JIKA HT MASUK KE PARLEMEN, BISAKAH KHILAFAH TEGAK ?
Salah satu kritikan yang ditujukan ke HT adalah karena HT tidak berjuang lewat parlemen. Padahal jika dikaji-kaji, itulah metode perjuangan yang konstitusional, syah, dan tiak akan berlawanan dengan negara (menurut mereka).
Pendapat begini adalah pendapat dari orang yang berfikirnya cuma tingkat 1 doang. Dia hanya melihat fakta terindera saja :
1. Ada parlemen tempat membuat undang-undang.
2. Siapa saja bisa menjadi calon anggota parlemen.
3. Maka jika ingin membuat undang-undang untuk apa saja, termasuk menegakkan Khilafah di Indonesia, ya masuklah ke parlemen dan buat undang-undang itu.
Simpel.
Namun jika tingkat berfikir kita naikkan, umpamanya dengan mengkaji dengan mendalam dan memahami apa itu parlemen dalam sistem Demokrasi, ternyata tidak se simpel itu permasalahannya.
Marilah kita coba masuk ke parlemen. Kita uji apa yang membuat pandangan simpel itu ternyata hanya ilusi yang memerangkap.
Untuk masuk parlemen, maka HT haruslah mencalonkan anggotanya untuk masuk ajang pileg.
Kita tahu bahwa dalam sistem Demokrasi, caleg itu harus menyediakan dana kampanye yang luar biasa untuk dapat "membeli" suara rakyat.
Ini dalam Islam namanya risywah yang hukumnya haram.
Ini dalam Islam namanya risywah yang hukumnya haram.
Maka jelas caleg dari HT tidak akan melakukan tindakan haram ini.
Ini akan membuat caleg dari HT akan kalah bersaing dengan caleg lainnya yang dimotori oleh kapitalis (pengusaha), atau memang pengusaha sendiri.
Oke, ada yang berkata, "tapi jama'ah HT sudah banyak, itu saja sudah bisa mengumpulkan suara yang cukup utk caleg."
Marilah kita asumsikan dengan suara internal saja, ada caleg HT yang lolos jadi aleg (anggota legislatif).
Berikutnya akan dihadapkan pada sumpah pelantikan.
Sumpah dalam pelantikan ini diisi dengan sumpah akan taat patuh pada UUD 45 - Pancasila.
Padahal yang ingin diperjuangkan aleg HT itu nantinya adalah mengubah UUD 45 dengan Syariat Islam.
Sumpah dalam pelantikan ini diisi dengan sumpah akan taat patuh pada UUD 45 - Pancasila.
Padahal yang ingin diperjuangkan aleg HT itu nantinya adalah mengubah UUD 45 dengan Syariat Islam.
Jika aleg dari HT ikut disumpah, berarti dia sudah berbohong, karena niatnya bukan taat patuh pada UUD 45, tapi ingin merubah UUD 45 dengan Syariat Islam.
Jika aleg dari HT tidak mengikuti sumpah, maka pelantikannya tidak akan syah, dia terancam gagal dilantik jadi anggota dewan.
Mentok ....!
Alaaah, melanggar sumpah demi kebaikan tidak apa-apa lah.
Oke. Aleg HT pura-pura bersumpah, dan jadilah dia anggota dewan. Dimasukkan ke dalam komisi-komisi yang ada di DPR.
Tugas dari komisi ini tentu saja legislator-pembuat undang-undang.
Nah, disini, aleg HT pada setiap perumusan UU akan selalu berpedoman pada al-Qur'an dan as-Sunnah.
Nah, disini, aleg HT pada setiap perumusan UU akan selalu berpedoman pada al-Qur'an dan as-Sunnah.
Dipastikan setiap masukan dari aleg HT akan dianulir oleh ketua komisi dengan alasan :
" Saudara dari HT, pedoman kita dalam merumuskan UU adalah UUD 45, bukan al-Qur'an dan as-Sunnah. Jadi masukan anda tidak bisa diterima sidang."
Mentok lagi.
Perumusan UU akan terus jalan, walau sudah tidak dikuti oleh aleg HT. Nanti dari komisi akan dibawa ke paripurna untuk disahkan.
Disini, aleg HT akan tetap ngotot bahwa penentuan benar tidaknya RUU itu harus berlandaskan pada dalil syara, bukan pada suara mayoritas. Namun sekali DPR akan berujar :
" Saudara dari HT, pedoman kita di DPR adalah Demokrasi. Maka saran saudara tidak bisa kami terima, karena bertentangan dengan prinsip kerja DPR."
Mentok untuk kesekian kalinya.
UU kemudian disyahkan dengan suara mayoritas.
Dalam aturan DPR, walau pada sidang pengesahan terdapat beda pendapat, tapi ketika suara mayoritas sudah di dapat, maka keputusan itu menjadi keputusan bersama. Artinya, suara minoritas jadi ikut sebagai bagian dari pengesahan itu.
Artinya, aleg dari HT yang ingin mengubah Demokrasi ke Syariah dan Khilafah akhirnya menjadi bagian dari munculnya UU yang dirumuskan dan disyahkan berdasarkan Demokrasi.
Masuk parlemen ... masuk ke dalam jurang berlumpur.
Alih-alih mau merubah bentuk negara, aleg HT justru yang terpaksa berubah jadi bagian munculnya UU yang bukan bersandar pada syariat Islam (al-Qur'an dan as-Sunnah).
Jangankan merubah bentuk negara jadi Syaiah dan Khilafah, merubah agar 1 uu dirumuskan dan disayhkan bersandar paa al-Qur'an dan as-Sunnah saja tidak bakalan bisa.
wassalam.
am I wrong ?????
Komentar
Posting Komentar