Indonesia Milik Alloh Swt, Terapkan syariah Alloh Swt
#IndonesiaMilikAllah Terapkan
Syariah Allah
(Al-Islam edisi 707, 22 Rajab 1435 H – 23 Mei 2014 M)
Hanya ada
dua pasangan capres-cawapres yang maju dengan poros koalisinya. Pasangan
Jokowi-Jusuf Kalla diusung oleh koalisi PDIP, PKB, Nasdem dan Hanura. Pasangan
Prabowo-Hatta Rajasa diusung koalisi partai Gerindra, PAN, PPP, PKS, Golkar dan
PBB. Kedua pasang capres-cawapres pun sudah mendaftarkan ke KPU untuk mengikuti
Pemilu Presiden.
Kemasan
Memikat, Janji Muluk
Kedua
pasangan sama-sama memilih warna putih sebagai identitasnya. Mungkin itu untuk
memberi pesan bahwa mereka bersih. Citra ini tentu penting saat wajah Indonesia
belepotan oleh korupsi. Putih juga tentu untuk mengesankan bahwa mereka tulus
mengabdi untuk kepentingan rakyat, independen serta bukan penguasa boneka yang
disetir dan dikendalikan oleh pihak dalam atau luar negeri.
Pasangan
Jokowi-JK mengusung visi “Jalan Perubahan untuk Indonesia yang Berdaulat,
Mandiri dan Berkepribadian”. Pasangan Prabowo-Hatta Rajasa mengusung, “Agenda
dan Program Nyata untuk Menyelamatkan Indonesia”. Kedua pasangan sama-sama
mengklaim mengusung ekonomi kerakyatan.
Berbagai
janji muluk disampaikan. Mereka berjanji membuka jutaan lapangan kerja,
meningkatkan pendapatan perkapita, membuka jutaan hektar lahan baru, membangun
infrastruktur, menata sektor pertambangan, menata sektor energi, mengembangkan
energi terbarukan, membangun kilang, memperbaiki dan membangun irigasi untuk
jutaan hektar lahan, meningkatkan hasil perikanan dan kesejahteraan nelayan,
menata sektor keuangan dan sejumlah janji-janji muluk lainnya.
Meski kedua
pasangan sama-sama mengusung ekonomi kerakyatan, bentuk dan gambarannya belum
jelas. Yang mereka usung tetap sistem ekonomi kapitalisme, dengan sedikit polesan
berupa program yang “menyasar rakyat kecil, petani dan nelayan”. Pilar-pilar
sistem ekonomi kapitalisme-liberal masih tetap dipertahankan. Sistem moneternya
masih tetap mata uang fiat money dan berbasis riba. Sumber terbesar
pendapatan negara tetap bertumpu pada pajak. Bahkan kedua pasangan bertekad
untuk meningkatkan pendapatan dari sektor pajak dan cukai. Sistem anggaran juga
tetap menggunakan utang meski katanya akan dikurangi. Jika utang LN dikurangi,
tumpuannya akan beralih pada utang dalam negeri dalam bentuk surat utang
negara, meniru negara-negara kapitalis seperti AS dan Jepang. Dijanjikan pula,
utang akan lebih digunakan untuk infrastruktur, kesehatan dan pendidikan.
Pengelolaan
tambang dan SDA tetap dengan konsep kapitalisme. Pengelolaannya diserahkan
kepada swasta, termasuk swasta asing, melalui kontrak bagi hasil, konsesi atau
kontrak karya. Yang dijanjikan akan dilakukan sekadar renegosiasi (kesepakatan
ulang) kontrak pertambangan agar porsi bagian negara meningkat. Namun,
pelaksanaannya masih bisa diragukan. Pasalnya, selama ini, terutama saat
berhadapan dengan perusahaan asing yang didukung oleh negaranya, para penguasa
negeri ini tampak tak berdaya.
Kebijakan
sektor energi tetap berorientasi mengurangi (menghapus) subsidi BBM. Besar kemungkinan,
harga BBM akan dinaikkan, siapapun yang menjadi presiden dan wapresnya. Dalam
hal pembangunan infrastruktur dan sarana pelayanan publik tetap akan
dilanjutkan skema Public-Private
Partnership atau Private
Finance Initiative. Intinya, swasta tetap dilibatkan dalam hal pembangunan
dan pendanaan. Artinya, swasta akan mendapatkan bagian keuntungan dari
pengelolaan infrastruktur dan sarana pelayanan publik itu. Ini sebenarnya
doktrin dari kapitalisme yang menghendaki agar peran negara dalam menyediakan infrastruktur
dan pelayanan publik seminimal mungkin.
Jadi, yang
ditawarkan oleh kedua pasangan adalah melanjutkan penerapan sistem ekonomi
kapitalisme disertai sedikit modifikasi. Padahal selama ini sistem ekonomi
kapitalisme itulah yang menjadi sebab timpangnya distribusi kekayaan di negeri
ini. Sistem ini juga menjadi pintu masuk cengkeraman asing terhadap
perekonomian negeri ini. Akibatnya, kekayaan negeri ini lebih banyak untuk
kesejahteraan pihak asing, bukan untuk rakyat.
Di sisi
lain, sistem politik yang diterapkan tetaplah sistem demokrasi. Selain memakan
biaya besar, sistem demokrasi itulah yang menjadi pangkal lahirnya berbagai
peraturan dan UU yang merugikan rakyat. Sistem demokrasi juga menjadi pintu
masuknya pengaruh asing. Sistem demokrasi yang berbiaya mahal juga mengubah
wajah negara menjadi negara korporasi (negara yang dikendalikan oleh para
pemilik modal). Hubungan Pemerintah dengan rakyat—yang seharusnya seperti
hubungan pelayan dengan yang dilayani—akhirnya berubah menjadi hubungan layaknya
penyedia jasa dan produk dengan konsumen. Dengan kata lain, rakyat diposisikan
sebagai pembeli yang harus membayar pelayanan yang dijual oleh negara.
Jadi,
kalaupun ada perubahan, itu hanya menyangkut sosok orangnya. Sistemnya tetap
sama, dengan sedikit modifikasi. Padahal yang dibutuhkan negeri ini bukan hanya
sosok yang mampu dan amanah, tetapi juga sistem yang sahih dan baik untuk
menggantikan sistem yang rusak sekarang ini.
Pemimpinnya
Amanah, Sistemnya Syariah
Sesungguhnya
negeri ini dengan segala yang ada di atasnya adalah milik Allah SWT. Semuanya
telah Allah SWT titipkan kepada penduduk negeri ini untuk dikelola dengan baik.
Karena itu, negeri ini harus dipimpin oleh penguasa yang memiliki kemampuan dan
sifat amanah. Dalam Islam, kekuasaan itu sendiri adalah amanah yang wajib
dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT di akhirat nanti. Rasul saw.
bersabda saat Abu Dzar ra. meminta jabatan:
«وَإِنَّهَا أَمَانَةٌ وَإِنَّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْيٌ
وَنَدَامَةٌ إِلاَّ مَنْ أَخَذَهَا بِحَقِّهَا وَأَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ فِيهَا»
Sesungguhnya
jabatan (kekuasaan) itu adalah amanah. Sesungguhnya jabatan (kekuasaan) itu
pada Hari Kiamat akan berubah menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi
orang yang mengambilnya dengan benar dan menunaikan apa saja yang menjadi
kewajibannya (HR Muslim,
Ahmad, Ibn Abi Syaibah dan al-Hakim).
Tugas
penguasa adalah mengurusi segala kepentingan rakyatnya. Penguasa ibarat
penggembala yang bertanggung jawab atas semua gembalaannya. Rasul saw.
mengingatkan:
«إِنَّ شَرَّ الرِّعَاءِ الْحُطَمَةُ فَإِيَّاكَ أَنْ تَكُونَ
مِنْهُمْ»
Sungguh
seburuk-buruk penggembala adalah al-khuthamah. Karena itu jangan sampai engkau
termasuk dari mereka (HR Muslim, al-Baihaqi dan Ibn Hibban).
Al-Khuthamah adalah penggembala yang keras dan
kasar terhadap gembalaannya. Pemimpin rakyat yang buruk juga disebut al-khutham.
Dalam
konteks negeri ini yang dipenuhi oleh kolusi, korupsi, manipulasi dan berbagai
bentuk kecurangan, kebutuhan akan penguasa yang amanah sangat mendesak. Hanya
penguasa amanah saja yang akan bisa menertibkan pejabat dan aparatur negara di
bawahnya. Pemimpin amanah jugalah yang akan menyerahkan jabatan hanya kepada
orang-orang yang juga amanah, memiliki kemampuan dan bertakwa. Jika jabatan
diserahkan kepada orang yang tidak layak maka itu sama artinya menyia-nyiakan
amanah kekuasaan sebagaimana yang dinyatakan di dalam hadits Rasul saw.
Sayangnya, yang demikian sulit dipenuhi oleh penguasa negeri ini nanti.
Pasalnya, pastilah jabatan dibagi-bagikan kepada para politisi atau orang-orang
yang disodorkan oleh parpol peserta koalisi.
#IndonesiaMilikAllah
– Terapkanlah Syariah Allah
Selain
penguasa amanah, negeri ini juga sangat membutuhkan sistem yang sahih dan baik
untuk menggantikan sistem kapitalisme-sekular yang terbukti buruk dan bobrok.
Gonta-ganti penguasa saja tanpa disertai perubahan sistem terbukti tidak
menghasilkan perubahan ke arah yang lebih baik. Yang ada, hasilnya malah jauh
lebih buruk. Fakta ini menegaskan bahwa negeri ini memerlukan perubahan sistem.
Intinya, ganti sistem kapitalisme-sekular yang diterapkan selama puluhan tahun
di negeri ini dengan sistem (syariah) Islam.
Indonesia—sebagaimana
dunia ini—adalah milik Allah SWT. Karena itu, dunia ini, termasuk negeri ini,
hanya layak dikelola dan diatur dengan menggunakan aturan Allah SWT. Itulah
syariah Islam.
Hanya dengan
syariah Allah SWT sajalah perubahan dan penyelamatan negeri ini bisa diwujudkan
secara hakiki. Allah SWT sudah mengingatkan kita tentang akibat dari penerapan
sistem yang bukan berasal dari wahyu-Nya:
﴿فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ
فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَىٰ وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً
ضَنكًا﴾
Jika datang
kepada kalian petunjuk dari-Ku, maka siapa saja yang mengikut petunjuk-Ku, ia
tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Siapa saja yuang berpaling dari
peringatan-Ku, maka sesungguhnya bagi dia penghidupan yang sempit (QS Thaha [20]: 124).
Imam Ibn
Katsir menjelaskan, “Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku”
maknanya: “Siapa saja yang menyalahi perintah (ketentuan)-Ku dan apa yang Aku
turunkan kepada Rasul-Ku, berpaling dan berpura-pura melupakannya serta
mengambil yang lain sebagai petunjuknya, maka bagi dia kehidupan yang sempit,
yakni di dunia.”
Sebaliknya
Allah SWT berjanji akan melimpahkan berkah-Nya atas negeri ini ketika
syariah-Nya diterapkan sebagai perwujudan keimanan dan ketakwaan penduduk
negeri. Allah SWT berfirman:
﴿وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا
عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ﴾
Andai
penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, Kami pasti akan melimpahkan kepada
mereka berkah dari langit dan bumi… (TQS al-A’raf [7]: 96).
Selain itu,
Allah SWT memperingatkan, siapa saja yang mengambil selain Islam sebagai agama
dan sistem hidupnya, tidak akan diterima (QS Ali Imran [3]: 85). Yang harus
dilakukan adalah hanya mengambil dan menerapkan Islam saja, yakni hanya akidah
dan syariahnya. Islam harus diterapkan sebagai agama dan sistem hidup di bawah naungan
Khilafah. Syariah dan Khilafah itulah yang merupakan jalan perubahan dan
penyelamatan negeri ini secara hakiki.
WalLâh a’lam
bi ash-shawâb. []
Komentar
al-Islam:
Anggaran
riset di Indonesia stagnan selama 10 tahun terakhir. Rasio antara anggaran riset
dan produk domestik bruto tak banyak berubah. Rasio anggaran riset hanya 0,08
persen dari PDB. Rasio ini kecil dibandingkan dengan negara lain, bahkan di
Asia. Padahal agar terjadi lompatan pembangunan dibutuhkan riset. (Kompas,
20/5).
- Itu bukti kecilnya semangat kemandirian dan kemajuan yang diusung oleh Pemerintah selama ini. Itu juga wujud masih kentalnya sikap membebek dan bergantung kepada Barat.
- Kemajuan yang berbasis pada riset yang kuat akan bisa diujudkan dengan penerapan syariah dalam naungan Khilafah yang mengusung jihad. Sebab, jihad mengharuskan negara membangun keunggulan teknologi.
Komentar
Posting Komentar