MALAPETAKA RUNTUHNYA KHILAFAH
Malapetaka Runtuhnya Khilafah
Adalah
hal yang wajar dan alami jika seseorang merasa sedih, merasa kehilangan saat
miliknya yang berupa materi, yang terkait langsung dengan dirinya lenyap.
Berbeda dengan kehilangan sesuatu yang sifatnya non materi, atau materi yang
tidak berkaitan langsung dengan dirinya, dalam hal ini memerlukan kesadaran
yang lebih untuk sekedar merasakan kehilangan. Oleh sebab itu dapat kita
saksikan sebagian orang merasa marah ketika sandalnya dicuri, namun tak masalah
kalau tambang emas yang besar dikuasai asing. Orang mudah merasa kehilangan
jika anak dan motornya hilang karena keganasan para pembegal, namun tidak
merasa ketika kehilangan sistem aturan yang karena ketiadaannya memudahkan mengganasnya
para pelaku kriminal.
Pada
bulan Rajab, tepatnya pada 28 Rajab 1342 H bersamaan dengan 3 Maret 1924,
institusi Khilafah yang menerapkan syariah Islam dan menyatukan umat runtuh.
Walaupun sudah lebih dari 91 tahun, mungkin masih ada yang bertanya, apa yang
hilang dengan runtuhnya Khilafah? Diantara yang hilang akibat runtuhnya
khilafah adalah:
Pertama, hilangnya
penerapan hukum dari kitabullah, padahal hanya dengannyalah kemuliaan hidup
akan diraih. Allah berfirman:
لَقَدْ
أَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ كِتَابًا فِيهِ ذِكْرُكُمْ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab
yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada
memahaminya?” (QS. Al Anbiya’: 10).
Sementara
berpaling dari aturan-Nya, mencari-cari jalan kemuliaan hidup yang lain justru
akan bermuara pada kehinaan, sebagaimana perkataan Umar bin Khattab r.a:
إِنَّا
كُنَّا أَذَلَّ قَوْمٍ فَأَعَزَّنَا اللهُ بِالإِسْلاَمِ فَمَهْمَا نَطْلُبُ
الْعِزَّةَ بِغَيْرِ مَا أَعَزَّنَا اللهُ بِهِ أَذَلَّنَا اللهُ
“Sesungguhnya kita dulu adalah kaum yang hina, kemudian
Allah muliakan kita dengan Islam, bilamana kita mencari kemuliaan selain dengan
yang Allah telah muliakan kita, maka Allah pasti akan menghinakan kita.” (HR. Al Hakim dengan sanad shahih menurut syarat al Bukhory
dan Muslim, disepakati oleh Adz Dzahabi).
Fakta
telah membuktikan, kehidupan saat ini diselimuti berbagai macam kemaksiyatan
dan kehinaan, perzinaan, aborsi, pembunuhan, pembegalan, korupsi, miras,
narkoba dan berbagai kriminalitas lainnya menjadi menu harian yang bisa kita
saksikan pada berbagai media di tengah-tengah kehidupan ini, ini belum termasuk
kriminalitas yang dianggap biasa seperti riba, meninggalkan shalat dan puasa
Ramadhan, mengabaikan membayar zakat dll.
Kedua, hilangnya ukhuwwah
Islamiyyah, persaudaraan yang dilandasi kesamaan akidah. Umat islam yang
awalnya bersatu dalam satu negara besar, akhirnya dikerat-kerat menjadi lebih
dari 55 bagian yang tidak sah. Umat Islam ibarat satu tubuh, sebagaimana sabda
Rasulullah: “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai,
mengasihi, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota
tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur)
dan panas (turut merasakan sakitnya)” (HR. Muslim).
Satu
tubuh umat ini seharusnya juga mempunyai hanya satu khalifah (kepala negara),
Imam An Nawawi menyatakan: “Para ulama bersepakat bahwa tidak boleh
mengangkat dua khalifah dalam satu masa, baik wilayah Negara
Islam luas maupun tidak.” (Syarah Shahih Muslim juz 12 hal 232).
Ketika
khilafah runtuh, dan ‘tubuh’ umat ini dimutilasi, lalu masing-masing bagian
dimasukkan dalam ‘kotak-kotak’ negara yang berbeda yang masing-masingnya
terkunci dengan faham nasionalismenya, maka menjadi pemandangan yang biasa
ketika sebagian kaum muslim Palestina membela diri mereka, berupaya
mengembalikan tanah mereka yang dirampas, sementara ‘tetangga’ muslim sebelah
yang mempunyai senjata dan tentara tidak bergerak menghadapinya. Tidak
mengherankan ketika musuh membantai muslim disatu ‘kotak’ negara, maka muslim
yang lain menyediakan ‘kotak’ negaranya sebagai pangkalan militer untuk basis
penyerangan terhadap saudaranya, satu hal yang tidak akan terjadi jika mereka
hidup dalam khilafah.
Ketika
penjajah mau mencaplok Aceh, daerah yang jauh dari khilafah sekalipun, maka
khilafah saat itu tidak membiarkannya, namun membantunya dengan sekuat tenaga
dengan mengirim pasukan, senjata dan teknisi (tahun 1556-1557). Bukan hanya
terhadap muslim warga negara, terhadap non muslim yang bukan warga negaranya
pun, ketika mereka didzalimi atau dalam kesengsaraan, maka khilafah akan
berupaya menyelesaikan masalah mereka, misalnya pada abad ke- 18, khalifah
menerima surat ucapan terima kasih dari Pemerintah Amerika Serikat atas bantuan
pangan yang dikirim khalifah ke Amerika Serikat yang sedang dilanda kelaparan
pasca perang dengan Inggris, begitu juga pada 5 September 1865, khilafah
memberi izin dan ongkos kepada 30 keluarga Yunani yang telah berimigrasi ke
Rusia namun ingin kembali ke wilayah khalifah, karena di Rusia mereka justru
tidak sejahtera.
Sungguh
patut kita camkan lagi perkataan ‘Umar: “bilamana kita mencari kemuliaan
selain dengan apa-apa yang Allah telah muliakan kita, maka Allah pasti akan
menghinakan kita”, akankah kita tetap berkeras tidak mau tunduk kepada
hukum-hukum-Nya?. [M.Taufik N.T]
Komentar
Posting Komentar