahad hanya menghasilkan dzan. Namun, Allah swt membolehkan dalam masalah-masalah amal didasarkan pada dzan….”
Al-Kasaaiy menyatakan, “Jumhur fuqaha’ sepakat, bahwa hadits ahad yang tsiqah bisa digunakan dalil dalam masalah ‘amal (hukum syara’), namun tidak dalam masalah keyakinan…”
Imam Al-Qaraafiy salah satu ‘ulama terkemuka dari kalangan Malikiyyah berkata, “..Alasannya, mutawatir berfaedah kepada ilmu sedangkan hadits ahad tidak berfaedah kecuali hanya dzan saja.”
Al-Qadliy berkata, di dalam Syarh Mukhtashar Ibn al-Haajib berkata, “’Ulama berbeda pendapat dalam hal hadits ahad yang adil, dan terpecaya, apakah menghasilkan keyakinan bila disertai dengan qarinah. Sebagian menyatakan, bahwa khabar ahad menghasilkan keyakinan dengan atau tanpa qarinah. Sebagian lain berpendapat hadits ahad tidak menghasilkan ilmu, baik dengan qarinah maupun tidak.”
Syeikh Jamaluddin al-Qasaamiy, berkata, “Jumhur kaum muslim, dari kalangan shahabat, tabi’in, dan ‘ulama-ulama setelahnya, baik dari kalangan fuqaha’, muhadditsin, serta ‘ulama ushul; sepakat bahwa khabar ahad yang tsiqah merupakan salah satu hujjah syar’iyyah; wajib diamalkan, dan hanya menghasilkan dzan saja, tidak menghasilkan ‘ilmu.”
Dr. Rifat Fauziy, berkata, “Hadits ahad adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang,dua orang, atau lebih akan tetapi belum mencapai tingkat mutawatir, sambung hingga Rasulullah saw. Hadits semacam ini tidak menghasilkan keyakinan, akan tetapi hanya menghasilkan dzan….akan tetapi, jumhur ‘Ulama berpendapat bahwa beramal dengan hadits ahad merupakan kewajiban.”
Perlu diketahui, bahwa ulama-ulama di atas sepengetahuan kami bukan anggota HIZBUT TAHRIR. Jadi pendapat bahwa hadits Ahad tidak bisa digunakan untuk masalah Aqidah, tetapi hanya bisa digunakan untuk masalah syariat adalah pendapat para ulama2 di atas.
Sayyid Qutub dalam tafsir Fi Dzilalil Quran menyatakan, bahwa, hadits ahad tidak bisa dijadikan sandaran (hujjah) dalam menerima masalah ‘aqidah. Al-Quranlah rujukan yang benar, dan kemutawatirannya adalah syarat dalam menerima pokok-pokok ‘aqidah .
Imam Syaukani menyatakan, “Khabar ahad adalah berita yang dari dirinya sendiri tidak menghasilkan keyakinan. Ia tidak menghasilkan keyakinan baik secara asal, maupun dengan adanya qarinah dari luar…Ini adalah pendapat jumhur ‘ulama. Imam Ahmad menyatakan bahwa, khabar ahad dengan dirinya sendiri menghasilkan keyakinan. Riwayat ini diketengahkan oleh Ibnu Hazm dari Dawud al-Dzahiriy, Husain bin ‘Ali al-Karaabisiy dan al-Harits al-Muhasbiy.’
Prof Mahmud Syaltut menyatakan, ‘Adapun jika sebuah berita diriwayatkan oleh seorang, maupun sejumlah orang pada sebagian thabaqat –namun tidak memenuhi syarat mutawatir [pentj]—maka khabar itu tidak menjadi khabar mutawatir secara pasti jika dinisbahkan kepada Rasulullah saw. Ia hanya menjadi khabar ahad. Sebab, hubungan mata rantai sanad yang sambung hingga Rasulullah saw masih mengandung syubhat (kesamaran). Khabar semacam ini tidak menghasilkan keyakinan (ilmu) .”
Beliau melanjutkan lagi, ‘Sebagian ahli ilmu, diantaranya adalah imam empat (madzhab) , Imam Malik, Abu Hanifah, al-Syafi’iy dan Imam Ahmad dalam sebuah riwayat menyatakan bahwa hadits ahad tidak menghasilkan keyakinan.”
Al-Ghazali berkata, ‘Khabar ahad tidak menghasilkan keyakinan. Masalah ini –khabar ahad tidak menghasilkan keyakinan—merupakan perkara yang sudah dimaklumi. Apa yang dinyatakan sebagian ahli hadits bahwa ia menghasilkan ilmu, barangkali yang mereka maksud dengan menghasilkan ilmu adalah kewajiban untuk mengamalkan hadits ahad. Sebab, dzan kadang-kadang disebut dengan ilmu.”
Imam Asnawiy menyatakan, “Sedangkan sunnah, maka hadits ahad tidak menghasilkan apa-apa kecuali dzan ”
Imam Bazdawiy menambahkan lagi, ‘Khabar ahad selama tidak menghasilkan ilmu tidak boleh digunakan hujah dalam masalah i’tiqad (keyakinan). Sebab, keyakinan harus didasarkan kepada keyakinan. Khabar ahad hanya menjadi hujjah dalam masalah amal. ”
Imam Asnawiy menyatakan, “Riwayat ahad hanya menghasilkan dzan. Namun, Allah swt membolehkan dalam masalah-masalah amal didasarkan pada dzan….”
Al-Kasaaiy menyatakan, “Jumhur fuqaha’ sepakat, bahwa hadits ahad yang tsiqah bisa digunakan dalil dalam masalah ‘amal (hukum syara’), namun tidak dalam masalah keyakinan…”
Imam Al-Qaraafiy salah satu ‘ulama terkemuka dari kalangan Malikiyyah berkata, “..Alasannya, mutawatir berfaedah kepada ilmu sedangkan hadits ahad tidak berfaedah kecuali hanya dzan saja.”
Al-Qadliy berkata, di dalam Syarh Mukhtashar Ibn al-Haajib berkata, “’Ulama berbeda pendapat dalam hal hadits ahad yang adil, dan terpecaya, apakah menghasilkan keyakinan bila disertai dengan qarinah. Sebagian menyatakan, bahwa khabar ahad menghasilkan keyakinan dengan atau tanpa qarinah. Sebagian lain berpendapat hadits ahad tidak menghasilkan ilmu, baik dengan qarinah maupun tidak.”
Syeikh Jamaluddin al-Qasaamiy, berkata, “Jumhur kaum muslim, dari kalangan shahabat, tabi’in, dan ‘ulama-ulama setelahnya, baik dari kalangan fuqaha’, muhadditsin, serta ‘ulama ushul; sepakat bahwa khabar ahad yang tsiqah merupakan salah satu hujjah syar’iyyah; wajib diamalkan, dan hanya menghasilkan dzan saja, tidak menghasilkan ‘ilmu.”
Dr. Rifat Fauziy, berkata, “Hadits ahad adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang,dua orang, atau lebih akan tetapi belum mencapai tingkat mutawatir, sambung hingga Rasulullah saw. Hadits semacam ini tidak menghasilkan keyakinan, akan tetapi hanya menghasilkan dzan….akan tetapi, jumhur ‘Ulama berpendapat bahwa beramal dengan hadits ahad merupakan kewajiban.”
Perlu diketahui, bahwa ulama-ulama di atas sepengetahuan kami bukan anggota HIZBUT TAHRIR. Jadi pendapat bahwa hadits Ahad tidak bisa digunakan untuk masalah Aqidah, tetapi hanya bisa digunakan untuk masalah syariat adalah pendapat para ulama2 di atas.
Catatan kaki :
Sayyid Qutub -->
Sayyid Qutub, Fi Dzilalil Quran, juz 30, hal. 293-294
Imam Syaukani --> Irsyaad al-Fuhuul ila Tahqiiq al-Haq min ‘Ilm al-Ushuul, hal.48. Diskusi tentang hadits ahad, apakah ia menghasilkan keyakinan atau tidak setidaknya bisa diikuti dalam kitab Al-Ihkaam fi Ushuul al-Ahkaam, karya Imam al-Amidiy; [lihat Al-Amidiy, Al-Ihkaam fi Ushuul al-Ahkaam, juz I, Daar al-Fikr, 1417 H/1996 M, hal.218-223].
Prof Mahmud Syaltut --> Islam, ‘Aqidah wa Syari’ah, ed.III, 1966, Daar al-Qalam, hal. 63.
Al-Ghazali --> Islam, ‘Aqidah wa Syari’ah, ed.III, 1966, Daar al-Qalam, Hal. 64
Imam Asnawiy --> IIslam, ‘Aqidah wa Syari’ah, ed.III, 1966, Daar al-Qalam, Hal. 64
Imam Bazdawiy --> IIslam, ‘Aqidah wa Syari’ah, ed.III, 1966, Daar al-Qalam, Hal. 64
Al-Kasaaiy --> Al-Kasaaiy, Badaai’ al-Shanaai’, juz.I, hal.20
Imam Al-Qaraafiy --> Imam al-Qaraafiy, Tanqiih al-Fushuul , hal.192.
Al-Qadliy --> Syarh Mukhtashar Ibn al-Haajib
Dr. Rifat Fauziy, --> Dr. Rifat Fauziy, al-Madkhal ila Tautsiiq al-Sunnah, ed.I, tahun 1978.
------------------------------------------------------
sumber : http://fauzime.multiply.com/journal/item/16
selengkapnya : http://khabar-ahad.blogspot.com/
download artikel :
Aqidah dan Hadis Ahad
Hadis Ahad
Studi Kritis tentang Istilah Aqidah
support : http://free-islamic-ebook.blogspot.com/
Imam Syaukani --> Irsyaad al-Fuhuul ila Tahqiiq al-Haq min ‘Ilm al-Ushuul, hal.48. Diskusi tentang hadits ahad, apakah ia menghasilkan keyakinan atau tidak setidaknya bisa diikuti dalam kitab Al-Ihkaam fi Ushuul al-Ahkaam, karya Imam al-Amidiy; [lihat Al-Amidiy, Al-Ihkaam fi Ushuul al-Ahkaam, juz I, Daar al-Fikr, 1417 H/1996 M, hal.218-223].
Prof Mahmud Syaltut --> Islam, ‘Aqidah wa Syari’ah, ed.III, 1966, Daar al-Qalam, hal. 63.
Al-Ghazali --> Islam, ‘Aqidah wa Syari’ah, ed.III, 1966, Daar al-Qalam, Hal. 64
Imam Asnawiy --> IIslam, ‘Aqidah wa Syari’ah, ed.III, 1966, Daar al-Qalam, Hal. 64
Imam Bazdawiy --> IIslam, ‘Aqidah wa Syari’ah, ed.III, 1966, Daar al-Qalam, Hal. 64
Al-Kasaaiy --> Al-Kasaaiy, Badaai’ al-Shanaai’, juz.I, hal.20
Imam Al-Qaraafiy --> Imam al-Qaraafiy, Tanqiih al-Fushuul , hal.192.
Al-Qadliy --> Syarh Mukhtashar Ibn al-Haajib
Dr. Rifat Fauziy, --> Dr. Rifat Fauziy, al-Madkhal ila Tautsiiq al-Sunnah, ed.I, tahun 1978.
------------------------------------------------------
sumber : http://fauzime.multiply.com/journal/item/16
selengkapnya : http://khabar-ahad.blogspot.com/
download artikel :
Aqidah dan Hadis Ahad
Hadis Ahad
Studi Kritis tentang Istilah Aqidah
support : http://free-islamic-ebook.blogspot.com/
Komentar
Posting Komentar