HUKUM PEMILU PRESIDEN
Hukum Pemilu Presiden
[Al-Islam
edisi 711, 22 Sya’ban 1435 H – 20 Juni 2014 M]
بسم الله الرحمن الرحيم
Hukum
Pemilu Presiden
Tanggal 9 Juli 2014 akan
diselenggarakan Pemilu Presiden (Pilpres) untuk memilih Presiden dan Wakil
Presiden secara langsung oleh rakyat. Pilpres berbeda dengan Pemilu Legislatif
(Pileg) yang diselenggarakan untuk memilih para wakil rakyat. Dalam Pilpres
berlangsung pemilihan kepala kekuasaan eksekutif. Hal itu mencerminkan
pengelolaan rakyat atas kekuasaan mereka.
Hukum mengangkat penguasa itu
berkaitan dengan dua perkara: (1) perkara yang berkaitan dengan karakter dan
sosok penguasa; (2) perkara yang berkaitan dengan sistem/aturan yang akan
diterapkan penguasa.
Berkaitan dengan sosok yang sah
memangku kepemimpinan negara maka harus memenuhi tujuh syarat: Islam,
laki-laki, balig, berakal, merdeka (bukan budak), adil (bukan orang fasik)
serta mampu memikul tugas-tugas dan tanggung jawab kepala negara. Jika
seseorang tidak memiliki salah satu syarat ini, dalam pandangan hukum syariah,
ia tak layak menjadi kepala negara.
Adapun berkaitan dengan
sistem/aturan yang diterapkan, maka penguasa wajib menerapkan sistem dan
hukum-hukum Islam seluruhnya. Sebab, itu adalah tugas seorang kepala negara. Ia
wajib menegaskan kepada masyarakat bahwa ia akan menerapkan syariah Allah SWT
dengan semua bagiannya. Jika ia menjanjikan penerapan hukum-hukum Islam secara
terbuka tanpa tedeng aling-aling dan berbelit-belit, maka boleh ia dipilih.
Di antara hukum Islam yang wajib
dilaksanakan adalah mendeklarasikan sistem Khilafah, menyatukan negeri-negeri
kaum Muslim di bawah negara Khilafah, membebaskan negeri-negeri kaum Muslim
dari penjajahan dan pengaruh kaum kafir dalam segala aspek kehidupan, serta
mengemban risalah Islam ke seluruh dunia.
Siapa saja yang memperhatikan calon
presiden yang ada, niscaya ia bisa memahami dengan jelas, bahwa tidak ada satu
pun di antara mereka yang mengumumkan akan menerapkan syariah Islam serta
mendeklarasikan pendirian Khilafah yang telah diwajibkan oleh Rabb kita
dan merupakan sumber kemuliaan kita. Tidak ada pula dari mereka yang akan
membersihkan negeri ini dari pengaruh penjajahan asing; juga tidak ada yang
akan mengembalikan kemandirian umat dalam membuat keputusan, kesatuan dan
kekayaannya.
Karena itu secara syar’i, tidak boleh memilih siapapun dari
mereka sebagai kepala negara. Sebab, partisipasi dalam memilih mereka—padahal
mereka akan terus berpegang pada konstitusi sekular, berkomitmen menjaga sistem
republik sekular dan bersumpah atas yang demikian—berarti ikut berpartisipasi
dalam menjaga konstitusi buatan manusia, menjaga pengaruh asing kafir, menjaga
kerusakan yang tersebar luas di negeri serta membantu para penguasa memerintah
dengan selain hukum yang telah Allah SWT turunkan. Padahal kaum Muslim telah
diperintahkan berhukum dengan hukum yang telah Allah SWT turunkan.
Allah SWT
telah berfirman:
﴿إِنِ الْحُكْمُ
إِلَّا لِلَّه﴾
Menetapkan hukum itu hanyalah hak
Allah (TQS al-An’am [6]: 57).
﴿وَأَنِ احْكُمْ
بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ
أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ﴾
Hendaklah kamu menghukumi mereka
menurut wahyu yang telah Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
mereka. Berhati-hatilah kamu terhadap mereka yang akan memalingkan kamu dari
sebagian wahyu yang telah diturunkan Allah kepada kamu (TQS al-Maidah [5]: 49).
Penguasa yang meyakini Islam tetapi
tidak memerintah dengan Islam adalah penguasa yang zalim dan fasik.
﴿وَمَنْ لَمْ
يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ﴾
Siapa saja yang tidak berhukum
dengan apa yang telah Allah turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang zalim (TQS al-Maidah [5]: 45).
﴿وَمَنْ لَمْ
يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ﴾
Siapa saja yang tidak berhukum
dengan apa yang telah Allah turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang fasik (TQS al-Maidah [5]: 47).
Adapun tidak berhukum dengan hukum
Islam karena mengingkari Islam dan menganggap Islam itu tidak layak untuk
memutuskan perkara, maka itu merupakan kekufuran. Kita berlindung hanya kepada
Allah dari hal itu.
﴿وَمَنْ لَمْ
يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ﴾
Siapa saja yang tidak berhukum
dengan apa yang telah Allah turunkan, maka mereka itu adalah orang-orang kafir (TQS al-Maidah [5]: 44).
Wahai kaum Muslim:
Sesungguhnya masalah ini ada di
tangan Anda semua. Apakah Anda semua akan menempuh langkah yang benar dengan
mendeklarasikan Indonesia sebagai benih Daulah al-Khilafah ar-Rasyidah kedua
yang telah disampaikan kabar gembiranya oleh Rasul saw. yang mulia:
«ثُمَّ تَكُونُ
خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُبُوَّةٍ»
Kemudian akan ada Khilafah yang
mengikuti manhaj Kenabian.
Sungguh, era Al-Khilafah ar-Rasyidah
itu telah menjelang dengan izin Allah. Kaum Muslim di seluruh negeri mereka,
khususnya di Indonesia, rindu untuk diperintah/dihukumi dengan Islam dan hidup
dengan kehidupan yang islami.
Wahai kaum Muslim:
Anda semua adalah pemilik kekuasaan
yang sebenarnya. Karena itu deklarasikanlah secara gamblang dan lantang, pada
kesempatan Pemilu Presiden ini, bahwa Anda semua tidak akan rela dengan selain
Islam, dan Anda semua tidak akan menerima dihukumi dengan perundang-undangan
buatan manusia. Akan tetapi, Anda semua hanya menginginkan Islam yang suci,
yaitu Khilafah yang mengikuti manhaj Kenabian.
﴿يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا
يُحْيِيكُمْ﴾
Hai orang-orang yang beriman,
penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul jika Rasul menyeru kalian pada sesuatu
yang memberikan kehidupan kepada kalian (TQS
al-Anfal [8]: 24).
22 Sya’ban 1435 H
20 Juni
2014 M
Hizbut Tahrir Indonesia
Peringatan
Pemerintahan
bermakna kekuasaan yang menerapkan hukum. Kepemimpinan ini adalah
kekuasaan untuk menolak kezaliman dan menyelesaikan berbagai persengketaan.
Pemerintahan dan kekuasaan adalah wilayatul-amri yang dinyatakan di
dalam firman Allah SWT:
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا
الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ
إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الْآخِرِ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا﴾
Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah serta taatilah Rasul-Nya dan ulil amri
di antara kalian. Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (as-Sunnah) jika kalian
benar-benar mengimani Allah dan Hari Akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagi
kalian) dan lebih baik akibatnya (TQS
an-Nisa’ [4]: 59).
Pemerintahan
dan kekuasaan itu merupakan pelaksanaan ri’ayah asy-syu’un atau
pemeliharaan urusan rakyat secara praktis.
Islam
sebagai ideologi untuk kehidupan bermasyarakat telah menetapkan, bahwa negara
dan pemerintahan adalah bagian dari Islam. Islam memerintahkan kaum Muslim
untuk menegakkan negara dan pemerintahan yang berhukum dan memerintah hanya
dengan hukum Islam. Banyak ayat di dalam al-Quran al-Karim yang memerintah kaum
Muslim untuk berhukum dengan apa yang telah Allah turunkan. Banyak pula ayat
mengenai pemerintahan dan kekuasaan; juga tentang rincian aktivitas kekuasaan
dalam masalah perang, politik, pidana dan sanksi, tata pergaulan dan berbagai
muamalah di tengah masyarakat. Banyak juga hadis sahih tentang semua itu.
Semuanya untuk dijalankan dalam pemerintahan, diterapkan dan dilaksanakan.
Semua itu telah dipraktikkan oleh Rasul saw. dalam negara, kekuasaan dan
pemerintahan yang beliau pimpin; lalu dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin dan
para khalifah sesudahnya. Semua itu menunjukkan dengan gamblang dan jelas bahwa
Islam merupakan sistem untuk pemerintahan dan negara, sistem untuk masyarakat
dan kehidupan serta sistem untuk umat dan individu. Semua itu juga menunjukkan
bahwa negara tidak memiliki pemerintahan legal secara syar’i kecuali
jika berjalan menurut sistem Islam. Islam pun tidak akan eksis kecuali jika
hidup di dalam negara yang menerapkan hukum-hukumnya.
Jadi Islam
merupakan agama dan ideologi. Pemerintahan dan negara merupakan bagian dari
Islam. Negara adalah metode syar’i satu-satunya untuk menerapkan
hukum-hukum Islam di tengah-tengah kehidupan. Islam tidak akan eksis dan hidup
kecuali jika punya negara yang menerapkan Islam dalam seluruh aspek.
Maka dari
itu, menegakkan negara dan mengangkat pemimpin diwajibkan oleh Islam, tentu
bukan sembarang pemimpin, melainkan pemimpin yang menerapkan hukum-hukum Islam.
Pemimpin itu diangkat semata-mata untuk menerapkan hukum-hukum Islam seluruhnya
dalam segala aspek, memelihara urusan rakyat (ri’ayah asy-syu’un)
menurut hukum Islam dan mengemban risalah Islam ke seluruh dunia.
Adapun
mengangkat pemimpin yang bakal melakukan kemaksiatan, menerapkan hukum-hukum
selain Islam, serta mengatur urusan rakyat tidak berdasarkan syariah
Islam—sehingga melahirkan ketimpangan, ketidakadilan, kezaliman, keterpurukan,
kesengsaraan dan kehidupan yang sempit akibat berpaling dari petunjuk dan
peringatan Allah—justru dilarang. Mengangkat pemimpin semacam ini merupakan
keharaman dan kemaksiatan besar yang menjadi pintu bagi ragam kemaksiatan
lainnya. Tidak selayaknya kaum Muslim terjerumus dalam aktivitas semacam ini.
WalLâh
a’lam bi ash-shawâb. []
Komentar al-Islam
Berpegang pada data dari Ketua KPK
Abraham Samad, Prabowo Subianto dalam debat capres terkait ekonomi menyebut
adanya kebocoran uang negara hingga Rp 7.200 triliun. Abraham Samad mengatakan,
“Bukan kebocoran, tetapi potensi penerimaan, yang seharusnya bisa didapat itu
jadi tidak didapat, beda dengan kebocoran.” “Jadi potensi penerimaan negara
yang harus didapatkan Rp 1000-7000 triliun seandainya sistem pengelolaan sudah
diperbaiki,” tutur Samad (Detik.com, 17/6).
- Semua itu akibat penerapan sistem ekonomi Kapitalisme dan sistem politik demokrasi. Selama sistemnya seperti itu, siapapun presidennya, kekayaan milik rakyat akan terus hilang mengalir ke kantong swasta dan pihak asing.
- Penyelamatannya hanya dengan pemimpin amanah yang menerapkan sistem Islam. Dalam Islam tegas dinyatakan, kekayaan alam itu adalah milik seluruh rakyat, haram diserahkan kepada swasta apalagi pihak asing. Semua itu harus dikelola negara yang seluruh hasilnya dikembalikan kepada rakyat, di antaranya untuk pelayanan berbagai kepenitngan rakyat.
Komentar
Posting Komentar